Showing posts with label Cerita Dewasa ABG. Show all posts
Showing posts with label Cerita Dewasa ABG. Show all posts

Saturday, September 2, 2017

AKU DI HAMILI ABG TETANGGA

AKU DI HAMILI ABG TETANGGA

Namaku Lani, seorang ibu rumah tangga, umurku 36 tahun. Suamiku namanya Prasojo, umur 44 tahun, seorang pegawai di pemerintahan di Bantul. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku walaupun sudah terbilang berumur tapi sangat terawat, karena aku rajin ke salon dan fitnes dan yoga. Kata orang, aku mirip seperti Sandy Harun.


Tubuhku masih bisa dikatakan langsing, walaupun payudaraku termasuk besar, karena sudah punya anak dua. Anakku yang pertama bernama Rika, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa. Dia sudah mau lulus SMA, yang kedua Sangga,masih sekolah SMA kelas 1. Rika walaupun tinggal serumah dengan kami juga lebih sering menghabiskan waktunya di tempat kosnya di kawasan Gejayan. Kalau si Sangga, karena cowok remaja, lebih sering berkumpul dengan teman-temannya ataupun sibuk berkegiatan di sekolahnya. Semenjak tidak lagi sibuk mengurusi anak-anak, kehidupan seksku semakin tua justru semakin menjadi-jadi. Apalagi suamiku selain bertubuh kekar, juga orang yang sangat terbuka soal urusan seks. Akhir-akhir ini, setelah anak-anak besar, kami berlangganan internet.

Aku dan suamiku sering browsing masalah-masalah seks, baik video, cerita, ataupun foto-foto. Segala macam gaya berhubungan badan kami lakukan. Kami bercinta sangat sering, minimal seminggu tiga kali. Entah mengapa, semenjak kami sering berseluncur di internet, gairah seksku semakin menggebu. Sebagai tentara, suami sering tidak ada di rumah, tapi kalau pas di rumah, kami langsung main kuda-kudaan, hehehe. Sudah lama kami memutuskan untuk tidak punya anak lagi. Tapi aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku pernah mencoba suntik dan pil KB. Tapi sekarang kami lebih sering pakai kondom, atau lebih seringnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di mukaku, di payudara, atau bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami sangat hati-hati agar Sangga tidak punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku sangat jago mengendalikan muncratannya, jadi aku tidak khawatir muncrat di dalam rahimku. Walaupun sudah dua kali melahirkan tubuhku termasuk sintal dan seksi. Payudaraku masih cukup kencang karena terawat. Tapi yang jelas, bodiku masih semlohai, karena aku masih punya pinggang. Aku sadar, kalau tubuhku masih tetap membuat para pria menelan air liurnya. Apalagi aku termasuk ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Sudah kebiasaan sih dari remaja.

Suamiku termasuk seorang pejabat yang baik. Dia ramah pada setiap orang. Di kampung dia termasuk aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi suamiku juga banyak bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku sering mengajak anak-anak muda untuk bermain dan bercakap-cakap di teras rumah. Semenjak setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami di bangun semacam gazebo untuk nongkrong para tetangga. Setelah membeli televisi baru, televisi lama kami, ditaruh di gazebo itu, sehingga para tetangga betah nongkrong di situ. Yang jelas, banyak bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku kalau pas aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung sebentar di tempat itu. Maklumlah, kalau istilah kerennya, aku ini termasuk MILF, hehehe. Selain bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang sering bermain di rumah. Salah satunya karena gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan untuk warga.

Salah satu anak kampung yang paling sering main ke rumah adalah Indun, yang masih SMP kelas 2. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah dari tempat kami. Anaknya baik dan ringan tangan. Sama suamiku dia sangat akrab, bahkan sering membantu suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, atau membelikan kami sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Indun dekat dengan anak-anak kami, mereka sering main karambol bareng di gazebo kami. Bahkan kadang-kadang Indun menginap di situ, karena kalau malam, gazebo itu diberi penutup oleh suamiku, sehingga tidak terasa dingin. Pada suatu malam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak sering melihat adegan blow job di internet, aku jadi kecanduan mengulum penis suamiku. Apalagi penis suamiku adalah penis yang paling gagah sedunia bagiku. Tidak kalah dengan penis-penis yang biasa kulihat di BF. Padahal dulu waktu masih pengantin muda aku selalu menolak kalau diajak blowjob. Entah kenapa sekarang di usia yang sudah pertengahan kepala tiga ini aku justru tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku bisa orgasme hanya dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film blue pun mulutku serasa gatal. Kalau pas tidak ada suamiku, aku selalu membawa pisang kalau nonton film-film gituan. Biasalah, sambil nonton, sambil makan pisang, hehehe. Malam itu pun aku dengan rakus menjilati penis suamiku. Bagi mas Prasojo, mulutku adalah vagina keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang kalau sebenarnya dia sama saja sudah poligami, karena dia punya dua lubang yang sama-sama hotnya untuk dimasuki. Ucapan itu ada benarnya, karena mulutku sudah hampir menyerupai vagina, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot. Karena kami menghindari kehamilan, bahkan sebagian besar sperma suamiku masuk ke dalam mulutku. Malam itu kami lupa kalau Indun tidur di gazebo kami. Seperti biasa, aku teriak-teriak pada waktu penis suamiku mengaduk-aduk vaginaku. Suamiku sangat kuat. Malam itu aku sudah berkali-kali orgasme, sementara suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus menerus. Tiba-tiba kami tersentak, ketika kami mendengar suara berisik di jendela. Segera suami mencabut batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Indun dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah dan melongokkan badannya keluar jendela. Indun yang kaget dan ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk selokan kecil di teras rumah. Indun terjerembab dan terjungkal ke belakang. Suamiku tak jadi marah, tapi dia kesal juga.

“Walah, Ndun! Kamu itu ngapain?” bentaknya.
Indun ketakutan setengah mati. Dia sangat menghormati kami. Suamiku yang tadinya kesal pun tak jadi memarahinya. Indun gelagepan. Wajahnya meringis menahan sakit, sepertinya pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Aku tadinya juga sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku juga menyayangi Indun, bahkan seperti anakku sendiri. Aku juga sadar, sebenarnya kami yang salah karena bercinta dengan suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Indun.
“Aduh, mas. Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Ndun?” Aku mendekati Indun dan memegang tangannya.
Wajah Indun sangat memelas, antara takut, sakit, dan malu.
“Sudah gak papa. Kamu sakit, Ndun?” tanyaku. “Sini coba kamu berdiri, bisa gak?”
Karena gemeteran, Indun gagal mencoba berdiri, dia malah terjerembab lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya, sehingga kami berdua menjadi berpelukan. Dadaku menyentuh lengannya, tentu saja dia dapat merasakan lembutnya gundukan besar dadaku, karena aku hanya memakai daster tipis yang sambungan, sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa.

“Aduh sorri, Ndun” pekikku.
Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku melirik suamiku, kenapa dia menertawai kami.
“Aduh Mas ini. Ada anak jatuh kok malah ketawa”
“Hahaha.. lihat itu, Dik. Si Indun ternyata udah gede, hahaha…” kata suamiku sambil menunjuk selangkangan Indun. Weitss… ternyata mungkin tadi Indun mengintip kami sambil mengocok, karena di atas celananya yang agak melorot, batang kecilnya mencuat ke atas. Penis kecil itu terlihat sangat tegang dan berwarna kemerahan. Malu juga aku melihat adegan itu, apalagi si Indun. Dia tambah gelagepan.
“Hussh Mas. Kasihan dia, udah malu tuh”, kataku yang justru menambah malu si Indun.
“Kamu suka yang lihat barusan, Ndun? Wah, hayooo… kamu nafsu ya lihat istriku?” goda suamiku.
Suamiku malah ketawa-ketawa sambil berdiri di belakangku. Tentu saja wajah Indun tambah memerah, walaupun tetap saja penis kecilnya tegak berdiri. Kesal juga aku sama suamiku. Udah gak menolonng malah mentertawakan anak ingusan itu.
“Huh, Mas mbok jangan godain dia, mbok tolongin nih, angkat dia”
“Lha dia khan sudah berdiri, ya tho Ndun? Wakakak” kata suamiku.

Aku sungguh tidak tega lihat muka anak itu. Merah padam karena malu. Aku lalu berdiri mengangkang di depan anak itu, dan memegang dua tangannya untuk menariknya berdiri. Berat juga badannya. Kutarik kuat-kuat, akhirnya dia terangkat. Tapi baru setengah jalan, mungkin karena dia masih gemetar dan aku juga kurang kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya. Ohhh… aku berusaha untuk menahan badanku agar tidak menindih anak itu, tapi tanganku malah menekan dada Indun dan membuatnya jatuh terlentang sekali lagi. Bahkan kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya. Dan…. ohhhh. Sleppp…. terasa sesuatu menggesek bibir vaginaku.
“Waa…!” aku tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi, begitu juga dengan Indun, wajahnya nampak sangat ketakutan. “Aduuuhhh!” teriakku. Sementara suamiku justru tertawa melihat kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar benda apa yang bergesekan dengan vaginaku, penis kecil si Indun! Penis itu menggesek wilayah sensitifku disamping karena vaginaku masih basah oleh persetubuhanku dengan suamiku, juga karena aku tidak mengenakan apa-apa di balik daster pendekku.
“Ohhhhh…. apa yang terjadi?” Pikirku.
Mungkin juga karena penis Indun yang masih imut dan lobang vaginaku yang biasa digagahi penis besar suami, jadinya sangat mudah diselipin batang kecil itu.

“Ohhh.. Masss???” desisku pada suamiku. Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak kaget.
“Napa, say?” tanyanya heran.
Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya juga menyadari apa yang terjadi. Dia mendekati kami, dan melihat bahwa kelamin kami saling bersentuhan. Beberapa saat kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang terjadi. Aku merasakan penis Indun berdenyut-denyut. Lobangku juga segera meresponnya, mengingat rasa tanggung setelah persetubuhanku dengan suamiku yang tertunda. Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan kembali selangkanganku menekan tubuh si Indun. Tentu saja penisnya melesak ke lobangku. Ohhh… aku merasakan sensasi yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh.
“Ohhh…” desisku. Indun terpekik tertahan. Wajahnya memerah. Tapi aku merasakan pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku. Slepppp… kembali penis itu menusuk dalam lobangku.
Yang mengherankan suamiku diam saja, entah karena dia kaget atau apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan sedikit membuka mulutnya, mungkin bingung juga untuk bereaksi dengan situasi aneh ini.


Aku diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan tubuhku. Tanganku berada di sisi kanan dan kiri si Indun. Sementara Indun dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel juga aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok penisnya tetap tegang di dalam vaginaku. Dasar anak mesum, pikirku. Tapi aneh juga, aku justru merasakan sensasi yang aneh dengan adanya penis anak yang sudah kuanggap saudaraku sendiri itu dalam vaginaku. Agak kasihan juga lihat mukanya, dan juga muncul rasa sayang. Pikirku, kasihan juga anak ini, dia sangat bernafsu mengintip kami, dan juga apalagi yang dikawatirkan, karena penisnya sudah terlanjur dalam vaginaku. Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Indun. Suamiku tetap diam saja. Agak kesal juga aku lihat respon mas Prasojo. Tiba-tiba pikiran nakal menyelimuti. Kenapa tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan Indun, toh penisnya sudah menancap di vaginaku. Apalagi kalau lihat muka hornynya yang sudah di ubun-ubun, kasihan lihat Indun kalau tidak diteruskan. Dengan nekat aku kembali menekan pantatku ke depan. Vaginaku meremas penis Indun di dalam. Merasakan remasan itu, Indun terpekik kaget. Suamiku mendengus kaget juga.

“Dik, aaa…paaaa yang kaulakukan?” kata suamiku gagap.
Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur.
Suamiku melongo sekarang. Wajahnya mendekat melihat mukaku setengah tak percaya. Indun tidak berani lihat suamiku. Dia menatap wajahku keheranan dan penuh nafsu.
“Mas… aku teruskan saja ya, kasihan si Indun. Apalagi khan sudah terlanjur masuk, toh sama saja…” bisikku berani ke suamiku.
Aku tak bisa lagi menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini benar-benar di luar perkiraan kami semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir mengijinkan kejadian ini. Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba sangat ingin menuntaskan nafsu si Indun. Si Indun mengerang-erang sambil terbaring di rerumputan halaman rumah kami. Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas penis kecil itu di dalam lobangku. Remasanku selalu bikin suamiku tak tahan, karena aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Indun, anak ingusan yang tidak berpengalaman. Tiba-tiba, karena sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme di dalam vaginaku. Jarang aku orgasme secepat itu. Aku merintih dan mengerang sambil memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam lobangku. Otomatis remasan dalam vaginaku menguat, dan penis kecil si Indun dijepit dengan luar biasa.
Indun meringis dan mengerang. Pantatnya melengkung naik, dann…. croottttttttt………..
Cairan panas itu membanjiri rahimku. Aku seperti hilang kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan…
“Ohhhhhhhhhh…”

Aku lalu terkulai sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua tanganku. Nafasku terengah-engah tidak karuan. Sejenak aku diam tak tahu harus bagaimana. Aku dan suamiku saling berpandangan.
“Dik… Indun gak pakai kondom ..?” suamiku terbata-bata.
Kami sama-sama kaget menyadari bahwa percintaan itu tanpa pengaman sama sekali, dan aku telah menerima banyak sekali sperma dalam rahimku, sperma si anak ingusan. Ohhh… tiba-tiba aku sadar akan resiko dari persetubuhan ini. Aku dalam masa subur, dan sangat bisa jadi aku bakalan mengandung anak dari Indun, bocah SMP yang masih ingusan.

Pelan-pelan aku berdiri dan mencabut penis Indun dari vaginaku. Penis itu masih setengah berdiri, dan berkilat basah oleh cairan kami berdua. Aku dan suamiku mengehela nafas. Cepat cepat aku memperbaiki dasterku. Dengan gugup, Indun juga menaikkan celananya dan duduk ketakutan di rerumputan.
“Maa.. ma’af, Bu..” akhirnya keluar juga suaranya.
Aku menatap Indun dengan wajah seramah mungkin. Suamiku yang akhirnya pegang peranan.
“Sudahlah, Ndun. Sana kamu pulang, mandi dan cuci-cuci!” perintahnya tegas.
“Iya, om. Ma.. maaf ya Om” kata Indun sambil menunduk. Segera dia meluncur pergi lewat halaman samping.
“Masuk!” suamiku melihat ke arahku dengan suara agak keras.
Gemetar juga aku mendengar suamiku yang biasanya halus dan mesra padaku. Aduuh, apa yang akan terjadi?bKami berdua masuk ke rumah, aku tercekat tidak bisa mengatakan apa-apa. Tiba-tiba pikiran-pikiran buruk menderaku, jangan-jangan suamiku tak memaafkanku. Ohhh apa yang bisa kulakukan. Di dalam kamar tangisanku pecah. Aku tak berani menatap suamiku. Selama ini aku adalah istri yang setia dan bahagia bersama suamiku, tapi malam ini… tiba-tiba aku merasa sangat kotor dan hina. Agak lama suamiku membiarkanku menangis. Pada akhirnya dia mengelus pundakku.
“Sudahlah bu, ini khan kecelakaan.”
Hatiku sangat lega. Aku menatap suamiku, dan mencium bibirnya. Tiba-tiba aku menjadi sangat takut kehilangan dia. Kami berpelukan lama sekali.
“Tapi mas… kalau aku…… hamil gimana?” tanyaku memberanikan diri.
“Ah.. mana mungkin, dia khan masih ingusan. Dan kalau pun Dik Idah hamil khan gak papa, si Sangga juga sudah siap kalau punya adik lagi”, sanggah suamiku.

Jawaban itu sedikit menenangkan hatiku. Akhirnya kami bercinta lagi. Kurasakan suamiku begitu mengebu-gebu mengerjaiku. Apa yang ada di pikirannya, aku tak tahu, padahal dia barusan saja melihat istrinya disetubuhi anak muda. Sampai-sampai aku kelelehan melayani suamiku. Pada orgasme yang ketiga aku menyerah.
“Mas, keluarin di mulutku saja ya… aku tak kuat lagi” bisikku pada orgasme ketigaku ketika kami dalam posisi doggystye.
Suamiku mengeluarkan penisnya dan menyorongkannya ke mulutku. Sambil terbaring aku menyedot-nyedot penis besar itu. Sekitar setengah jam kemudian, mulutku penuh dengan sperma suamiku. Dengan penuh kasih sayang, aku menelan semua cairan kental itu.

###################

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan biasa. Aku dan suamiku tetap dengan kemesraan yang sama. Kami seolah-olah melupakan kejadian malam itu. Hanya saja, Indun belum berani main ke rumah. Agak kangen juga kami dengan anak itu. Sebenarnya rumah kami dekat dengan rumah Indun, tapi aku juga belum berani untuk melihat keadaan anak itu. Hanya saja aku masih sering ketemu ibunya, dan sering iseng-iseng nanya keadaan Indun. Katanya sih dia baik-baik saja hanya sekarang lagi sibuk persiapan mau naik kelas 3 SMP. Seminggu sebelum bulan puasa, Indun datang ke rumah mengantarkan selamatan keluarganya. Wajahnya masih kelihatan malu-malu ketemu aku. Aku sendiri dengan riang menemuinya di depan rumah.
“Hai Ndun, kok kamu jarang main ke rumah?” tanyaku.
“Eh, iya bu. Gak papa kok Bu”, jawabnya sambil tersipu.
“Bilang ke mamamu, makasih ya”
“Iya bu”, jawab Indun dengan canggung. Dia bahkan tak berani menatap wajahku. Entah kenapa aku merasa kangen sekali sama anak itu. Padahal dia jelas masih anak ingusan, dan bukan type-type anak SMP yang populer dan gagah kayak yang jago-jago main basket. Jelas si Indun tidak terlalu gagah, tapi ukuran sedang untuk anak SMP. Hanya badannya memang tinggi.

“Ayo masuk dulu. Aku buatin minum ya” ajakku.
Indun tampak masih agak malu dan takut untuk masuk rumah kami. Siang itu suamiku masih dinas ke Kulonprogo. Anak-anak juga tidak ada yang di rumah. Kami bercakap-cakap sebentar tentang sekolahnya dan sebagainya. Sekali-kali aku merasa Indun melirik ke badanku. Wah, gak tahu kenapa, aku merasa senang juga diperhatiin sama anak itu badanku. Waktu itu aku mengenakan kaos agak ketat karena barusan ikut kelas yoga bersama ibu-ibu Candra Kirana. Tentunya dadaku terlihat sangat menonjol. Akhirnya tidak begitu lama, Indun pamit pulang. Dia kelihatan lega sikapku padanya tidak berubah setelah kejadian malam itu.
Hingga pada bulan selanjutnya aku tiba-tiba gelisah. Sudah hampir lewat dua minggu aku belum datang bulan. Tentu saja kejadian waktu itu membuatku bertambah panik. Gimana kalau benar-benar jadi? Aku belum berani bilang pada Mas Prasojo. Untuk melakukan test saja aku sangat takut. Takutnya kalau positif.
Hingga pada suatu pagi aku melakukan test kehamilan di kamar mandi. Dan, deg! Hatiku seperti mau copot. Lembaran kecil itu menunjukkan kalau aku positif hamil!!! Oh Tuhan!
Aku benar-benar kaget dan tak percaya. Jelas ini bukan anak suamiku. Kami selalu bercinta dengan aman. Dan jelas sesuai dengan waktu kejadian, ini adalah anak Indun, si anak SMP yang belum cukup umur. Aku benar-benar bingung. Seharian aku tidak dapat berkonsentrasi. Pikiranku berkecamuk tidak karuan. Bukan saja karena aku tidak siap untuk punya anak lagi, tapi juga bagaimana reaksi suamiku, bahwa aku hamil dari laki-laki lain. Itulah yang paling membuatku bingung.

Hari itu aku belum berani untuk memberi tahu suamiku. Dua hari berikutnya, justru suamiku yang merasakan perbedaan sikapku.
“Dik Lani, ada apa? Kok sepertinya kurang sehat?” tanyanya penuh perhatian.
Waktu itu kami sedang tidur bedua. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Yang kulakukan hanya memeluk suamiku erat-erat. Suamiku membalas pelukanku.
“Ada apa sayang?” tanyanya.
Badan kekarnya memelukku mesra. Aku selalu merasa tenang dalam pelukan laki-laki perkasa itu. Aku tidak berani menjawab. Suamiku memegang mukaku, dan menghadapkan ke mukanya. Sepertinya dia menyadari apa yang terjadi. Sambil menatap mataku, dia bertanya, “benarkah?”
Aku mengangguk pelan sambil menagis, “aku hamil, mas…”
Jelas suamiku juga kaget. Dia diam saja sambil tetap memelukku. Lalu dia menjawab singkat’
“besok kita ke dokter Merlin”. Aku mengangguk, lalu kami saling berpelukan sampai pagi tiba.
Hari selanjut sore-sore kami berdua menemui dokter Merlin. Setelah dilakukan test, dokter cantik itu memberi selamat pada kami berdua.
“Selamat, Pak dan Bu Prasojo. Anda akan mendapatkan anak ketiga”, kata dokter itu riang.
Kami mengucapkan terimakasih atas ucapan itu, dan sepanjang jalan pulang tidak berkata sepatah kata pun. Setelah itu, suamiku tidak menyinggung masalah itu, bahkan dia memberi tahu pada anak-anak kalau mereka akan punya adik baru. Anak-anak ternyata senang juga, karena sudah lama tidak ada anak kecil di rumah. Bagi mereka, adik kecil akan menyemarakkan rumah yang sekarang sudah tidak lagi ada suara anak kecilnya.
Malamnya, setelah tahu aku hamil, suamiku justru menyetubuhiku dengan ganas. Aku tidak tahu apakah dia ingin agar anak itu gugur atau karena dia merasa sangat bernafsu padaku. Yang jelas aku menyambutnya dengan tak kalah bernafsu. Bahkan kami baru tidur menjelang jam 3 dini hari setelah sepanjang malam kami bergelut di kasur kami. Aku tidak tahu lagi bagaimana wujud mukaku malam itu, karena sepanjang malam mulutku disodok-sodok penis suamiku, dan dipenuhi oleh muncratan spermanya yang sampai tiga kali membasahi muka dan mulutku. Aku hampir tidak bisa bangun pagi harinya, karena seluruh tubuhku seperti remuk dikerjain suamiku. Untungnya esok harinya hari libur, jadi aku tidak harus buru-buru menyiapkan sekolah anak-anak.

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan luar biasa. Suamiku bertambah hot setiap malam. Aku juga selalu merasa horny. Wah, beruntung juga kalau semua ibu-ibu ngidamnya penis suami seperti kehamilanku kali ini. Hamil kali ini betul-betul beda dengan kehamilanku sebelumnya, yang biasanya pakai ngidam gak karuan. Hamil kali ini justru aku merasa sangat santai dan bernafsu birahi tinggi. Setiap malam vaginaku terasa senut-senut, ada atau tak ada suamiku. Kalau pas ada enak, aku tinggal naik dan goyang-goyang pinggang. Kalau pas gak ada aku yang sering kebingungan, dan mencari-cari di internet film-film porno. Sudah itu pasti aku mainin pakai pisang, yang jadi langgananku di pasar setiap pagi, hehehe. Yang jadi masalah, adalah perlukah aku memberi tahu si Indun bahwa aku hamil dari benihnya? Aku tidak berani bertanya pada suamiku. Dia mendukung kehamilanku saja sudah sangat membahagiakanku. Aku menjadi bahagia dengan kehamilan ini. Di luar dugaanku, ternyata kami sekeluarga sudah siap menyambut anggota baru keluarga kami. Itulah hal yang sangat aku syukuri.



Pas bulan puasa, tiba-tiba suamiku melakukan sesuatu yang mengherankanku. Dia mengajak Indun untuk membantu bersih-bersih rumah kami. Tentu saja aku senang, karena suamiku sudah bisa menerima kejadian waktu itu. Aku senang melihat mereka berdua bergotong-royong membersihkan halaman dan rumah. Indun dan Mas Prasojo nampak sudah bersikap biasa sebagaimana sebelum kejadian malam itu. Bahkan sesekali Indun kembali menginap di gazebo kami, karena kami merasa sepi juga tanpa kehadiran anak-anak. Si Rika semakin sibuk dengan urusan kampusnya, sementara si Sangga hanya pada malam hari saja menunjukkan mukanya di rumah. Semenjak itu, suasana di rumah kami menjadi kembali seperti sediakala. Tetap saja gazebo depan rumah sering ramai dikunjungi orang. Cuma sekarang Indun tidak pernah lagi menginap di sana. Mungkin karena hampir ujian, jadi dia harus banyak belajar di rumah. Beberapa bulan kemudian, tubuhku mulai berubah. Perutku mulai terlihat membuncit. Kedua payudara membesar. Memang kalau hamil, aku selalu mengalami pembengkakan pada kedua payudaraku. Hormonku membuatku selalu bernafsu. Mas Prasojo pun seolah-olah ikut mengalami perubahan hormon. Nafsu seksnya semakin menggebu melihat perubahan di tubuhku. Kalau pas di rumah, setiap malam kami bertempur habis-habisan. Gawatnya, payudaraku yang memang sebelumnya sudah besar menjadi bertambah besar. Semua bra yang kucoba sudah tidak muat lagi, padahal bra yang kupakai adalah ukuran terbesar yang ada di toko. Kata yang jual, aku harus pesan dulu untuk membeli bra yang pas di ukuran dadaku sekarang. Akhirnya aku nekat kalau di rumah jarang memakai bra. Kecuali kalau keluar, itupun aku menjadi tersiksa karena pembengkakan payudaraku.

Aku menjadi seperti mesin seks. Dadaku besar, dan pantatku membusung. Seolah tak pernah puas dengan bercinta setiap malam. Suamiku mengimbangiku dengan nafsunya yang juga bertambah besar. Indun akhirnya tahu juga kehamilanku. Dia sering curi-curi pandang melihat perutku yang mulai membuncit. Aku tidak tahu, apakah dia sadar, kalau anak dalam kandunganku adalah hasil dari perbuatannya. Yang jelas, Indun menjadi sangat perhatian padaku. Setiap sore dia ke rumah untuk membantu apa saja. Bahkan di malam hari pun dia masih di rumah sambil sekali-kali meneruskan program mengaji anak-anakku.

Cerita Mesum Bergambar 2014 Aku di Hamili ABG Tetangga

Pada suatu malam, Mas Prasojo harus pergi dinas ke luar kota. Malam itu kami membiarkan Indun sampai malam di rumah kami, sambil menjaga menjaga rumah. Aku harus ikut pengajian dengan ibu-ibu kampung. Jam setengah 10 malam aku baru pulang. Sampai di rumah, aku lihat Indun masih mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tamu.
“Ndun, Sangga sudah pulang?” tanyaku sambil menaruh payung, karena malam itu hujan cukup deras.
“Belum, Bu”
Aku lalu menelpon anak itu. Ternyata dia sedang mengerjakan tugas di rumah temannya. Aku percaya dengan Sangga, karena anak itu tidak seperti anak-anak yang suka hura-hura. Dia tipe anak yang sangat serius dalam belajar. Apalagi sekolahnya adalah sekolah teladan di kota kami. Jadi kubiarkan saja dia menginap di rumah temannya itu.
Aku lalu berkata ke Indun, “Kamu nginap sini aja ya, aku takut nih, hujan deres banget dan Mas Prasojo gak pulang malam ini”.
Memang aku selalu gak enak hati kalau cuaca buruk tanpa mas Prasojo. Takutnya kalau ada angin besar dan lampu mati. Apalagi kami sudah tidak ada lagi masalah dengan kejadian waktu itu.
“Iya bu, sekalian aku ngerjain tugas di sini”, jawab Indun.
Aku melepas kerudungku dan duduk di depan tivi di ruang keluarga. Agak malas juga aku ganti daster, dan juga ada si Indun, gak enak kalau dia nanti keingat kejadian dulu. Sambil masih tetap pakai baju muslim panjang aku menyelonjorkan kakiku di sofa, sementara si Indun masih sibuk mengerjakan kalukulus di ruang tamu. Bajuku baju panjang terusan. Agak gerah juga karena baju panjang itu, akhirnya aku masuk kamar dan melepas bra yang menyiksa payudara bengkakku. Aku juga melepas cd ku karena lembab yang luar biasa di celah vaginaku. Maklum ibu hamil. Kalau kalian lihat aku malam itu mungkin kalian juga bakalan nafsu deh, soalnya walaupun pakai baju panjang, tapi seluruh lekuk tubuhku pada keliatan, karena pantat dan payudaraku membesar. Acara tivi gak ada yang menarik. Akhirnya aku ingat untuk membuatkan Indun minuman. Sambil membawa kopi ke ruang tamu aku duduk menemani anak itu.

“Wah, makasih , Bu. Kok repot-repot” katanya sungkan.
“Gak papa, kok”
Aku duduk di depannya sambil tak sengaja mengelus perutku.
Indun malu-malu melihat perutku.
“Bu, udah berapa bulan ya?” tanyanya kemudian, sambil meletakkan penanya.
“Menurutmu berapa bulan? Masak nggak tahu?” tanyaku iseng menggodanya.
Tiba-tiba mukanya memerah. Indun lalu menunduk malu.
“Ya nggak tahu bu… Kok saya bisa tahu darimana?” jawabnya tersipu.
Tiba-tiba aku sangat ingin memberi tahunya, kabar gembira yang sewajarnya juga dirasakan oleh bapak kandung dari anak dalam kandunganku. Dengan santai aku menjawab, “Lha bapaknya masak gak tahu umur anaknya?”
Indun kaget, gak menyangka aku akan menjawab sejelas itu. Dia jelas gelagapan. Hehehe. Apa yang kau harap dari seorang anak ingusan yang tiba-tiba akan menjadi bapak.
Wajahnya melongo melihatku takut-takut. Dia tidak tahu akan menjawab apa. Aku jadi tambah ingin menggodanya.

“Kamu sih, bapak yang gak bertanggung jawab. Sudah menghamili pura-pura tidak tahu lagi”, kataku sambil melirik menggodanya.
Aku mengelus-elus perutku. Geli juga lihat wajah Indun saat itu. Antara kaget dan bingung serta perasaan-perasaan yang tidak dimengertinya.
“Aku… eeeee… maaf Bu… aku tidak tahu…” Indun menyeka keringat dingin di dahinya.
“Memangnya kamu tidak suka anak dalam perutku ini anakmu?” tanyaku.
“Eh… aku suka banget Bu.. Aku seneng…” Indun benar-benar kalut.
“Ya udah, kalau benar-benar seneng, sini kamu rasakan gerakannya” kataku manja sambil mengelus perutku.
“Boleh Bu? Aku pegang..?” tanyanya kawatir.
“Ya, sini, kamu rasakan aja. Biar kalian dekat” perutku terlihat sangat membuncit karena baju muslim yang kupakai hampir tidak muat menyembunyikan bengkaknya. Indun bergeser dan duduk di sebelahku. Matanya menunduk melihat ke perutku. Takut-takut tangannya menuju ke perutku. Dengan tenang kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di perutku. Sebenarnya aku berbohong, karena umur begitu gerakan bayi belum terasa, tapi Indun mana tahu. Dengan hati-hati dia meletakkan telapaknya di perutku.
“Maaf ya bu”, ijinnya. Aku membiarkan telapaknya menempel ketat di perutku. Dia diam seolah-olah mencoba mendengar apa yang ada di dalam rahimku. Aku merasa senang sekali karena biar bagaimanapun anak ingusan ini adalah bapak dari anak dalam kandunganku.
“Kamu suka punya anak?” tanyaku.
“Aku suka sekali, Bu, punya anak dari Ibu. Ohh.. Bu. Maafkan saya ya Bu” jawab Indun hampir tak kedengaran. Tangannya gemetar di atas perutku.
Indun terlihat sangat kebingungan, tak tahu harus berbuat apa. Aku juga ikut bingung, dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia, bingung, geli, dan macam-macam rasa gak jelas. Tiba-tiba dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak itu sendiri masih takut-takut melihat mukaku. Kami berdua tiba-tiba terdiam tanpa tahu harus melakukan apa. Tangan Indun terdiam di atas perutku.

“Ndun, kamu gimana perasaanmu lihat ibu-ibu yang lagi bengkak-bengkak kayak aku?” tanyaku memecah kesunyian.
“Saya suka sekali sama Ibu……” jawabnya.
“Kenapa?”
“Ibu cantik..” jawabnya dengan muka memerah.
“Ihh.. cantik dari mana? Aku khan udah tua dan lagian sekarang badanku kayak gini..” jawabku.
Indun mengangkat wajahnya pelan menatapku, malu-malu.
“Gak kok, Ibu tetep cantik banget…” jawabnya pelan. Tangannya mulai mengelus-elus perutku. Aku merasa geli, yang tiba-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Prasojo belum sempat menyetubuhiku.
“Kok waktu itu kamu tegang ngintip aku sama Mas Prasojo?” tanyaku manja. Mukaku memerah. Aku benar-benar bernafsu. Aneh juga, anak kecil ini pun sekarang membuatku pengen disetubuhi. Apa yang salah dengan tubuhku?
“Aku nafsu lihat badan Ibu…” kali ini Indun menatap wajahku.


Mukanya merah. Jelas dia bernafsu. Aku tahu banget muka laki-laki yang nafsu lihat aku.
“Kalau sekarang? Masa masih nafsu juga, aku khan sudah membukit kayak gini..”
Indun belingsatan.
“Sekarang iya..” jawabnya sambil membetulkan celananya.
“Idiiih…. Mana coba lihat?” godaku.
Indun makin berani. Tangannya gemetar membuka celananya. Dari dalam celananya tersembul keluar sebatang penis jauh lebih kecil dari punya suamiku. Yang jelas, penis itu sudah sangat tegang.
“Wah, kok sudah tegang banget. Pengen nengok anakmu ya?” godaku.
Indun sudah menurunkan semua celananya. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Lucu lihat batang kecil itu tegak menantang. Aku sudah sangat horny. Vaginaku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak SMP ini. Dengan gemes, aku pegang penis Indun.
“Mau dimasukin lagi?” tanyaku gemetar.
“Iya bu.. Mau banget”
Tanpa menunggu lagi aku menaikkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera vaginaku terpampang jelas di depan Indun. Rambut hitam vaginaku serasa sangat kontras dengan kulit putihku.
Segera kubimbing penis anak itu ke dalam lobang vaginaku. Indun mengerang pelan, matanya terbeliak melihat penisnya pelan-pelan masuk ditelan vaginaku.

“Ohhhh…… Buuu…..” desisnya.

Bless, segera penis itu masuk seluruhnya dalam lobang vaginaku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah kenapa, aku sangat ingin mengisi lobangku dengan batang itu.
“Diemin dulu di dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar”, perintahku.
“Iiiiiyaaa, Bu..” erangnya. Indun mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang luar biasa baginya. Sengaja pelan-pelan kuremas penis itu dengan vaginaku, sambil kulihat reaksinya.
“Ohhh…” Indun mengerang sambil mendongak ke atas.
Kubiarkan dia merasakan sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Indun menunduk menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan dirinya. Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu, dan kuturunkan mukanya. Muka kami semakin berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya. Kamu berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah. Tangannya meremas dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin ambles ke dalam vaginaku.
“Ndun, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku.
Indun mulai memaju mundurkan pantatnya. Penisnya walaupun kecil, kalau sudah keras begitu nikmat sekali dalam vaginaku. Aku mengerang-erang sekarang. Vaginaku sudah basah sekali. Banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu.

Aku mengarahkan tangan Indun untuk meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati dia berusaha tidak mengenai perutku, karena takut kandunganku. Ohhh… aku sudah sangat nafsuu… sekitar 15 menit Indun memaju mundurkan pantatnya. Tidak mengira dia sekarang sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum terbiasa. Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa.
“Ohhhh…” teriakku. Tubuhku melengkung ke atas. Indun terdiam dengan tetap menancapkan penisnya dalam lobangku. “Aku sampai, Ndunnnn……” aku terengah-engah.
Sambil tetap membiarkan penisnya di dalam vaginaku, aku memeluk ABG itu. Badannya penuh keringat. Kami terdiam selama berepa menit sambil berpelukan. Penis Indun masih keras dan tegang di dalam vaginaku.

“Ndun, pindah kamar yuk”, ajakku.
Indun mengangguk. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar karena dampak orgasme yang mengebu barusan. Kemudian aku membimbing tangan anak itu membawanya ke kamarku. Di kamar aku meminta dia melepaskan bajuku, karena agak repot melepas baju ini. Di depan pemuda itu aku kini telanjang bulat. Indun juga melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang dan saling berpelukan. Aku lihat penisnya masih tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu di kasurku. Lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan penisnya ke vaginaku. Kali ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Indun meremas-remas susuku. Ohh, nikmat sekali. Penis kecil itu benar-benar hebat. Dia berdiri tegak terus tanpa mengendor seidkit pun. Aku sengaja memutar-mutar pantatku supaya penis itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku kembali orgasme, bahkan sampai dua kali lagi. Orgasme ketiga aku sudah kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang penisnya yang masih tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai bercinta dengan suamiku.
“Aduuuh, Ndun.. kamu kuat juga ya. Kamu masih belum keluar ya?”
“Gak papa Bu…” jawabnya pelan.
Tiba-tiba aku punya ide untuk membantu Indun. Kuraih batang kecil itu dan kembali kumasukkan dalam vaginaku. Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian.
“Ndun, Ibu udah lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya di dalam, sampai kamu keluar…” bisikku.

Indun mengangguk. Kami kembali berpelukan bagai sepasang kekasih. Vaginaku berkedut-kedut menerima batang itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi vaginaku, Indun juga membiarkan penisnya tersimpan rapi dalam vaginaku. Karena kelelahan aku tertidur dengan penis dalam vaginaku. Gak tahu berapa jam aku tertidur dengan penis masih dalam vaginaku, ketika jam 1 malam tiba hpku menerima sms. Aku terbangun dan melihat Indun masih menatap wajahku sambil membiarkan penisnya diam dalam lobangku.
“Aduh, Ndun. Kamu belum bisa bobok? Aduuuh, soriiii ya…” kataku sambil meremas penisnya dengan vaginaku.
“Gak papa kok, Bu. Aku seneng banget di dalam..” kata Indun.
Tanpa merubah posisi aku meraih hpku di meja samping ranjang. Kubuka sms, ternyata dari Mas Prasojo: “Hai Say, udah bobok? Kalau blum aku pengen telp”.
Aku segera balas: “Baru terbangn, telp aja, kangen”
Segera setelah kubalas sms, Mas Prasojo menelponku. Aku menerima telepon sambil berbaring dan membiarkan penis Indun di dalam vaginaku.

“Hei… Sorii ganggu, udah bobok apa?” tanyanya.
“Gak papa Mas, kangen. Kapan jadinya balik?” tanyaku.
“Lusa, Dik, ini aku masih di jalan. Lagi ada pembekalan masyarakat. Gimana anak-anak?”
“Hmmm…. “ aku agak menggeliat. Indun memajukan pantatnya, takut lepas penisnya dari lobangku. Aku meletakkan jariku di bibirnya, agar dia tak bersuara. Indun mengangguk sambil tersenyum.
“Baik, mereka oke-oke saja kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak dari jam 9 tadi. Aku kangen mas…”
“Sama.. Pengen nih” kata suamiku.
“Sini, mau di mulut apa di bawah?” tanyaku nakal.
“Mana aja deh”
“Nih, pakai mulutku aja, udah lama gak dikasih. Udah gatel, hihih…” godaku.
“Aduuh Dik. Aku lagi di kampung sepi. Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo?” rengek suamiku.
Kami memang biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami.
“Kocok aja Mas, aku juga mau” kataku manja.
Kemudian aku menggeser Indun agar menindih di atas tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, aku berbisik ke Indun, “Sekarang kamu genjot aku sekencang-kencangnya sampai keluar, ya. Sekuat-kuatnya”.
Indun mengangguk. Aku menjawab telepon suamiku, “Ayo, mas, buka celananya..”
Aku mengambil cdku di sampingku, lalu kujejalkan ke mulut Indun. Indun tahu maksudku agar dia tidak bersuara.
“Oke, Dik. Aku sudah menghunus rudalku..”

Sambil menjawab mesra aku menekan pantat Indun agar segera memaju mundurkan penisnya dalam vaginaku. Indun segera membalasnya, dan mulai menggenjotku. Aku menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang sehingga perutku tidak tertindih badannya. Sementara aku mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke samping kiri dan kanan badan laki-laki abg itu. Ohhh, ya Tuhan. Bagai kesetanan, Indun menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang, begitu juga suamiku.
“Mas, aku masturbasi kesetanan ini….. Pengen banget…. Kamu kocok kuat-kuat yaaa….. Ahhhhh”
“Iyyyyaaaa… Ooohhh, untung aku bawa cdmu, buat ngocok nihh…. Ohhhhh” erang suamiku.
Tak kalah hebatnya, Indun menggasak lobangku dengan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listrik. Aku mengerang-erang tidak karuan. Suara lobangku berdecit-decit karena banjir dan gesekan dengan penis Indun. Benar-benar gila malam ini. Aku sudah tidak ingat lagi berapa lama aku digenjot Indun. Suaraku penuh nafsu bertukar kata-kata mesra dengan suamiku. Indun seolah-olah tak pernah lelah. Tubuhnya sudah banjir keringat. Stamina mudanya benar-benar membanggakan. Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara suara suamiku juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar yang kedap suara. Beberapa saat kemudian aku kehabisan tenaga. Kuminta Indun untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan. Setelah itu kami melanjutkan permainan kami. Indun dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan. Aku tak tahu lagi apa yang kecerecaukan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa saat kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar. Aku terengah-engah mengatur nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami betul-betul terpuaskan malam ini. Setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya. Di kamarku, Indun masih menggenjotku pelan-pelan. Dia belum keluar rupanya. Wah, gila. Aku kawatir jepitanku mungkin sudah tidak mempan buat penisnya yang masih tumbuh. Kubiarkan penis pemuda itu mengobok-obok vaginaku. Tiba-tiba kudorong Indun, sehingga lepas penis dari lobangku.

“Ohhh”, lenguhnya kecewa.
Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur, dan aku segera menungging di depannya. Indun tahu maksudku. Dia segera mengarahkan penisnya ke vaginaku. Tapi segera kupegang penis itu dan kuarahkan ke lobang yang lain. Pantatku! Mungkin di sanalah penis Indun akan dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa pertimbangan. Indun sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya penisnya ke lobang pantatku. Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat penis Indun. Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu. Lalu aku turun dan mengambil jelli organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Indun menunggu dengan penis yang juga setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Indun, dan sebagian kuusap-usapkan ke sekitar lobang pantatku. Kembali aku menunggingkan pantatku. Indun mengarahkan kotolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu berhasil di terobosnya.

“Ohhhhh…..” desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan batang penis itu menyusup di lobang yang sempit itu.
Indun mengerang keras. Setengah perjalanan, penis itu berhenti. Baru separo yang masuk. Indun terengah-engah, begitu juga aku.
“Pelan-pelan, Ndun…” bisikku.
Indun memegang bongkahan pantatku, dan kembali menyodokkan penisnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh batang itu masuk manis dalam lobang pantatku.
“Ohhh, Tuhan…” rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tak terceritakan. Aku mengerang. Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan batang penis itu. Setelah itu Indun mulai memaju mundukan pinggangnya. Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membuatku ketagihan. Beberapa saat kemudian, Indun mengerang-erang keras. Dia memaksakan menggejot pantatku dengan cepat, tapi karena sangat sempit,
genjotannya tidak bisa lancar. Kemudian,
“ohhhhh…”
Indun memuncratkan spermanya dalam pantatku. Crot…Aku tersungkur dan Indun terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku. Kami sama-sama terengah-engah dan kelelahan yang luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Indun yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam.


########################
Paginya, aku bangun jam 6 pagi. ABG itu masih ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci kamarku. Mbok Imah tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak sudah terdengar suaranya di belakang. Oh.. Apa yang sudah kulakukan tadi malam, aku benar-benar tidak habis pikir. Kalau malam waktu itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan. Tapi malam ini, aku dan Indun benar-benar melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut membuat anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membuatku merasa bertambah sayang pada anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu dan kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama telanjang. Aku lihat si Indun masih nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya.
“Ndun… Bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku.
Indun nampak kaget dan segera duduk.

“Oh, Bu.. Maaf aku kesiangan…” katanya gugup.
“Gak papa Ndun, aku yang salah mengajakmu tadi malam”
Kami berpandangan.
“Maaf Bu. Aku benar-benar tidak sopan”
“Lho, khan bukan kamu yang mengajak kita tidur bersama. Aku yang salah Ndun” bisikku pelan.
Indun menatapku, “Aku sayang sama Ibu…” katanya pelan.
“Ndun, kamu punya pacar?”
“Belum, bu”
“Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya soal kita”
“Iya bu, gak mungkinlah”
“Aku takut kamu rusak karena aku”
“Gak kok Bu, aku sayang sama Ibu”
“Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya” kataku kawatir.
“Tidak Bu, aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, masih boleh ya…” katanya pelan.
Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak itu.
“Aku juga sayang kamu Ndun. Sini Ibu peluk” Indun mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya merangkul pinggangku, dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar serasa berpacaran dengan anak kecil itu. Mulut kami saling bergumul dengan panasnya.
Aku lihat penis anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena efek pagi hari. Tanganku meraih batang itu dan mengocoknya pelan-pelan.

Aku berpikir cepat, karena pagi ini Indun harus sekolah, aku harus segera menuntaskan ketegangan penis itu. Aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan pada meja rias. Sambil melihat Indun lewat cermin aku menyuruhnya.
“Ndun, kamu pakai jeli itu lagi. Cepat masukin lagi penismu ke pantat Ibu”
Indun buru-buru melumas batangnya. Aku menyorongkan bungkahan pantatku. Dari cermin aku dapat melihat muku dan badanku sendiri. Ohh… agak malu juga aku melihat tubuhku yang mulai membengkak di sana-sini, tapi masih penuh dengan nafsu birahi.
“Cepat Ndun, nanti kamu terlambat sekolah”, perintahku.
Sambil memeluk perutku, Indun mendorong penisnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam sudah disodok-sodok itu segera menerima batang yang mengeras itu. Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat melihat adegan seksi itu lewat cermin, di mana mukaku terlihat sangat nafsu dan juga muka Indun yang mengerang-erang di belakangku.

“Ayo, Ndun, sodok yang kuat”

“Iyyyaaa.. Bu”

“Terusss… Cepat”

Sodokan-sodokan Indun semakin cepat. Lobang pantatku semakin elastis menerima batang imut itu. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Indun membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati puncak yang barusan kami daki.
“Ohhh…”
Sejenak kemudian aku lepaskan pantatku dari penisnya.
“Udah Ndun. Sana kamu mandi, pulang. Nanti kamu terlambat lho sekolahnya” kataku sambil tersenyum.
Indun mencari-cari pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Indun ada di ruang tamu. Aku suruh si Indun nunggu di kamar, dan aku segera berpakaian dan keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa dan terselip, sehingga Mbok Imah yang biasanya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu. Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar. Si Indun yang tadinya nampak panik berubah tenang. Setelah memakai celananya, Indun kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja tamu. Setelah itu dia pamit pulang. Aku segera mandi. Di kamar mandi aku merasakan sedikit perih di bagian lobang pantatku. Baru kali ini lobang itu menjadi alat seks, itu pun justru dengan anak kecil yang belum tahu apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghilangkan rasa gundah di dadaku.



######################
Sorenya Indun kembali main ke rumah. Dia sudah sibuk membereskan buku-buku di gazebo kami. Malam itu Indun tidur lagi di kamarku. Mas Prasojo baru pulang besok harinya. Selama berjam-jam kami kembali bercinta. Kami saling berpelukan dan berbagi kasih selayaknya sepasang kekasih. Tapi sebelum jam 1 aku suruh Indun untuk segera tidur, aku kawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku.

“Ndun, tadi kamu di sekolah gimana?” bisikku setelah kami selesai ronde ke tiga. Kami berpelukan dengan mesra di tengah ranjang.
“Biasa aja Bu”
“Kamu gak kelelahan atau ngantuk di sekolah?”
“Iya Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang”
“Aku takut menganggu sekolahmu”
“Gak kok Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran”
“Okelah kalau gitu. Tapi setelah ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu”
“Iya Bu”
“Besok Mas Prasojo pulang, kamu gak bisa nginap disini”
“Iya, Bu. Tapi kapan-kapan saya siap menemani Ibu di sini”
“Yee…. maunya. Ya gak papa”, kataku sambil mencubit pinggangnya.
“Aku mau jadi pacar Ibu”
“Lho aku khan sudah bersuami?”
“Ya gak papa, jadi apa saja deh”
“Aku justru kasihan sama kamu. Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?”
“Iya Bu. Aku tetap sayang sama Ibu. Mau dijadiin apa saja juga mau”
“Idihh.. ya udah. Bobok yuk” kataku kelelahan.
Kami tidur berpelukan sampai pagi.


#######################
Setelah malam itu, aku semakin sering bercinta dengan Indun. Kapan pun ada kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Indun sangat memperhatikan bayi dalam kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan mengelus-elusnya. Kasihan juga aku lihat anak kecil itu sudah merasa harus jadi bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan penis kecil anak itu. Padahal aku sudah punya penis yang jauh lebih besar dan tersedia untukku. Bayangkan, beda usiaku dengan Indun mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang semakin membesar. Indun bahkan sering ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar. Indun semakin perhatian padaku dan anak dalam kandunganku. Kami sangat bahagia karena bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat. Aku selalu mengingatkan Indun untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan terlalu memikirkan anaknya. Yang paling tidak bisa dicegah adalah, Indun semakin lama semakin kecanduan lobang pantatku. Lama-lama aku juga merasakan hal yang sama. Seolah-olah lobang pantatku menjadi milik eksklusif Indun, sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Indun dan suamiku. Sampai sekarang, suamiku tidak pernah tahu kalau pantatku sudah dijebol oleh Indun. Lama-lama aku kawatir juga dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom untuk Indun kalau dia minta lobang pantatku. Indun sih oke-oke saja. Dia juga kawatir, walaupun dia sangat senang ketika masuk ke lubang pantatku.
Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, sehingga aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku sering mendapat kondom gratis dari kelurahan. Mungkin karena masih masa pertumbuhan, dan sering kupakai, aku melihat lama kelamaan penis Indun juga mengalami pembesaran. Penis yang semakin berpengalaman itu tidak lagi seperti penis imut pada waktu pertama kali masuk ke vaginaku, tapi sudah menjelma menjadi penis dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, kalau aku adalah salah satu sebab dari pertumbuhan instant dari penis Indun. Kekuatan penis Indun juga semakin luar biasa. Dia tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih kuat dari suamiku. Karena perutku semakin membesar aku jadi sering pakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa bawahan. Orang pasti mengira aku selalu pakai cd, padahal sering aku malas memakainya. Entah karena gawan ibu hamil atau karena nafsu birahiku yang semakin gila.


##########################
Waktu ibu Indun mau naik haji, aku ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat dengan ibu Indun. Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Karena keluarga Indun termasuk keluarga yang terpandang di desa kami, maka acara pengajian itu menjadi acara yang besar-besaran. Banyak ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah Bu Ro. Kalau aku ke sana aku lebih sering karena ingin ketemu Indun. Acara pengajian dan keberadaan Mas Prasojo di rumah membuat kesempatanku bertemu dengan Indun menjadi sangat terbatas. Sudah lama Indun tidak merasakan lobang pantatku. Aku sendiri bingung bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Indun. Walaupun aku sering pergi ke rumahnya dan kadang-kadang juga diantar Indun untuk berbelanja sesuatu untuk keperluan pengajian, tapi tetap saja kami tidak punya kesempatan untuk bercinta. Akhirnya pada saat pengajian besar itu aku mendapatkan ide. Sorenya, segera kutelepon Indun menggunakan telepon rumah, karena aku sangat hati-hati memakai hp, apalagi untuk urusan Indun.
“Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Lani. Gimana Bu persiapan nanti malam, sudah beres semua?”
“Oh, Bu Lani. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya bu. Kalau gak ada Ibu, kita bingung nih” jawab Bu Ro.
“Iya, beres Bu. Saya sama Bu Anjar sudah kangenan setelah magrib langsung kesitu, kok Bu. Indun ada Bu Ro?”
“Ada Bu, sebentar ya Bu”
Setelah Indun yang memegang telepon, aku segera bilang:
“Ndun nanti malam kamu pake celana yang bisa dibuka depannya ya” kataku pelan
“Iya Bu” jawab Indun agak bingung.
“Terus kamu pakai kondom kamu…”


Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran. Halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota. Bu Ro memang tokoh yang disegani masyarakat. Aku datang bersama ibu-ibu RT dengan memakai baju atasan longgar yang menutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat, karena memang lagi biasa dipakai ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku. Yang tidak biasa adalah bahwa aku tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cdku di rumah, karena aku punya sebuah ide untuk Indun. Setelah semua urusan kepanitiaan beres, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian aku dan beberapa ibu yang lain pindah ke halaman, karena lebih bebas dan bisa berdiri. Hanya saja halaman itu sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung. Di kejauhan aku melihat Indun dan memberinya kode untuk mengikutiku. Indun beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengajak Bu Anjar untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu agak gelap karena bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun demikian, banyak anggota jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan.

“Kita sini aja Bu, kalau Ibu mau. Tapi kalau ibu keberatan, silakan Ibu pindah ke sana” kataku pada Bu Anjar.
“Gak papa Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman, hihihi..” kata Bu Anjar.
“Iya , ya. Biasanya pengajian ginian bisa sampai jam 12 lho”
Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian. Ternyata di sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang juara negrumpi. Kami segera terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ceramah kalau pas ada cerita-cerita lucu. Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu Kesti mendapat tempat duduk di sebelahku.
“Bu, monggo kalau mau duduk” tawarnya padaku.
“Wah gak usah Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja” jawabku. Padahal aku sedang menunggu Indun yang sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami.

Akhirnya Indun tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Indun, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku. Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku Bu Anjar dan Bu Kesti. Sementara Indun dengan segera berdiri tepat di belakangku. Dengan diam-diam aku menempelkan pantatku ke badan Indun. Indun tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yang semlohai segera menempel pada penis Indun yang sudah tegang di balik celananya.
Aku berbisik pada Indun, “buka, Ndun. Udah pakai kondom?”


Indun mengangguk dan membuka risliting celananya. Segera tersembul batangnya yang sudah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku sudah kuberi lobang di bagian belahan pantatku. Indun nampak terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku. Dengan pelan-pelan diarahkannya batang kerasnya ke lobang pantatku. Dan, slepppp. Masuklah batang itu ke lobang favoritnya. Tangan Indun masuk ke dalam bajuku sambil mengelus-elus perutku. Batangnya berada di dalam lobangku sambil sesekali dimaju mundurin. Kami bercinta di tengah keramaian dengan tanpa ada yang menyadarinya. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua ibu-ibu tetanggaku itu. Sementara di kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan.


Sekitar satu jam Indun memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba vaginaku berkedut-kedut, pengen ikut disodok. Kalau dari belakang berarti aku harus lebih nunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar penis Indun dan kulepas kondomnya. Aku kembali mengarahkannya, kali ini ke lubang vaginaku. Indun mengerti. Lalu, bless.. dengan lancarnya penis itu masuk ke vaginaku dari belakang. Ohh, enak sekali. Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah maupun obrolan dua ibu-ibu itu. Karena hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berlangsung cukup lama. Kepalaku sudah mulai berkunang-kunang kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Indun semakin ngos-ngosan. Beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan langsung memegang sandaran bangku di depanku. Indun juga kemudian memuncratkan maninya dalam vaginaku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu. Setelah agak reda, aku mendorong Indun dan mengeluarkan penisnya. Cepat-cepat Indun memasukkan dalam celananya, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku dan ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Untung saja aku dan Indun sudah selesai. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Indun untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat kami setelah hari-hari yang sibuk yang memisahkan kami.

Tamat

Read More

Pemerkosaan Buas Nikmati Gadis SMA

Pemerkosaan Buas Nikmati Gadis SMA

Hari telah senja awan mendung pun mulai menyelimuti kota metropolitan ini membuat suasana semakin gelap, di saat itu di sebuah SMA Negeri terkenal di kota itu nampak gadis-gadis membubarkan diri dari sebuah ruang aula olahraga. Mereka mengakhiri latihan rutin paduan suaranya.

Tawa dan canda khas gadis-gadis SMA mengiringi mereka bubar, satu demi satu mereka keluar dari halaman sekolah yang telah gelap itu. Sementara itu suara gunturpun terdengar pertanda hujan akan segera turun. Ada yang dijemput oleh orangtuanya, adapula yang membawa mobil pribadi, dan ada juga yang menggunakan angkutan umum.

Aku sangatlah hafal dengan aktifitas anak-anak SMA ini, karena memang sudah hampir sebulan ini aku bekerja sebagai tukang cat disekolah ini. Usiaku memang sudah tidak muda lagi, saat ini aku berusia 48 tahun. Aku adalah seorang duda, istriku sudah lama minggat meninggalkanku setelah mengetahui aku tengah melakukan hubungan intim dengan keponakannya. Reputasiku sebenarnya lebih banyak didunia hitam, dulu aku dikenal sebagai seorang germo yang aku sambi dengan berdagang ganja. Namun beberapa bulan yang lalu semua para wanita yang aku jajakan terkena razia dan kemudian bisnis ganjaku hancur setelah kurir yang biasa membawa ganja ditembak mati oleh aparat.

Di sekolah ini aku tidaklah sendirian aku masuk bekerja dengan sahabatku yang bernama Charles yang seorang residivis kambuhan. Usianya tidak begitu jauh denganku yaitu 46 th, perawakannya tinggi besar rambutnya panjang dan kumal. Kami berdua sengaja hidup berpindah-pindah tempat. Kami bukanlah pekerja tetap di sekolah ini, kami hanya mendapat order untuk mengerjakan pengecatan kusen-kusen pintu-pintu kelas di sekolah ini.

Kami tidak dibayar mahal namun kami memiliki kebebasan untuk tinggal dilingkungan sekolah ini. Maklumlah kami adalah perantau yang hidup nomaden. Di antara gadis-gadis tadi, ada salah seorang yang paling menonjol. Aku sangatlah hafal dengannya. Karena memang dia cantik, lincah dan aktif dalam kegiatan sekolah, sehingga akupun sering melihat dia mondar-mandir di sekolahan ini.

Adinda Wulandari namanya. Postur tubuhnya mungil, wajahnya cantik dan imut-imut, kulitnya putih bersih serta wangi selalu, rambutnya ikal panjang. Penampilannyapun modis sekali, seragam sekolah yang dikenakannya selalu berukuran ketat, rok seragam abu-abunya berpotongan sejengkal di atas lutut sehingga pahanya yang putih mulus itu terlihat, ukuran roknyapun ketat sekali membuat pantatnya yang sekal itu terlihat menonjol, sampai-sampai garis celana dalamnya pun terlihat jelas melintang menghiasi lekuk pantatnya, tak lupa kaos kaki putih selalu menutupi betisnya yang putih mulus itu.

Tidak bisa kupungkiri lagi aku tengah jatuh cinta kepadanya. Namun perasaan cintaku kepada Adinda lebih didominasi oleh nafsu sex semata. Gairahku memuncak apabila aku memandanginya atau berpapasan dengannya disaat aku tengah bekerja di sekolah ini. Ingin aku segera meyetubuhinya. Banyak sudah pelacur-pelacur kunikmati akan tetapi belum pernah aku menikmati gadis perawan muda yang cantik dan sexy seperti Adinda ini. Aku ingin mendapatkan kepuasan itu bersama dengan Adinda.

Informasi demi informasi kukumpulkan dari orang-orang disekolah itu, dari penjaga sekolah, dari tukang parkir, dari karyawan sekoah. Dari merekalah aku mengetahui nama gadis itu. Dan dari orang-orang itupun aku tahu bahwa Adinda adalah seorang siswi yang duduk di kelas 2, umurnya baru 16 tahun. Beberapa saat yang lalu dia merayakan hari ulang tahunnya yang ke-16 di kantin sekolah ini bersama teman-temannya sekelas. Diapun termasuk siswi yang berprestasi, aktif dalam kegiatan paduan suara dan paskibra di sekolah ini. Dan yang informasi terakhir yang kudapat bahwa dia ternyata adalah salah seorang finalis foto model yang diselenggarakan oleh sebuah majalah khusus untuk remaja putri terkenal di Negeri ini dan bulan depan dia akan mengikuti seleksi tahap akhir.

Kini disaat sekolah telah sepi salah satu dari gadis-gadis anggota paduan suara tadi itu tengah merintih-rintih dihadapanku. Dia adalah gadis yang terakhir kalinya masih tersisa di dalam sekolah ini, yang sedang asyik bercanda ria dengan temannya melalui HP-nya, semetara yang lainnya telah meninggalkan halaman sekolah. Beberapa menit yang lalu melalui sebuah pergulatan yang tidak seimbang aku telah berhasil meringkusnya dengan mudah, kedua tangannya kuikat dengan kencang kebelakang tubuhnya, dan mulutnya kusumpal dengan kain gombal. Setelah itu kuseret tubuhnya ke bangsal olahraga yang berada di bagian belakang bangunan sekolah ini.

Tidak salah salah lagi gadis itu adalah Adinda, gadis cantik sang primadona sekolah ini yang telah lama kuincar. Aku sangat hafal dengan kebiasaannya yaitu menunggu jemputan supir orang tuanya di kala selesai latihan sore dan sang supir selalu terlambat datang setengah jam dari jam bubaran latihan. Sehingga dia paling akhir meninggalkan halaman sekolah. Kini dia meringkuk dihadapanku, dengan tangisannya yang teredam oleh kain gombal yang kusumpal di mulutnya.

Sepertinya dia memohon-mohon sesuatu padaku tetapi apa peduliku, air matanya nampak mengalir deras membasahi wajahnya yang cantik itu. Sesekali nampak dia meronta-ronta mencoba melepaskan ikatan tali tambang yang mengikat erat di kedua tangannya, namun sia-sia saja, aku telah mengikat erat dengan berbagai simpul.

Posisinya kini bersujud di hadapanku, tangisannya kian lama kian memilukan, aku menyadari sepenuhnya bahwa dia kini tengah berada dalam rasa keputusasaan dan ketakutan yang teramat sangat di dalam dirinya. Kunyalakan sebatang rokok dan kunikmati isapan demi isapan rokok sambil kutatap tajam dan kupandangi tubuh gadis cantik itu, indah nian tubuhnya, kulitnya putih bersih, pantatnya sekal berisi.

Kunikmati rintihan dan tangis gadis cantik yang tengah dilanda ketakutan itu, bagai seseorang yang tengah menikmati alunan musik di dalam ruangan sepi. Suara tangisnya yang teredam itu memecahkan kesunyian bangsal olahraga di sekolah yang tua ini. Sesekali dia meronta-ronta mencoba melepaskan tali ikatan yang mengikat kedua tangannya itu.

Lama kelamaan kulihat badannya mulai melemah, isak tangisnya tidak lagi sekeras tadi dan sekarang dia sudah tidak lagi meronta-ronta mungkin tenaganya telah habis setelah sekian lamanya menagis meraung-raung dengan mulutnya yang telah tersumbat. Sepertinya di dalam hatinya dia menyesali, kenapa Heru supirnya selalu terlambat menjemputnya, kenapa tadi tidak menumpang Desy sahabat karibnya yang tadi mengajaknya pulang bareng, kenapa tadi tidak langsung keluar dari lingkungan sekolah di saat latihan usai, kenapa malah asyik melalui HP bercanda ria dengan Fifi sahabatnya. Yah, semua terlambat untuk disesali pikirnya, dan saat ini sesuatu yang mengerikan akan terjadi pada dirinya.

“Beres Yon.., pintu pagar depan sudah gue tutup dan gembok”, terdengar suara dari seseorang yang tengah memasuki bangsal.

Ternyata Charles dengan langkah agak gontai dia menutup pintu bangsal yang mulai gelap ini.

“OK.. Sip, gue udah beresin nih anak, tinggal kita pake aja..”, ujarku kepada Charles sambil tersenyum.

Kebetulan malam ini Pak Parijan sang penjaga sekolah beserta keluarganya yang tinggal di dalam lingkungan sekolah ini yaitu sedang pulang kampung, baru besok lusa mereka kembali ke sekolah ini. Mereka langsung mempercayakan kepada kami untuk menjaga sekolah ini selama mereka pergi.

Maka tinggallah kami berdua bersama dengan Adinda yang masih berada di dalam sekolah ini. Pintu gerbang sekolah telah kami rantai dan kami gembok sehingga orang-orang menyangka pastilah sudah tidak ada aktifitas atau orang lagi di dalam gedung ini. Pak Heru sang supir yang menjemput Adinda pastilah berpikiran bahwa Adinda telah pulang, setelah melihat keadaan sekolah itu.

Kupandang lagi tubuh Adinda yang lunglai itu, badannya bergetar karena rasa takutannya yang teramat sangat di dalam dirinya. Hujanpun mulai turun, ruangan di dalam bangsal semakin gelap gulita angin dinginpun bertiup masuk ke dalam bangsal itu, Charles menyalakan satu buah lampu TL yang persis diatas kami, sehingga cukup menerangi bagian disekitar kami saja. Kuhisap dalam-dalam rokokku dan setelah itu kumatikan. Mulailah kubuka bajuku satu per satu, hingga akhirnya aku telanjang bulat. Batang kemaluanku telah lama berereksi semenjak meringkus Adinda di teras sekolah tadi.

“Gue dulu ya..”, ujarku ke Charles.

“Ok boss..”, balas Charles sambil kemudian berjalan meninggalkan aku keluar bangsal.

Kudekati tubuh Adinda yang tergolek dilantai, kuraba-raba punggung gadis itu, kurasakan detak jantungnya yang berdebar keras, kemudian tanganku turun hingga bagian pantatnya yang sekal itu, kuusap-usap pantatnya dengan lembut, kurasakan kenyal dan empuknya pantat itu sambil sesekali kutepok-tepok. Badan Adinda kembali kurasakan bergetar, tangisnya kembali terdengar, sepertinya dia kembali memohon sesuatu, akan tetapi karena mulutnya masih tersumbat suaranyapun tidak jelas dan aku tidak memperdulikannya.

Dari daerah pantat tanganku turun ke bawah ke daerah lututnya dan kemudian menyelinap masuk ke dalam roknya serta naik ke atas ke bagian pahanya. Kurasakan lembut dan mulus sekali paha Adinda ini, kuusap-usap terus menuju keatas hingga kebagian pangkal pahanya yang masih ditutupi oleh celana dalam.

Karena sudah tidak tahan lagi, kemudian aku posisikan tubuh Adinda kembali bersujud, dengan kepala menempel dilantai, dengan kedua tangannya masih terikat kebelakang. Aku singkapkan rok seragam abu-abu SMA-nya sampai sepinggang.

“Waw indah nian.. Gadis ini” gunamku sambil melototi paha dan pantat sekal gadis ini.

Kemudian aku lucuti celana dalamnya yang berwarna putih itu, terlihatlah dua gundukan pantat sekal gadis ini yang putih bersih. Sementara Adinda terus menangis kini aku memposisikan diriku berlutut menghadap ke pantat gadis itu, kurentangkan kedua kakinya melebar sedikit. Dengan jari tengahku, aku coba meraba-raba selangkangan gadis ini. Disaat jari tengahku menempel pada bagian tubuhnya yang paling pribadi itu, tiba-tiba tubuh gadis ini mengejang. Mungkin saat ini pertama kali kemaluannya disentuh oleh tangan seorang lelaki.

Di saat kudapatkan bibir kemaluannya kemudian dengan jariku itu, aku korek-korek lobang kemaluannya. Dengan maksud agar keluar sedikit cairan kewanitaannya dari lobang kemaluannya itu. Tubuhnya seketika itu menggeliat-geliat disaat kukorek-korek lobang kemaluannya, suara desahan-desahanpun terdengar dari mulut Adinda, tidak lama kemudian kemaluannya mulai basah oleh cairan lendir yang dikeluarkan dari lobang vaginanya.

Setelah itu dengan segera kucabut jari tengahku dan kubimbing batang kemaluanku denga tangan kiriku kearah bibir vagina Adinda. Pertama yang aku pakai adalah doggy style, ini adalah gaya favoritku. Dan..

“Hmmpphh..”, terdengar rintihan dari mulut Adinda disaat kulesakkan batang kemaluanku kebibir vaginanya. Dengan sekuat tenaga aku mulai mendorong-dorong batang kemaluanku masuk kelobang kemaluannya. Rasanya sangat seret sekali, karena sempitnya lobang kemaluan gadis perawan ini. Aku berusaha terus melesakkan batang kemaluanku kelobang kemaluannya dengan dibantu oleh kedua tanganku yang mencengkram erat pinggulnya.

Kulihat badan Adinda mengejang, kepala mendongak keatas dan sesekali menggeliat-geliat. Aku tahu saat ini dia tengah merasakan sakit dan pedih yang tiada taranya. Keringat terus mengucur deras membasahi baju seragam sekolahnya, namun harum wangi parfumnya masih terus tercium, membuat segarnya aroma Adinda saat itu, rintihan-rintihan terdengar dari mulutnya yang masih tersumpal itu.

Dan akhirnya setelah sekian lamanya aku terus melesakkan batang kemaluanku, kini bobol sudah lobang kemaluan Adinda. Aku telah berhasil menanamkan seluruh batang kemaluanku ke dalam lobang vaginanya. Kurasakan kehangatan di sekujur batang kemaluanku, dinding vagina Adinda terasa berdenyut-denyut seperti mengurut-urut batang kemaluanku.

Sejenak kudiamkan batang kemaluanku tertanam di dalam lobang vaginanya, kunikmati denyutan-demi denyutan dinding vagina Adinda yang mencengkram erat batang kemaluanku. Selanjutnya kurasakan seperti ada cairan mengucur mengalir membasahi batang kemaluanku dan kemudian meluber keluar menetes-netes. Ah.. Ternyata itu darah, berarti aku telah merenggut keperawanan dari gadis cantik ini.

Sementara itu kepala Adinda kembali tertunduk di lantai, desah nafasnya terdengar keras, badannya melemas. Setelah itu, aku mulai memompakan kemaluanku di dalam lobang vaginanya. Kedua tanganku yang mencengkram erat pinggulnya juga membantu memajumundurkan tubuhnya. Badan Adinda kembali tegang, rintihan kembali terdengar. Semakin lama aku semakin mempercepat gerakanku, hingga tubuh Adinda tersodok-sodok dengan cepat sesekali, badannya juga menggeliat-geliat.

Raut mukanya meringis-ringis akibat rasa sakit di selangkangannya. Hujanpun mulai turun dengan deras dan aku ingin menikmati rintihan-rintihan dari gadis ini. Sementara aku terus menyodok-nyodok dari belakang, aku putuskan untuk membuka gombal yang sedari tadi membekap mulutnya.

Dan, “Aakk.. Akkhh.. Oohh.. Ooh.. Iihh.. Oohh..”, suara erangan Adinda kini terdengar, kunikmati suara-suara itu sebagai penghantar diriku yang tengah menyetubuhi gadis ini.

Suaranya menggema di seluruh bangsal olahraga ini, namun masih tertelan oleh suara derasnya hujan diluar. Adinda semakin terlihat kepayahan, tubuhnya melemah namun aku masih terus menggenjotnya, gerakanku semakin cepat.

Bosan dengan posisi itu aku cabut kemaluanku dari lobang vaginanya dan kulihat darah berceceran membasahi selangkangannya dan kemaluanku. Sejenak Adinda mendesahkan nafas lega, kubalik tubuhnya, dan kini posisi dia telentang. Setelah itu kurentangkan kedua kakinya dan kulipat hingga kedua pahanya menyentuh dadanya. Kulihat jelas kemaluan gadis ini, indah sekali. Bulu-bulunya yang masih jarang-jarang itu tumbuh menghias di sekitar bibir kemaluannya.

“Ohh.. Jangann Bang.. Ampun.. Bang.. Oohh.. Sakitt sekali.. Bang”, terdengar Adinda merintih pelan memohon belas kasihan kepadaku.

Dengan menyeringai aku tindih tubuh Adinda itu. Kembali aku benamkan batang kemaluanku di dalam lobang vaginanya.

“Aakkhh..”, Adinda terpekik matanya terpejam, roman mukanya kembali meringis kesakitan dikala aku menanamkan batang kemaluanku ke dalam lobang kemaluannya.

Setelah itu aku kembali memompakan tubuhku, menggenjot tubuh Adinda. Batang kemaluanku dengan gaharnya mengaduk aduk, menyodok-nyodok lobang kemaluannya. Tubuh Adinda kembali tersodok-sodok. Sesekali kuputar-putar pinggulku, yang membuat tubuh Adinda kembali kelojotan, dari bibir Adinda terdengar desahan-desahan halus “Ohh.. Enngghh.. Oohh.. Ohh.. Oohh..”.

Setelah sekian menit lamanya aku menyetubuhinya, aku merasakan diriku akan berejakulasi. Segera kupeluk kepalanya dan kucengkram erat dengan kedua tanganku setelah itu irama gerakanku kupercepat.

Kulihat raut muka Adinda saat itu nampak panik, sinar matanya menunjukkan kekalahan dan kepedihan. Dengan tatapan sayu dia memandangiku disaat aku mengejan menyemprotkan spermaku yang terakhir. Ahh nikmat sekali gadis ini, baru kali ini aku merengut keperawanan seorang gadis kota yang cantik.

Setelah itu akupun merebahkan tubuhku menindih tubuhnya yang lemah, sambil mengatur nafasku. Tubuhku berguncang-guncang akibat dari isakan-isakan tangisnya serta nafasnya yang tersengal-sengal, sementara itu kemaluanku kubiarkan tertanam di dalam lobang kemaluannya.

Kubelai-belai rambutnya, kukecup-kecup pipi dan bibirnya. Terasa lembut sekali bibirnya, kumainkan lidahku di dalam mulutnya, sejenak aku bercumbu mesra dengan Adinda. Dia hanya terisak-isak dengan nafas yang terus tersengal-sengal. Akhirnya kusudahi permainanku ini, aku bangkit sambil mencabut kemaluanku. “Ouugghh..”, Adinda merintih panjang saat kutarik kemaluanku keluar dari lobang vaginanya.

Kulihat diselangkangannya telah penuh dengan cairan-cairan kental dan darah penuh membasahi bulu-bulu kemaluannya. Tak kusadari Charles ternyata telah berdiri didekatku, dan rupanya dia telah telanjang bulat menunggu gilirannya, badannya yang kekar dan tinggi itu nampak semakin sangar dengan banyaknya gambar-gambar tattoo yang menghiasi sekujur dada dan lengannya. Dengan rasa toleran sebagai seorang sahabat, akupun menyingkir dari tubuh Adinda yang tergolek lemas dilantai. Aku ambil jarak beberapa meter dari tubuh Adinda kemudian aku kembali merebahkan tubuhku. Dengan tiduran terlentang dilantai aku menggali kembali rasa nikmatku setelah melampiaskan nafsuku ke Adinda tadi.

Sedang asyik-asyiknya aku istirahat, terdengar olehku bunyi sesuatu, “Srett.. Sreett.. Sreett.. Brett..” diikuti oleh isak tangis Adinda yang terdengar kembali.

Setelah kuperhatikan, oh ternyata Charles dengan sebuah pisau cutter ditangannya tengah sibuk merobek-robek baju seragam Adinda. Dengan kasarnya Charles mencabik-cabik baju seragam putih Adinda, termasuk BH putih yang dikenalkannya. Dan akhirnya kini badan Adinda telah telanjang, kedua buah payudaranya yang tidak begitu besar kini terpampang jelas. Termasuk juga rok abu-abu yang melilit di pinggangnya setelah kusingkap tadi dirobek-robeknya, haya sepasang kaos kaki putih setinggi betisnya serta sepatu kets masih dikenakannya.

Cerita Sex – “Ouuhh.. Ammpuunn.. Bang.. Ampun..”, suara Adinda terdengar lirih memohon-mohon ampun ke Charles yang sepertinya tengah kalap kemasukan setan itu.

Setelah itu dengan gombal yang tadi menyumpal mulut Adinda, Charles membersihkan daerah selangkangan Adinda. Dengan sedikit kasar Charles mengusap-usap selangkangan Adinda sampai-sampai tubuh Adinda menggeliat-geliat. Akupun kembali merebahkan tubuhku, mengatur nafasku serta kunyalakan sebatang rokok sebagai penghantar istirahatku.

Sementara itu hujan diluar mulai reda, namun angin dingin terus berhembus masuk ke dalam bangsal tempat pembantaian Adinda ini. Tiba-tiba semenit kemudian di kala aku sedang rebahan dan asyik-asyiknya menikmati rokokku. Terdengar olehku jerit Adinda yang memilukan “Aaakkhh..”.

Akupun terbangun, kulihat dari asal suara itu. Ternyata Charles tengah menyodomi Adinda. Posisi Adinda kembali bersujud dengan kepala yang mendongak keatas, bola matanya terbelalak, wajahnya cantiknya terlihat miris sekali, mulutnya menganga membentuk huruf “O” dan Charles berada dibelakangnya tengah asyik menanamkan batang kemaluannya yang besar itu ke dalam lobang anus Adinda.

“Aakkhh..” Charlespun mendesah lepas tatkala dia berhasil menanamkan batang kemaluannya dilobang anus Adinda.

Setelah itu lubang anus Adinda dihujani sodokan-sodokan batang kemaluan Charles, Charles melakukannya dengan gerakan yang cepat dan kasar sampai-sampai tubuh Adinda terdorong-dorong dan tersodok-sodok dengan keras. Tidak ada suara rintihan lagi yang keluar dari mulut Adinda mungkin karena suara tertahan ditenggorokannya karena menahan rasa sakit yang dideritanya, akan tetapi badannya masih kaku menegang, raut mukanya kini meringis-ringis, mulutnya masih saja menganga terbuka.

Rasa sakit dan pedih kembali melanda dirinya yang tengah disodomi oleh Charles. Melihat ini aku kebali terangsang, nafsu birahiku kembali memuncak. Aku bangkit dari rebahanku mendekati mereka berdua. Kemaluanku kembali ereksi melihat keadaan Adinda yang tengah menderita. Kuamati wajahnya dari dekat dan dia masih terlihat cantik, keringatpun mengucur deras membasahi wajah cantiknya.

Aku dengan posisi berlutut berada didepan wajah Adinda, yang masih mendongak kesakitan itu, sementara itu seluruh badannya terus tersodok-sodok karena ulah Charles yang menggenjotnya dari belakang. Kini aku dan Charles berhadap-hadapan sementara Adinda berada ditengah-tengah kami. Charlespun menghentikan sejenak genjotannya untuk memberikan kesempatan padaku memposisikan diri. Kuraih batang kemaluanku yang telah berdiri tegak, dan kujejalkan kemulut Adinda yang masih menganga itu.

Ah, rasa dingin dan basah menyelimuti sekujur batang kemaluanku tatkala masuk di dalam rongga mulut Adinda. Nikmat rasanya, juga kurasakan kelembutan mulut dan bibirnya di sekujur batang kemaluanku. Setelah itu kembali Charles menggenjot tubuh Adinda dari belakang. Kulirik mata Adinda menjadi sayu, nafasnya tersengal-sengal, aku hanya berdiri santai saja, karena tubuh Adinda yang bergerak-gerak maju mundur sebagai akibat sodokan-sodokan Charles yang tengah mulai menyodominya kembali dari belakang. Kubelai-belai rambutnya yang indah, sambil kutatap wajah dan badannya.

“Ahh.. Ahh.. Ah..”, nikmat sekali rasanya mulut gadis ini, sambil memejamkan mata dan menikmati rokok aku terus merasakan kenikmatan di sekujur batang kemaluanku yang tengah dikulum keluar masuk mulut Adinda.

Tidak lama kemudian Charles semakin cepat menggenjot, memompa lobang anus Adinda, badannya semakin banyak mengeluarkan keringat, kulihat dia sepertinya akan berejakulasi. Benar saja, tubuhnya nampak menggelinjang dan dan menegang, dari mulut Charles keluar pekikan kecil yang disusul oleh desahan yang penuh dengan kepuasan. Charlespun berejakulasi dilubang dubur Adinda. Setelah itu badan Charlespun ambruk disamping badan Adinda.

Akan tetapi posisiku masih tetap seperti semula, kemaluanku masih tertanam dimulut Adinda. Kubuang rokokku dan dengan kedua tanganku kuraih kepala Adinda, kini dengan gerakan tanganku kepala Adinda ku maju-mundurkan. Ah.. Nikmat rasanya, kemaluanku seperti dipijit-pijit dengan mulut Adinda, bibir sensualnya melingkari batang kemaluanku, memberi rasa nikmat tersendiri, kurasakan pula lidahnya menggelitik kepala batang kemaluanku, ah nikmatnya penuh sensasi.

Setelah sekian lama menikmati itu, tiba-tiba kembali aku akan berejakulasi, maka kugerakkan kepalanya semakin cepat untuk mengulum batang kemaluanku. Dan, akupun berejakulasi di dalam mulut Adinda, spermaku memancar keluar membasahi mulut hingga tenggorokannya sampai-sampai meleleh keluar dari mulutnya.

Rasa nikmat yang tiada taranya kembali melanda sekujur tubuhku. Kucabut batang kemaluanku dari mulutnya, dan Adinda terbatuh-batuk sepeti akan muntah, samar-samar kulihat mulutnya penuh dengan cairan-cairan lendir kental sampai membuat mulutnya nampak mengkilat karena belepotan cairan sperma.

Wajahnya yang lesu dan lemah sejenak memandangku dengan tatapan mata sayu penuh dengan keputus-asaan serta air mata yang kembali meleleh. Kemudian dia terjatuh lunglai dilantai, hanya suara nafasnya yang terdengar menderu-deru tersengal-sengal dan isakan-isakan tangisnya. Aku kembali merebahkan tubuhku di samping Adinda, akhirnya akupun tertidur.

Tidak lama rupanya aku tertidur, dan kemudian terjaga setelah kembali telingaku menagkap suara erangan-erangan dan rintihan-rintihan. Setelah aku bangun ternyata Charles tengah menyetubuhi Adinda, tubuh telanjang Adinda yang hanya tinggal mengenakan sepasang kaos kaki dan sepatu kets ditiduri oleh Charles. Dengan garangnya Charles menggenjot tubuh Adinda, iramanya cepat dan kasar sekali, tubuh lemah Adinda kembali terguncang-guncang.

Kini nampak roman muka Adinda telah lunglai sepertinya hampir pingsan, beberapa saat yang lalu masih kudengar suara rintihan lemah yang keluar dari mulut Adinda namun kini suara itu hilang sama sekali. Tidak lama kemudian Charlespun berejakulasi, kembali rahim Adinda disiram dan dipenuhi oleh cairan sperma. Adinda nampak tidak sadarkan diri dan pingsan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, 4 jam lamanya kami memperkosa Adinda. Kini tibalah waktu kami untuk angkat kaki, setelah kami berpakaian rapi kemudian kami angkat tubuh Adinda dari ruang aula menuju ke sebuah gudang dibagian paling belakang sekolah ini. Kami rebahkan gadis cantik primadona sekolah ini di sana. Di sisinya kami tebarkan baju seragam sekolah, tasnya serta HP miliknya yang sedari tadi terus berbunyi.

Kini gadis cantik itu, terkulai pingsan di dalam gudang yang kotor, badan telanjangnya dipenuhi dengan cairan-cairan sperma yang mulai mengering, juga darah yang nampak masih menetes dari lubang duburnya sebagai akibat disodomi oleh Charles tadi. Kemaluannyapun terlihat kemerahan dan membengkak. Puas kami memperkosanya.

Tepat pukul 22.15 setelah kami menghilangkan jejak kami, kamipun pergi meninggalkan gedung sekolah ini, berjalan menuju ke pelabuhan dikota metropolitan ini untuk menumpang kapal yang entah kemana membawa kami, menuju ke suatu tempat yang jauh dari kota metropolitan ini.

Tamat
Read More

Cerita Dewasa Selingkuh Dengan Keponakanku Yang Seksi

Cerita Dewasa Selingkuh Dengan Keponakanku Yang Seksi


Cerita Dewasa Selingkuh - Saya ibu rumah tangga berumur 36 tahun yang sehari-sehari mempunyai kegiatan terkait dengan kegiatan sosial yang kadang-kadang menyelenggarakan kegiatan di luar rumah, termasuk rapat-rapatnya. Suami bekerja di pemerintahan.

Anak kami dua yang tertua berumur 14 tahun. Saya sewaktu masih muda kadang-kadang ikut sebagai peragawati dan kadang-kadang juga foto model, dengan tinggi badan 165 cm. Dengan bagian-bagian tubuh depan dan belakang termasuk bagus. Berat badan sekitar 47,5 kg.

Orang bilang saya punya penampilan yang menarik dan seksi terutama juga bibir saya. Apa yang saya akan ceritakan adalah pengalaman saya yang menarik yang telah menjadikan hidup saya terpuaskan lahiriah dan batiniah. Dan telah memperkuat kehidupan perkawinan kami.

Ceritanya berawal pada suatu peringatan ulang tahun suami kakak saya kurang lebih dua tahun yang lalu, dimana banyak sudara-saudara yang membantu dalam persiapannya. Ikut pula membantu keponakan saya Martin, anak kakak saya yang lain lagi.

Martin berumur 21 tahunan, masih kuliah, berperawakan tegap atletis tinggi kurang lebih 1,7 m. Tampangnya cakep dengan rambut hitam bergelombang. Termasuk seksi juga. Genit juga. Suka mencuri-curi memandangi saya, seperti mau menelan.

Kalau bertatap pandang matanya sepertinya tersenyum. Kurang ajar juga pikiran saya, tetapi terus terang saya juga senang. Anaknya simpatik sih. Kadang-kadang ada juga pikiran, enak barangkali kalau mencium Martin atau memeluknya/dipeluk. Kelihatannya ada setrum dan chemistry di antara kami.

Sore itu kakak meminta saya untuk mengambilkan kue tart, karena tidak ada yang bisa dimintai tolong. Karena tidak ada yang lain juga terpaksa Martin yang mengantarkan dengan mobilnya. Apa yang terjadi adalah ketika secara bersama Martin dan saya memungut dompet saya yang terjatuh di garasi. Martin memegang tangan saya menarik dan mencium pipi saya dengan senyum.

Saya tidak bereaksi tetapi juga tidak marah tetapi berusaha memberikan kesan kalau saya juga senang. Sikap saya yang tidak menentang membuatnya kemudian mengulangi ciumannya dalam mobil ketika berhenti di lampu merah. Kali ini ciumannya di mulut sambil menekankan tangannya pada paha. Martin mencium dengan melumat dan memainkan lidahnya.

Meski ini bukan pengalaman saya pertama untuk dicium tetapi saya tergetar seluruh tubuh dan merasakan ada rasa menggelitik dan mengalir di kemaluan saya. Selintas terjadi pertempuran antara ya dan tidak, antara pertahanan kejujuran terhadap suami melawan spontanitas keindahan kemunculan gairah, dan nampaknya kejujuran akan terkalahkan.

Getaran terus menggebu sampai kesadaran muncul dengan reaksi mendorong sambil menggumam, “Jangan di sini, jangan di sini, dilihat orang.” Terus terang keinginan sangat besar untuk tidak menghentikannya, tetapi memang tempatnya tidak tepat. Babak awal telah terbuka, dan cerita tidak ingin terputus dan babak berikut perlu dipanggungkan secara berkelanjutan.

Sepanjang proses pengambilan kue tart Martin pada kesempatan yang memungkinkan selalu mencuri untuk mencium dan sesekali membisikkan kata-kata, “You are beautiful,” dan terakhir menjelang sampai kembali ke rumah dia bisikkan,

“I want you,” sambil mencium telinga saya. Sekali lagi saya tergetar sampai ke bawah. Melirik ke arah dia sambil senyum. Saya harap Martin bisa menangkap senyum saya dan pandangan mata saya sebagai tanda “OK”. Kami diam.

Sesampai di pagar rumah saya bisikkan pada Martin, “Telepon saya besok pagi.” Pesta ulang tahun berjalan dengan lancar. Martin tetap mencuri-curi pandang pada setiap kesempatan. Akhirnya semua pulang, saya pun pulang, bersama suami, dengan berbagai perasaan seperti gadis yang jatuh cinta.

Malam hari menjelang tidur pikiran tidak bisa terlepas dari Martin. Gelitik dan kelembaban terasa disela-sela paha. Karena pikiran dipenuhi Martin mata pun tidak bisa terpejam. Mengharap pagi hari lekas datang. Gila kalau dipikir, kok bisa tergoda, hanyut.

Keesokan harinya pagi-pagi Martin sudah menelepon. Untung bukan suami yang mengangkat. Singkatnya siang itu Martin dan saya lunch, menikmati keberduaan dan kedekatan yang merangsang. Kami meninggalkan dengan Martin memegang inisiatip yang kemudian berakhir di salah satu motel di timur Jakarta, tanpa ada sikap keberatan atau protes dari saya.

Tanpa menunggu pintu kamar motel tertutup rapat, sambil berdiri saya telah berada dipelukan Martin, melumat mulut dengan ciuman yang berapi-api. Tangannya menjelajah keseluruh bagian tubuh saya. Ke bawah rok menekan pantat saya dan menekankan badannya dan burungnya.

Saya menyerah, tangan saya pun jadi ikut menjelajah ke burungnya yang telah sangat keras. Meremasnya dari luar dengan keinginan yang makin menggebu untuk membukanya. “Gila nih, gila nih!” terngiang di benak, tetapi tak mampu menyetop gairah yang sudah memuncak ini.

Setelah memastikan bahwa tidak akan ada gangguan dari room service Martin menggiring saya ke tempat tidur tanpa melepaskan pelukannya. Pelan-pelan dia tidurkan saya dan secara lembut mulai menciumi dari telinga leher mulut, sambil kancing bacu dibuka, dan terus menciumi buah dada saya secara bergantian kanan kiri, BH dilepas, dihisapnya puting dan dijilatnya secara halus. Seluruh badan terasa kena setrum, terangsang.

Kewanitaan saya terasa basah karena memang saya mempunyai kekhasan produksi cairan kewanitaan yang banyak. Martin pun memulai membuka satu persatu bajunya, masih tertinggal CD-nya. Secara pelahan Martin membuka bagian bawah rok sambil tak hentinya menciumi seluruh bagian yang terbuka.

Perut saya dia ciumi bermesra-mesra. Tangannya menjalar juga keseluruh badan dan mendekap pada kewanitaan saya yang telah membasahi CD, sambil mulut Martin mendesah penuh gairah. Saya sudah tak bisa menahan kenikmatan yang rasanya sudah lama tak saya alami lagi.

Tangan Martin mulai dimasukkan ke dalam CD menulusuri kewanitaan saya dengan menggerakkan jarinya. Gila setengah mati rasanya. Mau teriak rasanya. Martin secara halus dan pandai memainkan seluruh badan dan bagian-bagian peka saya. Kewanitaan saya mulai banjir merespon pada rangsangan yang selangit. Gila benar rasanya.

Martin berlanjut dengan membuka CD dan memulai mengkonsentrasikan perhatiannya pada kewanitaan saya. Diciumnya secara perlahan dengan memainkan lidahnya dari atas ke bawah. Paha saya ditegakkan dan dibukanya lebar-lebar.

Diciumnya bibir kemaluan dengan bibirnya secara penuh, dihisapnya secara berkali-kali sambil lidahnya memasuki celah-celah kemaluan saya. Aduh gila rasanya selangit. Ganti dia hisap klitoris secara halus. Dihisapnya, terus. Sampai saya tidak tahan dan sampailah saya pada puncak. Terasa cairan mengalir.

Disertai dengan teriakan ringan tangan memeras rambut Martin. Ini menjadikan Martin lebih lagi menggumuli lubang kemaluan saya. Dia benamkan dan usapkan seluruh wajahnya pada kemaluan saya yang basah dengan desahan kepuasan.

Saya sudah tidak bisa lagi menguasai diri dan terasa selalu tercapai puncak-puncak yang nikmat. Gila benar. Belum pernah saya dibeginikan. Pintar sekali si Martin ini, sepertinya pengalamannya sudah banyak. Saya hanya bisa menggerakkan kepala ke kanan kiri dengan mata terpajam mulut terbuka, dengan suara mendesah keenakan. Gila benar. Selangit.

Kini giliran saya. Martin saya tarik ke atas. Kini batang kemaluannya terasa menekan paha saya. Martin saya balikkan dan batang kemaluannya saya genggam. Wah besar juga dan kencang lagi, sudah basah pula. Langsung saya hisap dengan gairah.

Lidah saya permainkan di ujung kemaluannya sambil dikeluar-masukkan. Martin mengerang. Setelah kurang lebih sepuluh menit Martin melepaskannya. Dia lebih menghendaki keluar di liang kemaluan saya. Kini dia di atas saya lagi dengan posisi batang kemaluan di depan lubang kemaluan.

Dengan ujungnya digerak-gerakkan di bibir kemaluan ke atas ke bawah. Enak sekali. Mabok benar. Kemudian secara perlahan masuklah batang kemaluan ke lubang kemaluan saya dan terus menekan sampai terasa penuh sekali, dan terasa sampai di dasar rahim. Foto Bugil

Gila rasanya benar-benar selangit. Tidak pernah rasanya seenak seperti ini. Martin menekan terus sambil menggoyang-goyangkan pantatnya. Gila! Enak benar! Terus dia putar-putar sambil keluar masuk. Sampai saya lebih dulu tidak tahan dan sampai di puncak, keluar dengan meledak-ledak terasa melayang kehilangan nafas sampai terasa hampa saking nikmatnya. Kemaluan saya terasa basah sekali. Martin masih terus memompa dan belum mau menyelesaikan cepat-cepat.

Batang kemaluannya masih diputar dengan keluar masuk di lubang kemaluan, sehingga saya pun tidak tahan keluar lagi, yang ketiga atau yang keenam dengan yang keluar karena dihisap tadi. Gila benar! Seluruh badan basah rasanya. Sprei sudah basah betul dari cairan kewanitaan saya.

Martin masih terus menekan, memutar, menggaruk-garuk dan mencium sekali-sekali. Ciumannya di telinga bersamaan dengan tekanan batang kemaluan di dalam lubang kemaluan saya sungguh membuat seluruh badan menggigil nikmat dan membuat saya keluar secara dahsyat. Kemaluan saya terangkat menyongsong tekanan batang kemaluan Martin. Gila benar, sungguh nikmat tiada tandingan. Akhirnya Martin mulai menggerang-ngerang berbisik mau keluar.

Dengan tekanan yang mantap keluarlah dia dengan semprotan yang keras ke dalam liang kemaluan saya. Hangat, banyak dan terasa mesra dan memuaskan. Oh Tuhan, sungguh tak ada tandingannya. Dia remas badan saya dengan menekankan bibirnya pada bibir saya.

Hampir habis nafas. Kehangatan semprotan Martin menggelitik lagi kemaluan saya sehingga orgasme saya pun keluar lagi yang kedelapan menyusul semprotan Martin. Kami bersama-sama keluar dengan nikmat sekali. Sesaat terasa pingsan kami. Setelah selesai terasa kepuasan yang menyeluruh terasakan di badan.

Pikiran terasa terlepas dari semua masalah dan hanya keindahanlah yang ada. Kami masih berpelukan menikmati tanpa kata-kata, sambil memulihkan kembali energi yang telah tercurahkan secara intensif. Kami tertidur sejenak. Siuman setelah sepuluh menit dengan perasaan yang lega, dan puas.

Meski demikian rasa mengelitik, gatal-gatal kecil masih terasa di kemaluan saya, seolah belum puas dengan kenikmatan yang begitu hebat. Tangan saya mendekap batang kemaluan Martin mengusap-usapnya sayang. Ingin rasanya batang kemaluan Martin memenuhi lagi di lubang kemaluan saya.

Bibir tidak bisa menahan, saya tarik batang kemaluan Martin dan mulai meluncur ke bawah dan menghisapnya lagi dengan kasih sayang, diliputi bau campuran antara cairan saya dan mani yang terasa sedap. Kemaluan Martin terasa sangat lunak tidak segagah tadi. Serasa menghisap marshmallow.

Tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena secara perlahan batang kemaluannya mulai membengkak dan menyesaki mulut. Sekali lagi kewanitaan saya tergelitik. Tanpa bertanya saya bangkit jongkok di atas Martin dan memasukkan Martin pelan-pelan. Seluruhnya masuk terasa sampai di ujung perut dan mulai menggelitik G-spot.

Ganti saya pompa ambil kadang merunduk memeluk Martin dan menciumnya. Kadang sambil duduk menikmati penuhnya di kemaluan saya. Rasanya enak sekali karena saya yang mencari posisi yang terenak untuk saya. Setelah beberapa waktu merasakan kenikmatan yang masih datar, kenikmatan mulai memuncak lagi dan terus memuncak sampai akhirnya sampai puncak tertinggi. Meledak-ledak lagi orgasme dengan teriakan-teriakan nikmat. Yang ternyata diikuti oleh Martin dengan semprotan kedua.

Tangannya memeluk erat-erat dengan gerangan pula. Gila enaknya sungguh sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Ini kali rasanya surga dunia. Kalau bisa maunya seharian begini terus rasanya. Gila! Gila benar, sungguh nikmat memuaskan.

Tetapi kami harus pulang. Saya kembali ke rumah, ke suami dan keluarga saya. Dengan suatu pengalaman yang tak terlupakan selama hidup. Sepanjang jalan kami diam tetapi tangan saling memegang. Malamnya menjelang tidur, sekali lagi kemaluan saya menggelitik dengan ingatan pengalaman siang tadi tidak bisa hilang. Ini memang pembawaan saya yang orang barangkali mengatakannya sebagai maniak seks, histeris, multi orgasme, kelaparan terus. Sekali terbuka lebar dan dirangsang maunya terus dipenuhi oleh pemuas seks.

Sejauh ini dengan suami tidak pernah tercapai apa yang Martin si pemuas seks bisa lakukan. Kepuasan dengan suami sama-sama tercapai tetapi kepuasan yang tidak mendalam seperti Martin si pemuas seks. Suami yang lekas selesai menjadikan “bakat” saya tidak berkembang. Sekarang yang ada hanya suami di samping saya.

Saya merengek minta pada suami dengan tangan meraba burungnya dan memijat-mijatnya halus. Dia tertawa sambil mengejek, “Gatel nih ya.” Dalam hati saya bilang memang gatal. Saya mencoba menikmati penetrasi kemaluannya dengan membayangkan kemaluan Martin. Kewanitaan saya, saya goyangkan mencari spot yang nikmat sambil mendekap. Dia menekan menarik beritme sampai kemudian saya mencapai puncak dulu diikuti dengan semprotan maninya. Selesailah sudah.

Kemaluan saya masih ingin sebetulnya, tetapi dia biasanya sudah tidak bisa lagi. Jadinya tanganlah yang bergerak “Self Service”. Memang penyakit saya (atau karunia) ya itu. Sekali sudah diobok-obok tidak bisa berhenti. Saya tidur dengan nyenyak malam itu.

Seperti yang bisa diduga pertemuan saya dengan Martin si pemuas seks berlanjut. Semua fantasi seks dan impian-impian tak ada yang tidak kami wujudkan. Sungguh sangat-sangat nikmat. Teknik kami makin sempurna dan Martin si pemuas seks bisa membuat saya orgasme sampai tiga belas kali.

Pada kesempatan lain akan saya ceritakan pengalaman-pengalaman kami yang aduhai. Semoga saya tidak jatuh cinta dan menghendaki hubungan yang lebih dalam, dan mengacaukan rumah tangga saya yang sudah ada. Saya hanya mau pemuas seks darinya.

Sama seperti Martin si pemuas seks juga. Sehingga dari luar, partner seks saya resmi adalah suami. Dibalik itu Martin lah yang menjadi pemuas seks dan fantasi saya dan ini telah berjalan selama dua tahunan. Dua kali dalam seminggu paling sedikit. Suami tetap dilayani seminggu sekali, kadang sepuluh harian sekali. Saya merasa bahagia dengan pengaturan sedemikian. Keluarga tetap tidak terganggu.

Hubungan dengan anak-anak dan suami tetap seperti biasa, bahkan kehidupan seks dengan suami menjadi lebih baik. Ternyata selingkuh dengan pemuas seks ada manfaat dan kebaikannya juga.

Cerita Dewasa Sex Perawan, Cerita Dewasa Sex SMA, Cerita Dewasa Sex Gangbang, Cerita Dewasa Sex SPG, Cerita Dewasa Sex ABG,Cerita Dewasa Sex Model, Cerita Dewasa Sex Suster, Cerita Dewasa Sex Mahasiswa, Cerita Dewasa Sex Mahasiswi, Cerita Dewasa Sex Threesome, Cerita Dewasa Sex Pembantu, Cerita Dewasa Sex Tante Girang, Cerita Dewasa Sex Salon++, Cerita Dewasa Sex Lesbi, Cerita Dewasa Sex Gay, Foto Hot ABG Terbaru, Foto Hot Model Terbaru, Foto Hot Mahasiswi Terbaru, Foto Hot Tante Terbaru, Cerita Sex Terbaru 2017, Cerita Mesum terbaru 2017, Cerita Dewasa Terbaru 2017, Cerita Dewasa Bergambar
Read More

Thursday, August 31, 2017

Menikmati Kehangatan Memek Perawan


Aku seorang pegawai di salah satu perusahaan swasta di kota DKI, nama aku Iwan. Aku berumur 30 tahun dengan tinggi badan 170 cm serta berat badan 65 kg dan kata cewek-cewek sih, aku memiliki wajah dan tubuh yang sangat ideal untuk seorang laki-laki bujangan. Perusahaan tempat aku kerja memberlakukan lima hari kerja yaitu setiap hari senin sampai Jumat, sehingga setiap hari sabtu aku selalu berada di rumah yang merupakan salah satu kompleks elit di kota aku itu. Setiap hari sabtu aku selalu mengisi waktu dengan melihat situs porno, majalah porno, dan menonton film pornoh yang aku sewa di salah satu rental yang berada di kompleks tersebut, dan hal itu berlangsung selama berbulan-bulan.

Suatu saat hal tersebut tidak aku lakukan lagi karena setelah aku melihat Riska anak tetangga aku yang masih duduk di kelas 1 SMP yang kira-kira berumur 12 tahun dan aku sangat terpesona dengan kemolekan tubuh anak tersebut. Riska memiliki tubuh yang indah untuk ukuran anak seumur dia dengan tinggi badan sekitar 155 cm dan berat badan sekitar 45kg serta memiliki dua bukit kembar yang berukuran sedang yang tercermin dari tonjolan padat dibalik seragam sekolah yang ketat dan tank top yang biasa dikenakannya dan yang tidak kalah menariknya lagi ia memiliki pantat yang sangat padat dan berisi yang terlihat dari rok sekolah setinggi lutut dan rok mini yang ia kenakan dan anehnya lagi aku tidak pernah melihat adanya garis CD yang ia kenakan, dan yang pasti memiawnya belum ditumbuhi bulu-bulu halus. Aku sering melihat riska kesekolah setiap hari dengan sengaja berdiri didepan rumah sebelum aku berangkat kerja atau pada sore hari sepulang kerja di saat ia sedang jalan-jalan sore di sekitar kompleks dan pada saat itu aku selalu memandangi riska dengan sangat tajam dan penuh nafsu namun ia tak menyadarinnya dan sampai suatu hari riska mulai menyadarinya dan mulai membalas tatapan aku dengan mata yang sangat menggoda.

Sejak kejadian itu aku selalu terbayang-bayang dengan kemolekan riska setiap usai bekerja namun bukannya aku jatuh cinta padanya tapi aku suka akan kemolekan tubuhnya dan sangat bernafsu untuk mencicipinnya, tetapi nafsu birahi tersebut aku tahan dan aku lampiaskan dengan hanya memandangi tubuhnya dari balik pagar pada sore hari disaat ia sedang berjalan-jalan dikompleks. Riska selalu menggunakan tank top dan rok mini setiap akan berjalan- jalan disekitar kompleks bersama kakak dan sepupunya (Yani yang sedang kuliah smst 2 dan Neni yang duduk di sma kls 3) dan ini dia lakukan setiap sore. Seperti biasanya pada sore hari setiap pulang kerja aku selalu menunggu riska untuk memandangi tubuhnya, tetapi pada saat itu aku heran karena riska hanya sendiri saja berjalan dengan sangat santai dan seperti biasa pula ia hanya memakai tank top yang pada saat itu berwarna kuning dan rok mini berwarna putih tembus pandang dan yang tidak terlalu ketat.

Dengan sangat nafsu aku tatap dia dari balik pagar dan dia pun membalasnya dan tanpa aku sangka-sangka riska menuju ke pintu pagar rumah aku, dan dalam hati aku bertanya mungkin dia akan marah karena aku selalu menatapnya, tetapi hal tersebut tidak terjadi, dia malah tersenyum manis sambil duduk dideket didepan pagar rumah aku yang membuat nafsu aku semakin tinggi karena dengan leluasa aku dapat memandangi tubuh riska dan yang lebih mengasikan lagi ia duduk dengan menyilangkan pahannya yang membuat sebagian roknya tersingkap disaat angin meniup dengan lembutnya namun ia diam dan membiarkan saja.

Dengan penuh nafsu dan penasaran ingin melihat tubuh riska dari dekat maka aku dekati dia dan bertannya “Duduk sendirian nih boleh aku temanin,” dengan terkejut riska mambalikan wajahnya dan berkata “eh…… boooboleh.” Aku langsung duduk tepat di sampingnya dikarenakan deker tersebut hanya pas untuk dua orang. Dan untuk mengurangi kebisuan aku bertannya pada riska “Biasanya bertiga, temennya mana..?”, dengan terbata-bata riska berkata “Gi.. gini om, mereka i.. itu bukan temen aku tetapi kakak dan sepupu aku.” aku langsung malu sekali dan kerkata “Sorry.” kemudia riska menjelaskan bahwa kakak dan sepupunnya lagi ke salah satu mal namannya MM. Riska mulai terlihat santai tetapi aku semakin tegang jantungku semakin berdetak dengan kerasnya dikarenakan dengan dekatnya aku dapat memandangi paha mulus riska ditambah lagi dua bukit kembarnya tersembul dari balik tank topnya apabila dia salah posisi.

Diam-diam aku mencuri pandang untuk melihatnya namun dia mulai menyadarinya tetapi malah kedua bukit kembarnya tersebut tambah diperlihatkannya keaku yang membuat aku semakin salah tingkah dan tampa sengaja aku menyentuh pahanya yang putih tanpa ditutupi oleh rok mininya karena tertiup angin yang membuat riska terkejut dan riskapun tidak marah sama sekali sehingga tangan aku semakin penasaran dan aku dekapkan tangan aku ke pahanya dan dia pun tidak marah pula dan kebetulan pada saat itu langitpun semakin gelap sehingga aku gunakan dengan baik dengan perlahan-lahan tangan kiri aku yang berada di atas pahanya aku pindahkan ke pinggannya dan meraba-raba perutnya sambil hidungku aku dekatkan ketelingannya yang membuat riska kegelian karena semburan nafasku yang sangat bernafsu dan mata ku tak berkedip melihat kedua bukit kembarnya yang berukuran sedang dibalik tank topnya.

Tanpa aku sadari tangan kiri aku telah menyusup kedalam tank top yang ia gunakan menuju kepunggunya dan disana aku menemukan sebuah kain yang sangat ketat yang merupakan tali BH nya dan dengan sigapnya tangan aku membuka ikatan BH yang dikenakan riska yang membuat tangan aku semakin leluasa ber gerilya dipunggunya dan perlahan- lahan menyusup kebukit kembarnya serta tangan kanan aku membuka ikatan tali BH riska yang berada di lehernya dan dengan leluasa aku menarik BH riska tersebut keluar dari tank topnya karena pada saat itu riska mengggunakan BH yang biasa digunakan bule pada saat berjemur. Setelah aku membuka BHnya kini dengan leluasa tangan aku meraba, memijit dan memelintir bukit kembarnya yang membuat riska kegelian dan terlihat pentil bukit kembarnya telah membesar dan berwarna merah dan tanpa ia sadari ia berkata “Terusss.. nikmattttt.. Ommmm……….. ahh.. ahhhh….” Dan itu membuat aku semakin bernafsu, kemudian tangan aku pindahkan ke pinggannya kembali dan mulai memasukannnya ke dalam rok mini yang ia kenakan dengan terlebih dahulu menurunkan res yang berada dibelakang roknya, kemudian tangan aku masukan kedalam rok dan CDnya dan meremas-remas bokongnya yang padat dan berisi dan ternyata riska memakai CD model G string sehingga membuat aku berpikir anak SMP kayak dia kok sudah menggunakan G string tetapi itu membuat pikiranku selama ini terjawab bahwa riska selama ini menggunakan G string sehingga tidak terlihat adanya garis CD.

Lima menit berlalu terdengar suara riska “Ahh.. terusss Om… terusss.. nikmattttt.. ahh.. ahhhh…” hanya kalimat itu yang keluar dari mulut riska pada saat aku menyentuh dan memasukan jari tengan aku ke dalam memiawnya yang belum ditumbuhi bulu-bulu tersebut dari belakang dan aku pun makin menggencagkan seranganku dengan mengocok memiawnya dengan cepat. Tiba-tiba pecahlah rintihan nafsu keluar dari mulut Riska. “Ouuhhh.. Ommmm.. terus.. ahhh.. ahhhhhhhhh.. ahhhhhhhhhhhhhh..” riska mengalami orgasme untuk yang pertama kali. Setelah riska mengalami orgasme aku langsung tersentak mendengar suara beduk magrib dan aku menghentikan seranganku dan membisikan kata-kata ketelinga riska “Udah dulu ya..” dengan sangat kecewa riska membuka matanya dan terlihat adanya kekecewaan akibat birahinya telah sampai dikepala dan aku menyuruhnya pulang sambil berkata “Kapan-kapan kita lanjutkan lagi,” ia langsut menyahut “Ya om sekarang aja tanggung nih, lihat memiaw aku udah basah..” sambil ia memegang memiawnya yang membuat aku berpikir anak ini tinggi juga nafsunya dan aku memberinya pengertian dan kemudian ia pulang dengan penuh kekecewan tanpa merapikan tank top dan roknya yang resnya masih belum dinaikan namun tidak membuat rok mininya turun karena ukuran pingganya yang besar, tetapi ada yang lebih parah ia lupa mengambil BH nya yang aku lepas tadi sehingga terlihat bukit kembarnya bergoyang-goyang dan secara samar-samar terlihat putting gunung kembarnya yang telah membesar dan berwarna merah dari balik tank topnya yang pastinya akan membuat setiap orang yang berpapasan dengannya akan menatapnya dengan tajam penuh tanda tanya.

Setelah aku sampai di rumah aku langsug mencium BH riska yang ia lupa, yang membuat aku semakin teropsesi dengan bentuk gunung kembarnya dan dapat aku bayangkan dari bentuk BH tersebut. Sejak kejadian sore itu, lamunanku semakin berani dengan menghayalkan nikmatnya bersetubuh dengan riska namun kesempatan itu tak kunjung datang dan yang mengherankan lagi riska tidak pernah berjalan-jalan sore lagi dan hal tersebut telah berlangsung selama 1 minggu sejak kejadian itu, yang membuat aku bertanya apakah dia malu atau marah atas kejadian itu, sampai suatu hari tepatnya pada hari sabtu pagi dan pada saat itu aku libur, cuaca sangat gelap sekali dan akan turun hujan, aku semakin BT maka kebiasaan aku yang dulu mulai aku lakukan dengan menonton film porno, tapi aku sangat bosan dengan kaset tersebut. Hujanpun turun dengan derasnya dan untuk menghilangkan rasa malas dan bosan aku melangkah menuju keteras rumah aku untuk mengambil koran pagi, tapi setibanya didepan kaca jendela aku tersentak melihat seorang anak SMP sedang berteduh, ia sangat kedinginan dikarenakan bajunya basah semuannya yang membuat seluruh punggunya terlihat termasuk tali BH yang ia kenakan. Perlahan-lahan nafsuku mulai naik dan aku perhatikan anak tersebut yang kayaknya aku kenal dan ternyata benar anak tersebut adalah Riska, dan aku berpikir mungkin dia kehujanan saat berangkat sekolah sehingga bajunya basah semua. Kemudian aku mengatur siasat dengan kembali ke ruang tengah dan aku melihat film porno masih On, maka aku pun punya ide dengan megulang dari awal film tersebut dan akupun kembali ke ruang tamu dan membuka pintu yang membuat riska terkejut.

Pada saat riska terkejut kemudia aku bertannya pada dia “Lo riska ngak kesekolah nih?” dengan malu- malu riska menjawab “Ujan om..” aku langsung bertannya lagi “Ngak apa-apa terlambat.” “Ngak apa-apa om karena hari ini ngak ada ulangan umum lagi.” riska menjawab dan aku langsung bertannya “Jadi ngak apa-apa ya ngak kesekolah?”. “Ia om”, riska menjawab dan dalam hati aku langsung berpikir bahwa selama ini riska tidak pernah kelihatan karena ia belajar untuk ulangan umum, dan inilah kesempatan yang aku tunggu- tunggu dan aku langsung menawarinya untuk masuk kedalam dan tanpa malu-malu karena udah kedingin dia langsung masuk kedalam ruang tamu dan langsung duduk dan pada saat itu aku memperhatikan gunung kembarnya yang samar- samat tertutupi BH yang terlihat dari balik seragam sekolahnya yang telah basah sehingga terlihat agak transparan. Melihat riska yang kedinginan, maka aku menawari dia untuk mengeringkan badannya di dalam dan dia pun setuju dan aku menunjukan sebuah kamar di ruang tengah dan aku memberi tahu dia bahwa di sana ada handuk dan baju seadannya. Dengan cepat riska menuju ke ruang tengah yang disana terdapat TV dan sedang aku putar film porno, hal tersebut membuat aku senang, karena riska telah masuk kedalam jebakanku dan berdasarkan perkiraan aku bahwa riska tidak akan mengganti baju tetapi akan berhenti untuk menonton film tersebut.

Setelah beberapa lama aku menunggu ternyata riska tidak kembali juga dan akupun menuju keruang tengah dan seperti dugaanku riska menonton film tersebut dengan tangan kanan di dalam roknya sambil mengocok memiawnya dan tangan kiri memegang bukit kembarnya. Aku memperhatikan dengan seksama seluruh tingkah lakunya dan perlahan-lahan aku mengambil handy cam dan merekam seluruh aktivits memegang dan mengocok memiaw dan bukit kembarnya yang ia lakukan sendiri dan rekaman ini akan aku gunakan untuk mengancamnya jika ia bertingkah. Setelah merasa puas aku merekamnya. Aku menyimpan alat tersebut kemudian aku dekati riska dari belakang. Aku berbisik ketelinga riska, enak ya, riska langsung kaget dan buru- buru melepaskan tangannya dari memiaw dan bukit kembarnya, aku langsung menangkap tangannya dan berbisik lagi “Teruskan saja, aku akan membantumu.” kemudian aku duduk dibelakang riska dan menyuruh riska untuk duduk di pangkuanku yang saat itu penisku telah menegang dan aku rasa riska menyadari adanya benda tumpul dari balik celana yang aku kenakan.

Dengan perlahan-lahan, tanganku aku lingkarkan keatas bukit kembarnya dan ciumanku yang menggelora mencium leher putih riska, tangan kananku membuka kancing baju riska satu demi satu sampai terlihat bukit kembarnya yang masih ditutupi BH yang bentuknya sama pada saat kejadian yang sore lalu. Riska sesekali menggelinjat pada saat aku menyentuh dan meremas bukit kembarnya namun hal tersebut belum cukup, maka aku buka sebagian kancing baju seragam yang basah yang digunakan riska kemudian tagan kiri aku masuk ke dalam rok riska dan memainkan bukit kecilnya yang telah basah dan pada saat itu rok yang ia gunakan aku naikan ke perutnya dengan paksa sehingga terlihat dengan jelas G string yang ia gunakan. Aku langsung merebahkan badannya diatas karpet sambil mencium bibir dan telinganya dengan penuh nafsu dan secara perlahan-lahan ciuman tersebut aku alihkan ke leher mulusnya dan menyusup ke kedua gunung kembarnya yang masih tertutup BH yang membuat riska makin terangsang dan tanpa dia sadari dari mulutnya mengeluarkan desahan yang sangat keras. “Ahhhhh terussssssss Omm…….. terusssssss…. nikmattttttt….. ahh…. ahhhhhhhhhhh……. isap terus Om.. Ahhhh…….. mhhhhhhhh. Omm…” Setelah lama mengisap bukit kembarnya yang membuat pentil bukit kembarnya membesar dan berwarna merah muda, perlahan- lahan ciuman aku alihkan ke perutnya yang masih rata dan sangat mulus membuat riska tambah kenikmatan. “Ahh ugggh…. uuhh…. agh…. uhh…. aahh”, Mendengar desahan riska aku makin tambah bernafsu untuk mencium memiawnya, namun kegiatanku di perut riska belum selesai dan aku hanya menggunakan tangan kiri aku untuk memainkan memiawnya terutama klitorisnya yang kemudian dengan menggunakan ketiga jari tangan kiri aku, aku berusaha untuk memasukan kedalam memiaw riska, namun ketiga jari aku tersebut tidak pas dengan ukuran memiawnya sehingga aku mencoba menggunakan dua jari tetapi itupun sia-sia yang membuat aku berpikir sempit juga memiaw anak ini, tetapi setelah aku menggunakan satu jari barulah dapat masuk kedalam memiawnya, itupun dengan susah payah karena sempitnya memiaw riska.

Dengan perlahan-lahan kumaju mundurkan jari ku tersebut yang membuat riska mendesah. “Auuuuuggggkkkk…” jerit Riska. “Ah… tekan Omm.. enaaaakkkkk…terusssss Ommm…” Sampai beberapa menit kemudia riska mendesah dengan panjang. “Ahh ugggh…, uuhh…, agh…, uhh…, aahh”, yang membuat riska terkulai lemah dan aku rasa ada cairan kental yang menyempor ke jari aku dan aku menyadari bahwa riska baru saja merasakan Orgasme yang sangat nikmat. Aku tarik tangan aku dari memiawnya dan aku meletakan tangan aku tersebut dihidungnya agar riska dapat mencium bau cairan cintannya. Setelah beberapa saat aku melihat riska mulai merasa segar kembali dan kemudian aku menyuruh dia untuk mengikuti gerakan seperti yang ada di film porno yang aku putar yaitu menari striptis, namun riska tampak malu tetapi dia kemudian bersedia dan mulai menari layaknya penari striptis sungguhan. Perlahan-lahan riska menanggalkan baju yang ia kenakan dan tersisa hanyalah BH seksinya, kemudian disusul rok sekolahnya yang melingkar diperutnya sehingga hanya terlihat G string yang ia kenakan dan aku menyuruhnya menuju ke sofa dan meminta dia untuk melakukan posisi doggy, riska pun menurutinya dan dia pun bertumpuh dengan kedua lutut dan telapak tangannya.

Dengan melihat riska pada posisi demikian aku langsug menarik G string yang ia kenakan ke arah perutnya yang membuat belahan memiawnya yang telah basah terbentuk dari balik G string nya, dan akupun mengisap memiawnya dari balik G string nya dan perlahan-lahan aku turunkan G string nya dengan cepat sehingga G string yang riska kenakan berada di ke dua paha mulusnya, sehingga dengan leluasa dan penuh semangat aku menjilat, meniup, memelintir klitorisnya dengan mulut aku. “Aduh, Ommm…! Pelan-pelan dong..!” katanya sambil mendesis kesakitan Riska menjatuhkan tubuhnya kesofa dan hanya bertumpuh dengan menggunakan kedua lututnya. Aku terus menjilati bibir memiawnya, klitorisnya, bahkan jariku kugunakan untuk membuka lubang sanggamanya dan kujilati dinding memiawnya dengan cepat yang membuat riska mendesah dengan panjang. “Uhh…, aahh…, ugghh…, ooohh”. “Hmm…, aumm…, aah…, uhh…,ooohh…, ehh”. “Oooom…, uuhh…” Riska menggeliat- geliat liar sambil memegangi pinggir sofa. “Ahhh… mhhh… Omm…” demikian desahannya. Aku terus beroperasi dimemiawnya. Lidahku semakin intensif menjilati liang kemaluan Riska. Sekali-sekali kutusukkan jariku ke dalam memiawnya, membuat Riska tersentak dan memiawik kecil. Kugesek-gesekkan sekali lagi jariku dengan memiawnya sambil memasukkan lidahku ke dalam lubangnya. Kugerakkan lidahku di dalam sana dengan liar, sehingga riska semakin tidak karuan menggeliat.

Setelah cukup puas memainkan vaginanya dengan lidahku dan aku dapat merasakan vaginanya yang teramat basah oleh lendirnya aku pun membuka BH yang dikenakan riska begitupun dengan G string yang masih melingkar dipahanya dan aku menyuruh di untuk duduk disofa sambil menyuruh dia membuka celana yang aku gunakan, tetapi riska masih malu untuk melakukannya, sehingga aku mengambil keputusan yaitu dengan menuntun tanggannya masuk ke balik celana aku dan menyuruh dia memegang penis aku yang telah menegang dari tadi. Setelah memegang penis aku, dengan sigapnya seluruh celana aku (termasuk celana dalam aku) di turunkannya tanpa malu-malu lagi oleh riska yang membuat penis aku yang agak besar untuk ukuran indonesia yaitu berukuran 20 cm dengan diameter 9 cm tersembul keluar yang membuat mata riska melotot memandang sambil memegangnya, dan aku meminta riska mengisap penis aku dan dengan malu-malu pula ia mengisap dan mengulum penis aku, namun penisku hanya dapat masuk sedalam 8 cm dimulut riska dan akupun memaksakan untuk masik lebih dalam lagi sampai menyentuh tenggorokannya dan itu membuat riska hampir muntah, kemudian ia mulai menjilatinya dengan pelan- pelan lalu mengulum-ngulumnya sambil mengocok-ngocoknya, dihisap- hisapnya sembari matanya menatap ke wajahku, aku sampai merem melek merasakan kenikmatan yang tiada tara itu.

Cepat-cepat tangan kananku meremas bukit kembarnya, kuremas-remas sambil ia terus mengisap-isap penisku yang telah menegang semakin menegang lagi. Kemudian aku menyuruh riska mengurut penisku dengan menggunakan bukit kembarnya yang masih berukuran sedang itu yang membuat bukit kembar riska semakin kencang dan membesar. Dan menunjukan warna yang semakin merah. Setelah puas, aku rebahkan tubuh riska disofa dan aku mengambil bantal sofa dan meletakan dibawan bokong riska (gaya konvensional) dan aku buka kedua selangkangan riska yang membuat memiawnya yang telah membesar dan belum ditumbuhi bulu-bulu halus itu merekah sehingga terlihat klitorisnya yang telah membesar. Batang penisku yang telah tegang dan keras, siap menyodok lubang sanggamanya. Dalam hati aku membatin, “Ini dia saatnya… lo bakal habis,riska..!” mulai pelan-pelan aku memasukkan penisku ke liang surganya yang mulai basah, namun sangat sulit sekali, beberapa kali meleset, hingga dengan hati-hati aku angkat kedua kaki riska yang panjang itu kebahu aku, dan barulah aku bisa memasukan kepala penisn aku, dan hanya ujung penisku saja yang dapat masuk pada bagian permukaan memiaw riska. “Aduhhhhhh Omm.. aughhhhghhhhh… ghhh… sakit Omm…” jerit Riska dan terlihat riska menggigit bibir bawahnya dan matanya terlihat berkaca-kaca karena kesakitan. Aku lalu menarik penisku kembali dan dengan hati2 aku dorong untuk mencoba memasukannya kembali namun itupun sia-sia karena masih rapatnya memiaw riska walaupun telah basah oleh lendirnya.

Dan setelah beberapa kali aku coba akhirnya sekali hentak maka sebagian penis aku masuk juga. Sesaat kemudian aku benar-benar telah menembus “gawang” keperawanan riska sambil teriring suara jeritan kecil. “Oooooohhhhgfg….. sa… kiiiit…. Sekkkallliii…. Ommmmm….”, dan aku maju mundurkan penis aku kedalam memiaw riska “Bless, jeb..!” jeb! jeb! “Uuh…, uh…, uh…, uuuh…”, ia mengerang. “Auuuuuggggkkkk…” jerit Riska. “Ommm Ahh…, matt.., maatt.., .ii… aku…” Mendengar erangan tersebut aku lalu berhenti dan membiarkan memiaw riska terbiasa dengan benda asing yang baru saja masuk dan aku merasa penis aku di urut dan di isap oleh memiaw riska,namun aku tetap diam saja sambil mengisap bibir mungilnya dan membisikan “Tenang sayang nanti juga hilang sakitnya, dan kamu akan terbiasa dan merasa enakan.” Sebelum riska sadar dengan apa yang terjadi, aku menyodokkan kembali penisku ke dalam memiaw riska dengan cepat namun karena masih sempit dan dangkalnya nya memiaw riska maka penisku hanya dapat masuk sejauh 10 cm saja, sehingga dia berteriak kesakitan ketiga aku paksa lebih dalam lagi. “Uhh…, aahh…, ugghh…, ooohh”. “Hmm…, aumm…, aah…, uhh…, ooohh…, ehh”. “Ooommm…,sakkkitt…… uuhh…, Ommm…,sakitttt……….. ahh”. “Sakit sekali………… Ommm…, auhh…, ohh…” “Riska tahan ya sayang”. Untuk menambah daya nikmat aku meminta riska menurunkan kedua kakinya ke atas pinggulku sehingga jepitan memiawnya terhadap penisku semakin kuat.. Nyaman dan hangat sekali memiawnya..! Kukocok keluar masuk penisku tanpa ampun, sehingga setiap tarikan masuk dan tarikan keluar penisku membuat riska merasakan sakit pada memiawnya. Rintihan kesakitannya semakin menambah nafsuku. Setiap kali penisku bergesek dengan kehangatan alat sanggamanya membuatku merasa nikmat tidak terkatakan.

Kemudian aku meraih kedua gunung kembar yang berguncang-guncang di dadanya dan meremas-remas daging kenyal padat tersebut dengan kuat dan kencang, sehingga riska menjerit setinggi langit. Akupun langsung melumat bibir riska membut tubuh riska semakin menegang. “Oooom…., ooohh…, aahh…, ugghh…, aku…, au…, mau…, ah…, ahh…, ah…, ah…, uh…, uhh”, tubuh riska menggelinjang hebat, seluruh anggota badannya bergetar dan mengencang, mulutnya mengerang, pinggulnya naik turun dengan cepat dan tangannya menjambak rambutku dan mencakar tanganku, namun tidak kuperdulikan. Untunglah dia tidak memiliki kuku yang panjang..! Kemudian riska memeluk tubuhku dengan erat. Riska telah mengalami orgasme untuk yang kesekian kalinya. “Aaww…, ooww…, sshh…, aahh”, desahnya lagi. “Aawwuuww…, aahh…, sshh…, terus Ommm, terruuss…, oohh” “Oohh…, ooww…, ooww…, uuhh…, aahh… “, rintihnya lemas menahan nikmat ketiga hampir 18 cm penisku masuk kedalam memiawnya dan menyentuh rahimmnya. “Ahh…, ahh…, Oohh…” dan, “Crrtt…, crtr.., crt…, crtt”, air maninya keluar. “Uuhh… uuh… aduh.. aduh… aduhh.. uhh… terus.. terus.. cepat… cepat aduhhh..!” Sementara nafas saya seolah memburunya, “Ehh… ehhh… ehh..” “Uhhh… uhhh…. aduh… aduh… cepat.. cepat Ommm… aduh..!” “Hehh.. eh… eh… ehhh..” “Aachh… aku mau keluar… oohh… yes,” dan… “Creeet… creeet… creeet…” “Aaaoooww… sakit… ooohhh… yeeaah… terus… aaahhh… masukkin yang dalam Ommm ooohhh… aku mau keluar… terus… aahhh… enak benar, aku… nggak tahaaan… aaakkhhh…”

Setelah riska orgasme aku semakin bernafsu memompa penisku kedalam memiawnya, aku tidak menyadari lagi bahwa cewek yang aku nikmati ini masih ABG berumur 12 tahun. Riska pun semakin lemas dan hanya pasrah memiawnya aku sodok. Sementara itu … aku dengarkan lirih … suara riska menahan sakit karena tekanan penisku kedalam liang memiawnya yang semakin dalam menembus rahimnya. Aku pun semakin cepat untuk mengayunkan pinggulku maju mundur demi tercapainya kepuasan. Kira-kira 10 menit aku melakukan gerakan itu. Tiba-tiba aku merasakan denyutan yang semakin keras untuk menarik penisku lebih dalam lagi, dan.. “Terus.., Omm.., terus.. kan..! Ayo.., teruskan… sedikit lagi.., ayo..!” kudengar pintanya dengan suara yang kecil sambil mengikuti gerakan pinggulku yang semakin menjadi. Dan tidak lama kemudian badan kami berdua menegang sesaat, lalu.., “Seerr..!” terasa spermaku mencair dan keluar memenuhi memiaw riska, kami pun lemas dengan keringat yang semakin membasah di badan.

Aku langsung memeluk riska dan membisikan “Kamu hebat sayang, apa kamu puas..?” diapun tersenyum puas, kemudian aku menarik penis aku dari memiawnya sehingga sebagian cairan sperma yang aku tumpahkan di dalam memiawnya keluar bersama darah keperawanannya, yang membuat nafsuku naik kembali, dan akupun memompa memiaw riska kembali dan ini aku lakukan sampai sore hari dan memiaw riska mulai terbiasa dan telah dapat mengimbagi seluruh gerakanku dan akupun mengajarinya beberapa gaya dalam bercinta. Sambil menanyakan beberapa hal kepadanya “Kok anak SMP kaya kamu udah mengenakan G string dan BH seksi” riska pun menjelaskannya “bahwa ia diajar oleh kakak dan sepupunya” bahkan katanya ia memiliki daster tembus pandang (transparan). Mendengar cerita riska aku langsung berfikir adiknya saja udah hebat gimana kakak dan sepupunya, pasti hebat juga.

Kapan-kapan aku akan menikmatinya juga. Setelah kejadian itu saya dan riska sering melakukan seks di rumah saya dan di rumahnya ketika ortu dan kakanya pergi, yang biasanya kami lakukan di ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, meja kerja, meja makan, dapur., halaman belakang rumah dengan berbagai macam gaya dan sampai sekarang, apabila saya udah horny tinggal telepon sama dia dan begitupun dengan dia. Riska sekarang telah berumur 14 tahun dan masih suka dateng mengunjungi rumah saya, bahkan riska tidak keberatan bila aku suruh melayani temen-temen aku dan pernah sekali ia melayani empat sekaligus temen-temen aku yang membuat riska tidak sadarkan diri selama 12 jam, namun setelah sadar ia meminta agar dapat melayani lebih banyak lagi katanya. Yang membuat aku berpikir bahwa anak ini maniak sex, dan itu membuat aku senang karena telah ada ABG yang memuaskan aku dan temen-temen aku, dan aku akan menggunakan dia untuk dapat mendekati kakak dan sepupunya.
Read More