Showing posts with label Cerita Dewasa. Show all posts
Showing posts with label Cerita Dewasa. Show all posts

Saturday, September 2, 2017

Tawa Sutra XXX

Tawa Sutra XXX

Hari itu Dokter Budi kedatangan pasiennya sepasang suami istri, Pepi dan Sabria, dengan santai Dokter Budi mengangguk kepada Pepi dan Sabria yang dibalas dengan anggukan kedua orang itu. Dokter Budi tersenyum, keduanya pun membalas senyuman sang dokter. Kening Pepi berkerut membentuk angka 11 saat menyadari Dokter Budi tersenyum sambil melirikkan ekor matanya ke arah dada Sabria.
 “Dok, gimana caranya biar istri bisa hot di ranjang?” Pepi bertanya serius kepada dokter Budi, sekaligus untuk mengalihkan ekor mata Dokter Budi yang terus mengintai tonjolan dada Sabria.
“Ooooh biar hoooot” ujar dokter Budi dengan mulut dimonyongkan dan suara dipanjang-panjangkan, sementara ekor matanya mengerling-ngerling mesum mengintai dada Sabria.

“plak…!!.ye, dokter becanda” Pepi menampar mulut Budi sambil menggerutu.
Dokter Budi sendiri misuh-misuh sambil memegangi bibirnya yang seksi itu, matanya sedikit juling akibat tamparan mendadak yang mampir saat ekor matanya sedang melirik kearah tonjolan buah dada yang menggiurkan.
“Gimana dong solusinya dok?” tanya Pepi lagi
“Gampang, itu… olesin sambel aja yang banyak… ntar juga hooooooot” gurau dokter Budi lagi
“Eeeeh… becanda… becanda…” seru dokter Budi sambil cengengesan demi melihat tangan Pepi siap menowel bibir sexynya lagi, Sabria sendiri tampak sibuk menenangkan Pepi yang tampak emosi.
“Nah, pep” kata dokter Budi akhirnya,
“sebenarnya gimana cara kalian bercinta sih? kok istri seseksi Sabria sampe ngga bisa hot?”
“Waaah, dok… malu dong kalo di ceritain” kata Pepi sambil saling cubit menahan malu dengan Sabria.

“Ye… gimana mau kasih solusi kalau ngga tau masalahnya,” omel dokter Budi, “makanya rambut itu ditaro di kepala, bukan di dagu” celetuknya lagi dan berakibat bibir sexynya kembali dicium tangan Pepi
“Udah ah… udah,” sergah dokter Budi, “mau diobatin kaga?”
“Iye….dok, iyeeee…”, omel Pepi.
“Gini dok, saya udah coba bermacam gaya, teknik, buku, daaaan lain sebagainya, tapi bini saya ngga hot juga dok, gimana dong?”
“Wah, berat”, kata dokter Budi sambil manggut-manggut kaya profesor,
“saya harus lihat praktek langsungnya”

“Haaaah? yang bener aja dok, masa saya harus ngentot di depan dokter?” sembur Pepi
“Soalnya kasus anda unik sekali, saya harus yakin.”
“Ah, ngga ah. Ngga mau.”
“Ya udah, saya ngga bisa bantu”
“Yee dok, masa harus begituan di sini sih?”
“Supaya saya yakin kalau Sabria itu frigid, bodoh”
Pepi mesem, Sabria tampak kikuk, dokter Budi bergaya ala James Bond, pegang dagu sambil menggut-manggut kaya burung kaka tua.
“Ya, oke deh dok…, tapi ada syaratnya saya mau lihat dulu pasangan yang sudah sukses, yahh, minimal saya harus tahu dulu successful storynya dong” kata Pepi panjang lebar sambil menatap dokter Budi dengan tatapan mata curiga.
“yawdahhh… kamu ikut saya ke belakang…, tapi Sabria tunggu di sini yaaa!”
“oke lah…, kalau begitu…, ehh emang mo Dok ?? entar kalau saya sampe diapa-apain gimana??”
“mau juga gua bini lu yang gua apa-apain , bukannya elu dodolll…!!”
“sorry dokkk,jangan marah gitu dooonggg he he he”
Pepi mengikuti Dokter Budi dari belakang,
“ARGGHHH.. ARGGGHHHH… ARGGGG…!!”
Tiba-tiba Pepi dikejutkan dengan suara erangan keras yang misterius.
“waduhh…, suara apaan itu dok ?? “
“ini.., euhhmmm…itu, pasangan yang kelewat sukses.” Dokter Budi menggaruk-garuk kepala.
“Kelewat sukses ??  sukses gimana dok ??coba saya liat…”
Dengan hati-hati Dokter Budi membuka pintu kamar di mana terdengar erangan keras seorang pria tersebut. Pepi melongokkan kepalanya mengintip dari balik pintu kamar berukuran 3 x 4 meter, mata Pepi mendelik, kedua lututnya serasa goyah dan gemetaran, keringat dingin seketika mengucur membasahi punggung dan dadanya.
“Heggghhh.!!Egggggkkkhhh…!!, ENnnnGAHHHH…!!”
“hi hi hi hi hi.. hi hi hi hi hi Amingggg… I luv uuuuuu”
Seorang laki-laki bertubuh kurus menggelepar tidak berdaya dibawah tindihan seorang wanita bertubuh gemuk berlemak, wanita itu berteriak – teriak histeris sambil cekikikan dengan posisi woman on top, ranjang itupun bersuara kreketan karena kelebihan beban.
“AKHHHH… Patah…!! Patah gua PRETTTT…!! PRETTTTY…!!”
Aming menjerit, kedua matanya membeliak-beliak, tangannya berusaha menahan gerakan Pretty yang tengah asik menaik turunkan pinggulnya.
“Krekettt… Kreketttt…!! KRAKKKK…. BRAKKKKK…!!MAMPUSSS…!!“
Aming berkelojotan di bawah tindihan tubuh Pretty Asmara saat ranjang itu rubuh.
 “Haduhhhhh…., leher gua Dokkkk….!!” lidah Pepi terjulur saat lehernya terjepit oleh daun pintu.
 “E-ehhh, sorry, sorrryyy, gua kaget…., leher lu nggak apa-apa Pep??”
Dokter Budi buru-buru membebaskan Pepi.
“Nihhh…., yang nggak apa-apa..”
Pepi melayangkan cakarnya hendak menggaruk wajah Dokter Budi, dengan reflek dokter kita memalangkan lengannya di depan muka untuk memblokir cakaran Pepi, AUHHH…!! Dokter Budi menjerit kemudian meringis saat Pepi menggenggam sesuatu yang lain, sepasang buah di selangkangan sang dokterpun menjadi korban remasan tangan Pepi.
“Dok, Gimana urusannya si Aming bisa barengan gitu ama si Pretty ?? “
“Gini Pep, mulanya Si Aming itu seorang cowok yang frigid, disentuh aja nggak mau, nahhh kebetulan saya punya stock si Pretty, yang gemar sekali menyentuh, makanya untuk menyeimbangkan unsur Yin dan Yang antara yang nggak mau disentuh dan yang rajin menyentuh, saya satuin aja si Aming dan si Pretty dan hasilnya yahhhhhh,  seperti yang kamu liat, mereka berdua sulit sekali untuk dipisahkan…!! Biasa, cinta monyet….he he he he”
“Krettttt….!!”
Dokter Budi dan Pepi sama-sama terkejut saat pintu itu terbuka.
“dokterrrr…!! Pepiii, I Luv U Alllll… hi hi hi”
“Mampusss….!! “
Dokter Budi dan Pepi lari tunggang langgang melihat kemunculan Pretty yang hendak mendekap mereka.

“Ada apa ini!! Ada ap.. hahhh….??e-uh Bos tangan-in gih…, tar kalau u kalah baru sayah yang turun tangan……, maju Bosss, Ganbateeeee…!! Hidup Bos Shu…., prok prokkk prokkkk….”
Pimp Lord buru-buru mendorong punggung seseorang, bulu kuduk Pimp Lord langsung berdiri tegak tanpa dapat ditawar-tawar lagi. Pimp Lord bertepuk tangan berusaha memberi semangat pada Bos Shu yang ternganga di hadapan Pretty Asmara, bener-bener nggak banding jika ditimbang dari segi ukuran tubuh.
“Wahhhh, Glukk Ceglukk, WAduhhh…, B-be-berat ini…!!WHUZZZ…”
“Bossss…!! Mo ke mana Boss, Ceilehh, cepet amat larinya ?? !!“
Secepat kilat bos kita menyingsingkan kain sarung batik yang dipakainya hingga 5 cm di atas lutut, (ada sebuah tulisan kecil yang tertera, Made in INDONESIA), kemudian dengan reflek bos kita ngacir terbirit-birit dan melompati pagar tembok. Pretty Asmara melompat menerkam Pimp Lord yang meriang panas dingin saat menghindar dari pelukan terdahsyat abad ini.
“Kyaaaaaa…!! BOSSSS…!!! TUNGGGUUU BOOSSSSSSSSSSS…..!!”
Pimp Lord pun lari jatuh bangun menyusul bos kita, dibutuhkan sekitar 20 pria berotot seperti Ade Rai untuk menundukkan Pretty Asmara dan memasukkan wanita itu kembali ke dalam kamar bersama Aming yang masih termegap dan merayap di atas lantai.
“nggakkk.., mauuuu, tulungg euyyyy, Dokteeerrrrrrr…..!! aduh..! gelo siah.. PRETTTTTTYYYY!!@_@” terdengar suara Aming yang melengking saat daun pintu itu kembali tertutup dari dalam.

“ini sih nggak bisa Dokk!! masa hasilnya ancur begitu sihhh?! dasar dokter palsu, tukang tipu……, yin ama yang apaan, emangnya matematika + 1 ama – 1 disatuin jadi nol ?? nyang bener aja dokkkk…!!” Pepi mencecar dokter Budi dengan sejuta uneg-uneg di hatinya.
“Heehhh…, jangan sembarangan ya…jangan terlalu mudah memandang permasalahan dari satu sisi dan juga jangan pernah menyamaratakan satu masalah dengan masalah yang lain, sayakan sudah bilang masalah kamu itu beda!!! gitu saja koq repot,  ayo ikut saya kasih liat yang lebih HOOT…!! Tapi inget, jangan menganggu aktivitas pasien saya!!!”
Dokter Budi merasa panas saat Pepi menghina dirinya. Pepi mengikuti Dokter Budi ke kebun belakang. Ketika melewati sebuah ruangan yang berisi beberapa layar monitor, Dokter Budi meminta ijin sebentar,
“Sori Pep, gua sekalian ngecek percobaan sebentar, mumpung lewat!” lalu ia memerintah asistennya yang sedang bertugas memantau, “Dul coba kamera di kamar Bang Haji“
Mereka pun tertegun melihat gambar yang muncul. Nampak Rhoma Irama kelabakan dan menggapai-gapai berusaha lepas dari Ivan Gunawan, Indra Brugman, dan Betrand Antolin yang mengeroyoknya.
“Wadoohh…teganya…teganya…teganya!! tulunnggg!! Tulungg!!” Rhoma berteriak-teriak ketika Indra menarik lepas celananya.
“Aduh bulu dadanya aja seksi…eh kakinya juga banyak bulu, duh gemesin deh!” sahut sang madam Ivan Gunawan sambil menarik satu bulu dada Rhoma.
“Bagus…semua ada bulunya!” kata Betrand menirukan gaya sang saja dangdut itu pada iklan Kartu As dengan gaya kemayu, “ekeu paling demen ama cowok berbulu soalnya ekeu kurang bulu”
“Hoek…kok jeruk makan jeruk gini? Percobaan apaan sih ini Dok?” tanya Pepy dengan muka mesem-mesem menahan mual.
“Ini percobaan tentang daya tarik pria berbulu dada terhadap kaum gay Pep, makanya gua minta mereka jadi sukarelawan” jelas Dokter Budi, “Yuk jalan lagi!”
Pepi geleng-geleng kepala atas kegendengan si dokter. Mereka berdua lalu meninggalkan ruang monitor sementara di layar kondisi bang haji Rhoma Irama semakin gawat karena diperkosa ketiga pria penyuka sesama jenis tersebut.
“Hegghh…awas lo Bud…janjinya gua mau dikasih Trio Macan, taunya malah Trio Maho…sungguh ter…la…luh!!” terdengar Rhoma berteriak memaki Dokter Budi.
Keduanya tiba di sebuah taman, Budi mengajak Pepi mengintip dari sebuah tempat yang tersembunyi. Birahi Pepi langsung meledak-ledak saat melihat Ririn Dwi Aryanti tengah duduk bugil sambil mengangkang di sebuah bangku panjang, Lyra Virna tengah asik memainkan jarinya pada belahan vagina Ririn.

“mbak Lyra.. ahhh…”
“ohhh, Ririn, sudah lama aku ingin mencium memekmu sayanggg” Lyra menciumi permukaan vagina Ririn.
“ah-ahhhhh hsssshhhhh….”
Tubuh Ririn tersentak saat mulut Lyra mencucup dan mengemut belahan vaginanya.
“clekkk.. clekkk clekkkkk….” ujung lidah Lyra mengorek dan menusuki belahan vagina Ririn, dengan tidak sabaran Lyra membuka bibir vagina Ririn yang memekik kecil saat bibir vaginanya dikuakkan dengan kasar. Ririn memejamkan kedua matanya rapat-rapat agar ia dapat lebih fokus menikmati jilatan-jilatan lidah Lyra yang menggerayangi tonjolan klitorisnya.
‘Cupphhh.. cuppphhhh… cupphhhh…” mata Lyra berbinar-binar kemudian bibirnya berkali-kali mengecupi bibir vagina Ririn
Pipi Lyra mengempot saat ia mengemuti bibir vagina ririn yang becek oleh lelehan-lelehan cairan vagina gadis itu, setelah puas mencicipi lezatnya vagina Ririn, Lyra duduk di sisi gadis itu, tangannya membelai buah dada Ririn, kontan saja Ririn membuka kedua matanya saat merasakan belaian Lyra. Mata Ririn beradu pandang dengan mata Lyra, bibir Lyra menghampiri bibir Ririn dan menempel dengan erat. Ririn membalas lumatan-lumatan bibir Lyra, tangan ririn merayap mengusap-ngusap permukaan paha Lyra bagian dalam kemudian jari tengahnya mencoblos liang vagina Lyra.
“ahhh, kamu nakal… “ Lyra tersenyum kemudian memangut bibir Ririn.
“Mbakkk…, punya mbak masih seret.. dan peret…padahal..”
“padahal apa sayanggg ?? “ Lyra tersenyum sambil mengusapi paha Ririn.
“emmm, tapi mbak Lyra jangan marah yaa…”
“enggak koqq, ngak akan marah ayo bilanggg…”
“Padahal, itunya Mbak kan pasti udah sering ditusuk ama titit…udah pernah melahirkan lagi”
“ha ha ha ha…, mau tau rahasianya ??”
“he-eh, mau, apa rahasianya Mbak ??”
“nahhh, kalau gituuuu…, kamu harus cobain yang namanya titit…”
Lyra meraih hpnya dan menelepon seseorang dengan nada menggoda.
“Hai.., gabung dong, kita ada di kebun belakang nihh…, dinginnnn”
“Nelpon sapa Mbak ?? “ Ririn bertanya pada Lyra.
“Titit buat kamu….”
“Maksud Mbak Lyra ?? “
Lyra tidak menjawab ia hanya tersenyum penuh arti. Setelah mendengar nada miss call, Lyra duduk di belakang bokong Ririn. Vagina Lyra mendesaki bokong gadis itu, ia membalut kedua mata Ririn dengan secarik kain, mata Pepi mendelik saat dua sosok tubuh menghampiri Ririn dan Lyra. Lyra mengangguk sambil tersenyum manis kepada kedua orang itu.
“ihhh…, siapa nih mbakkk…?? “
Ririn meronta saat merasakan jilatan-jilatan lembut di ujung putingnya dan ia tahu tidak mungkin kalau Lyra yang menjilati kedua puting susunya sekaligus dalam waktu yang bersamaan, pasti ada orang lain….
“Mbak Lyra…, lepasin saya Mbakkk.., aaa…”
Tubuh Ririn bergetar hebat menahan rasa nikmat yang merayapi tubuhnya, cumbuan dan jilatan yang datang silih berganti membuat Ririn serasa melayang ke awang-awang. Lyra tersenyum sambil ikut mencumbui batang leher Ririn, sementara kedua tangan Lyra masih mencekal pergelangan tangan gadis itu yang berusaha melakukan perlawanan, Pepi berusaha mengingat-ngingat dimana ia pernah melihat muka kedua orang itu, Plakkk..!! Pepi menepuk jidatnya sendiri, bukankan itu Ki Daus dan Sule…!!
“nnnnhhh, Mbakk Lyra…mbakkk….”
Ririn menyerah pada rasa nikmat yang mulai menjalari tubuhnya, ia merintih saat Ki Daus menyusu dengan lembut di puncak payudaranya, sementara Sule mencicipi belahan vagina Ririn Dwi Aryanti, batang lidah Sule terjulur panjang memanjakan belahan vagina Ririn yang becek oleh cairan vagina. Setelah Lyra yakin Ririn sudah terbius oleh rasa nikmat, barulah ia melepaskan kain yang  membalut mata gadis itu.
“ahh ? Ki Daus…?? Suleeee…?? “
“ehh, neng Ririn, mulus banget bodynya…, lagi ngapain sih pake ngangkang-ngangang segala… ”
Sule cengengesan sambil mengusapi lekuk-liku tubuh Ririn, dengan sigap pria berambut pirang (palsu) dikucir itu menahan kedua kaki Ririn yang hendak merapat..
“Pokoknya Neng Ririn paling top dah…, saya nggak bakalan nolak kalau dinikahkan sama Neng Ririn…, “ Ki Daus mengedipkan mata kirinya dengan nakal.
“Enak ajaaa…,!! Situ sama Ruben aja, Neng Ririn kawin ama Sule aja ya.. Prikitiww” Sule membenamkan wajahnya keselangkangan Ririn Dwi Aryanti.
“Ahhhhhhh…!! S-sule.. enak Suleee.. awwww…”
Mata Ririn sampai terbalik ke atas hingga terlihat putihnya saja saat lidah Sule memijati klitoris gadis itu, rintihannya semakin keras saat Ki Daus meremas-remas induk payudaranya, Don Juan tua yang banyak pengalaman itu mesem-mesem dengan wajahnya yang mesum.
“he he he.., enak ya Rinnn…., aduhhh susu Ririn halus banget sampe ati Ki Daus deg-deg-an begini…”
“ati-ati.., ntar ngak kuat pingsan kiii..” Lyra tersenyum nakal.
“ya enggak lahh, Ki Daus mah kuat kalau soal beginian..hnyumm.. nyummmm”
Mulut Ki Daus mengemut – ngemut puncak payudara Ririn, gadis itu merintih keenakan, rasanya seperti sedang digigit-gigit oleh seekor macan ompong, apalagi saat Ki Daus semakin rakus mengemut-ngemut buah dada Ririn yang semakin membongkah padat, putting susunya pun semakin lancip menantang karena terangsang hebat, Lyra mengusapi rambut Ririn sambil mengecup-ngecup bahu gadis yang tengah dimesumi oleh Ki Daus dan Sule.
“aaa,, nnnhh.. nnhhhhh.. nhhhhh…”
Ririn merintih hebat, ada sesuatu yang membuatnya semakin resah, seperti kencing yang tertahan.
“Aaaaaa…!! Crrutttt.. cruttttt……”
Tubuh Ririn mengejang kemudian mengelinjang saat gelombang klimaks menggeluti tubuhnya, Sule dan Ki Daus menghentikan aktifitas mereka agar Ririn dapat lebih berkonsentrasi menikmati denyutan-denyutan puncak klimaks. Ki Daus mengusap keringat didada Ririn, sementara Sule mengambil posisi menyerang sambil mencekal dan mengangkangkan tungkai paha kanan gadis itu sementara tangan kanan Sule membimbing Sule Jr pada belahan garis vagina Ririn yang masih rapat.

“Bisa kaga Lee..?? “ Ki Daus bertanya cengengesan sambil meremasi buah dada Ririn.
“adu-duu-duhhhh. Ahhhhhh…” Ririn mengeluh saat merasakan desakan-desakan kepala penis Sule.
“AHHHHHHHHHHHH……!! “ gadis itu menjerit keras sambil menendang kepala Ki Daus yang sedang mengintip.
“NGUFFFHHHH…!!OAHHHH….KECROTTTT…!!.”
Wajah Ki Daus mirip seperti orang yang tengah mengalami puncak klimaks.
“makanya Kiii, jangan maen intip seenaknya, baru keserempet dikit aja udah ngecrott..”
Sule cengengesan sambil menekankan batang penisnya lebih dalam lagi pada rekahan vagina Ririn Dwi Aryanti yang meringis kesakitan saat batang penis Sule menerobos memasuki dirinya. Sule menjejal-jejalkan batang penisnya hingga selangkangannya berdesakan dengan selangkangan Ririn. Lyra Virna memapah ki Daus dan mendudukkan si Aki di sebelah Ririn yang tengah dicoblos oleh batang penis Sule.
“duhhh, Mbak Lyra emang baekk sama Aki” Ki Daus memuji kebaikan hati Lyra yang sedang asik mengusap-ngusap batang penisnya yang Loyo, dengan susah payah Lyra membangunkan batang penis Ki Daus.
“Biar gini-gini, titit saya mah paling maknyus Nengg… he he he, ee-hh”
Lyra mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal saat batang ki Daus kembali tertidur, akhirnya Lyra memberikan sebutir pil untuk Ki Daus.
“Minum Kii…”
“apaan nih ?? “
“Udahhh Minum aja, bukan racun koqq…”
“ahhh, biarpun ini racun, Ki Daus mah rela mati demi Neng Lyra…”
Tanpa pikir panjang Ki Daun menelan pil itu, beberapa saat kemudian.
“JRENGGGG….!!” batangan di selangkangan Ki Daus pun bangkit dengan gagah perkasa.
“yahhh, parahh ah si aki…, kudu dicekok dulu baru ngaceng…!!” Sule menyindir Ki Daus yang tersenyum pahit.
“Ouhhh, Neng Lyra!!“ Lyra menghisap-hisap batang penis Ki Daus, yang melingkarkan tangannya memeluk tubuh Ririn yang tengah terguncang dengan lembut
Sementara vaginanya terus digenjot-genjot oleh Sule, putting pink Ririn tidak lepas dari jari-jari nakal Ki Daus yang terus memilin-milinnya, batang lidah Ki Daus menjilat-jilat rahang kanan Ririn  dan mengejar setiap tetesan peluh yang bergulir di leher jenjang artis cantik itu.
“Ohhh, Suleee.. Suleeee….”
Ririn menggelungkan kakinya membelit pinggul Sule, saat Sule bergoyang Ririn pun ikut bergoyang, saat Sule menyentakkan batang penisnya Ririn ikut menyentakkan liang vaginanya menyambut sodokan maut Sule, Clokkk.. clokkk.. clokkk clokkkk.., suara keras beradunya liang vagina Ririn dan batang penis Sule. Jeritan liar Ririn disambut suara geraman-geraman gemas Sule yang tengah asik berkutat menggarap liang vaginanya.
“ahhhhhhhhhhh, SULLEEEEEEE.. Crrutttt… Cruttttt…”
Tubuh Ririn mengejang hebat, seiring dengan itu jepitan kedua kakinya yang mulus terlepas dari pinggang sule. Ririn terkulai lemas dengan kedua mata terpejam-pejam. Mata Ki Daus melotot saat Lyra menungging dengan posisi doggy style. Sang Don Juan yang sudah renta mengejar sambil menjulurkan lidahnya keluar menjilati belahan vagina Lyra yang mengangkap kaki kirinya , mirip seperti posisi anjing yang sedang kencing.
“hsss-ahhh, shhhh-ahhh, Ki Dauuusss….” Lyra mendesah keenakan saat batang lidah Ki Daus menusuk membelah rekahan vaginanya
batang lidah Ki Daus terjulur panjang dan menggaruk-garuk dinding vagina Lyra, dengan gairah menggebu ki Daus membalikkan tubuh Lyra. Jari kirinya membentuk huruf V untuk membuka bibir vaginanya, dengan teratur jempol kanan Ki Daus memijat-mijat klitoris Lyra Virna yang merintih liar. Dua jari Ki Daus menusuki belahan vagina Lyra yang semakin banjir oleh cairan-cairan lengket licin.
“ahhhhh…crutttt… crutttt…. “ Lyra pun akhirnya orgasme oleh tusukan-tusukan jari Ki Daus.
“Lira tu vigers in…(Lyra two fingers in), now, may, setik will in tu..” akibat keompongannya Ki Daus kesulitan mengucapkan Bahasa Inggris.

Ki Daus menindih tubuh Lyra, wajahnya semakin mesum saat tubuh keriputnya bergesekan dengan tubuh Lyra yang halus mulus. Lyra memeluk tubuh Ki Daus, bibir Lyra saling melumat dengan bibir si aki yang keriput. Lyra menggeliat gelisah saat cumbuan Ki Daus turun ke arah dadanya.
“ahhh, enakkk.., enakkk Kiiiii…”
“Nyummm.., ceilehh, liarrrrrnyaa he he hehe…”
Mulut Ki Daus mengemot-ngemot buah dada Lyra Virna yang merintih liar keenakan sambil membusungkan payudaranya agar hisapan-hisapan mulut si aki yang sebenarnya sudah tidak layak tarung dengan wanita secantik Lyra.
“Auhhh…, akhhh akiiii….” Lyra menekuk dan mengangkangkan kedua pahanya saat wajah Ki Daus mengunjungi vaginanya, tanpa ampun batang lidah Ki Daus memandikan permukaan vagina Lyra hingga jembut wanita beranak satu tapi masih seksi itu basah kuyup oleh air liurnya. Ki Daus memperkuat hisapannya pada liang vagina Lyra saat ia mendengar suara erangan dan desahan tertahan artis cantik itu.
“ahhhh.. currrrr.. currrr… “
“sruppp… srupppp.. slrrruuuupphhh”
Ki Daus menelan habis cairan vagina Lyra Virna, kali ini si Aki mulai memasangkan kepala penisnya pada rekahan vagina Lyra. Dengan lembut ki Daus membelah vagina Lyra Virna.
“K-khhh…., akhhh… ahhh…”
“He he he, gimana rasanya digenjot ama Ki Daus, saya masih hebat kan Neng Lyra?? lebih hebat dari genjotan suami Neng Lyra pan?”
Ki Daus memainkan batang diselangkangannya, digenjotnya liang vagina Lyra dengan tempo lambat berirama Waltz, kemudian mendadak mengubah irama genjotannya dengan irama Tanggo, kemudian berubah menjadi irama Salza. (loh…loh…emangnya dansa apa?)
Tubuh Lyra menggeliut indah, sementara tubuh Ki Daus sebelah bawah menghentak-hentak dengan semakin kuat dan cepat.
“ohhh, Ki Daussssss hhhssssshhh Awwwww… enakkkk…akhh crrutttt…!!”
Ki Daus semakin bersemangat memacu batang penisnya, Lyra terpekik saat vaginanya berdenyutan dengan nikmat. Ki Daus membenamkan batangnya semakin dalam. Lyra menikmati puncak klimaks sedangkan Ki Daus menikmati remasan liang sempit wanita cantik itu yang berkontraksi dengan kuat, disaat yang bersamaan terdengar suara pekikan Ririn. Batang kemaluan Sule meraih kesuksesan dan membenamkan tubuh Ririn ke dalam kuali kenikmatan. Sule membimbing dan menaikkan tubuh Ririn ke atas tubuh Lyra dalam posisi 6.9, posisi pasangan pun kini berganti, penis Ki Daus mengincar bokong Ririn, sedangkan batang Sule mengincar selangkangan Lyra.
“Ohhhhhhhh…. “
Hampir bersamaan Lyra dan Ririn mendesah keras saat liang vagina mereka masing-masing disodok oleh Ki Daus dan Sule, mata Lyra menatap ke atas pada batang penis Ki Daus yang tengah membelah-belah liang vagina Ririn, sedangkan Ririn menatap selangkangan Lyra, ada sebuah benda milik Sule yang sedang asik keluar masuk menusuki belahan vagina Lyra. Suara rintihan dan rengekan Lyra ditimpa dan disambut oleh suara rintih Ririn, butiran keringat kedua wanita cantik itu bercampur dengan keringat Ki Daus dan Sule.
“crutttt… cruttt… Suleeeeee…”
“Ki Dausss Ahhhhhh cretttttt.. kecretttt…..”
“Pofffhhh…, pofffhhh“ terdengar suara letupan lepasnya alat kelamin masing-masing dari belahan vagina Ririn dan belahan vagina Lyra, kini sule dan Ki Daus terlentang pasrah di atas kain sarung. Lyra dan Ririn saling berpandangan, keduanya tersenyum nakal sambil merangkak menghampiri batangan di selangkangan Sule dan Ki Daus, lidah Ririn menempel pada buah zakar Ki Daus dijilatinya buah zakar Ki Daus dan dihisapinya sepasang buah zakar si Aki yang terkekeh keenakan bercampur ngilu. Setelah puas menghisap-hisap buah zakar Ki Daus bibir Ririn mengecup naik semakin ke atas, dan happp, diterkamnya kepala penis si Aki.
“Outtssshhh, Neng Ririn…seneng yang ama titit Ki Daus, he he”
Tangan kanan Ki Daus mengelusi kepala Ririn.
“bukannya seneng, tapi kepaksa ketimbang nggak ada…soalnya titit saya lagi diemut sama Mbak Lyra…, gimana rasanya titit saya??”
“enakkk…, gurihhh… Emmmh Suleeee.. Nyemmmhhhh..!!”
Lyra menekankan kepalanya ke bawah, secara otomatis batang Sule semakin dalam terbenam kedalam tenggorokannya, mulut Sule membentuk O besar, kedua matanya membeliak lebar selebar mata Ki Daus yang keenakan saat batang penisnya terselip di kerongkongan Lyra.
“nahh lu liat Pepp, kalau birahi cewek sudah naek begitu…, mereka berdua bisa diapain aja, mau yang semi hard sampe super hard….pokoknya semuanya bisa…” Budi berbisik di telinga Pepi
“ah.., masa sihh ?? “Pepi semakin antusias.
“yeee liat aja tuhhh….”
Kali ini sepertinya permainan akan berlangsung dengan agak keras, Sule mengeluarkan tali plastik, demikian pula Ki Daus, mereka mengikat pergelangan tangan Ririn dan Lyra pada sebatang pohon. Maka posisi kedua bidadari itu kini saling memunggungi mengapit pohon itu. Ki Daus mengangkat kedua kaki Ririn dan memposisikan diri diantaranya, pria tua itu mengarahkan penisnya yang masih mengacung tegak ke arah liang kemerahan Ririn yang dikelilingi hutan lebat berwarna hitam.
“Oouuhhh….Kii…!!” erang Ririn saat penis Ki Daus melesak ke dalam vaginanya.
Ki Daus terkekeh-kekeh lalu mulai menggoyang pinggulnya menyetubuhi Ririn yang terikat tak berdaya. Efek obat kuat masih bekerja sehingga penis Ki Daus masih cukup keras merojok-rojok vagina Ririn dan membuatnya menjerit-jerit kenikmatan. Sambil menggenjot mulutnya terus menjilati wajah artis muda itu, dalam satu kesempatan mulut mereka bertemu dan berpagutan panas.
Sementara di belakang Ririn, Lyra sedang menikmati permainan sado masokisme bersama Sule. Pelawak berambut kuncir itu menyeringai sambil menetesi payudara Lyra dengan lilin berwarna merah. Tetesan-tetesan lilin itu memberikan sensasi panas yang nikmat bagi Lyra, terutama ketika mengenai putingnya. Bukan itu saja, Sule juga memasukkan sebuah dildo berukuran sebesar pisang ambon ke vagina Lyra sehingga Lyra merapatkan pahanya menahan sensasi nikmat yang ditimbulkan dari benda yang mengobok-obok vaginanya itu.
“Hihihi…asyik kan Mbak Lyra?” Sule tersenyum mesum melihat Lyra yang mengerang-ngerang akibat perlakuannya itu.
“Uuuhhh…enak Leee…entot gua…plisss…entotin gua, jangan nyiksa gini terussshh!” erang Lyra menggigit bibir bawah.
“Nanti Mbak…nikmatin aja dulu biar lebih asoy!” kata Sule terus menetesi payudara wanita itu dengan lilinnya.
Lima menit kemudian setelah lilin itu sangat pendek barulah Sule meniup apinya hingga padam. Saat itu payudara Lyra telah belepotan tetesan lilin yang telah mengering. Sule menarik lepas dildo yang menancap pada vagina si artis cantik itu. Benda itu pun telah berlumuran cairan kewanitaan yang menjuntai ketika dicabut dari vagina Lyra. Sule menyodorkan dildo hitam itu ke mulut Lyra yang langsung menjilatinya tanpa harus disuruh. Seperti orang yang kehausan, Lyra menjilati cairan kewanitaannya sendiri yang membasahi dildo itu. Setelahnya Sule menjatuhkan dildo itu ke tanah lalu mendekap tubuh telanjang Lyra, diangkatnya kaki kanan wanita itu sambil tangan satunya menempelkan penisnya pada bibir vagina Lyra. Keduanya mendesah bersamaan ketika Sule mendorong pinggulnya sehingga penisnya melesak ke vagina Lyra. Pada pohon itu kini terikat dua orang wanita cantik yang sedang disetubuhi dalam posisi yang sama. Tak lama kemudian, setelah berhasil mengantar Ririn ke puncak orgasme, Ki Daus mencabut penisnya dan crot…crot…cairan putihnya muncrat membasahi perut dan payudara Ririn hingga akhirnya ia terduduk lemas di tanah. Sementara Sule makin ganas menghujam-hujamkan penisnya pada vagina Lyra. Wajah ibu cantik beranak satu itu semakin kemerahan akibat sensasi nikmat yang melandanya, ia sudah di ambang orgasme. Tidak sampai lima menit kemudian, sebuah erangan panjang terdengar dari mulutnya bersamaan dengan tubuhnya yang menggelinjang hebat, terasa agak sakit pada pergelangan tangannya yang terikat tapi tidak seberapa dibanding kenikmatan orgasme yang didapatnya. Dalam waktu bersamaan pula, Sule juga mencapai klimaks, ia membenamkan penisnya hingga mentok pada vagina Lyra serta menyemprotkan spermanya. Cairan hangat itu segera memenuhi rahim Lyra dan sebagian meleleh keluar bibir vaginanya. Sule ambruk begitu menyelesaikan orgasmenya, demikian pula Lyra, tubuhnya melemas dan kepalanya tertunduk lesu sambil tetap berdiri terikat pada pohon.

“Nahhh, sekarang kamu percaya Pep?? “
“Percaya Dokk.., percaya…., gila liar amat ya…, very hoottt” Pepi mengangguk-angguk dan melepaskan tangannya dari selangkangannya, tanpa disadari ia sejak tadi mengocok-ngocok penisnya sendiri sambil menyaksikan adegan panas di taman.
“Kamu mau istri kamu jadi hot seperti Ririn dan Lyra?? coba kamu bayangkan saat Sabria menjerit liar dan menggeliat-geliat seperti Lyra dan Ririn, merintih, mendesah dan memekik keras-keras…saat aku memompa ehh kamu Pep…kamu….yang mompa“ Dokter Budi buru-buru menarik pinggulnya kebelakang saat tangan Pepi hendak menggampar sesuatu yang membengkak di selangkangannya.
“Gimana mau Pep??“ Dokter Budi kembali bertanya.
“Mau Dokk, mauuuuu, tolong dokkkk…”
“Oke.., sekarang kita kembali….., nahhh, yang tadi itu itung-itung pembelajaran buat kamu, agar mengerti bagaimana memperlakukan seorang wanita, jadi bukan asal sodok ajaaaa…buktinya Ki Daus dan Sule bisa memuaskan Ririn dan Lyra, masa kamu kalah, nggak sanggup memuaskan istri kamu, yang frigit kaya Sabria gitu, harus dicairkan dengan kehangatan Pep…jangan dikasarin” Dokter Budi memberikan wejangan
Pepi mengangguk-angguk sambil mengelus-ngelus sesuatu membayangkan sedang mengelus buah dada Sabria.
“ada-dadahhh…!! “ dengan refflek Pepi menarik tangannya.
“Hahhh ??!! ngapain lu ngelus-ngelus buah duren Pep??” tanya Dokter Budi bengong
Pepi dan Dokter Budi pun kembali menemui Sabria.
“Nah sekarang praktekkan, ya. Saya lihat dulu, baru komentar,”
Lalu Pepi mulai beradegan dengan Sabria sambil bercerita.
“Pertama standar dok, kite bedua ciuman hot, kaya gini nih” kata Peppi sambil kemudian berfrenchkiss dengan Sabria yang membalas dengan liar.
Dokter Budi sampai geleng geleng melihat liur keduanya yang berlelehan di dagu. Keduanya beradu lidah dengan penuh gairah sampai lidah mereka saling belit dan saling jilat.
“Terus saya peluk dia dari belakang” desah Pepi yang mulai bernafas lebih berat menahan nafsu,
Pepi kemudian memeluk Sabria dari belakang, menggengam tangan istrinya itu dengan lembut namun tegas dan menekap kedua payudara Sabria yang mulai naik turun dengan lebih tidak teratur. Sabria mendesah ketika dengan lembut Pepi mencium cuping telinganya, lalu menjilat tengkuknya.
“Terus saya suruh dia jongkok, dan…” Pepi langsung membuka celananya, dan memaksa Sabria mendeepthroath penisnya.
“Woi brenti… brenti…!” dokter Budi langsung menghentikan Pepi, demi melihat Sabria tersedak hampir muntah menahan serangan penis Pepi.
“Lho.. apa yang salah, Dok?” tanya Pepi dengan lugunya.
“Lu pikir bini lu tembok. Kaya make jack hammer aja lu” sembur dokter Budi yang tumben-tumbennya ngerti Jack Hammer.
“Kalo gitu, harusnya gimana dok?”
“Sekarang minggir, gua yang contohin!”
Budi mengangkat Sabria yang megap-megap mencari udara, lalu dengan lembut mengelus punggungnya sambil mendekap wanita itu. Perlahan Budi mencium tepi bibir Sabria, menjilat lembut bibir sensual itu. Sabria membalas dengan lebih lembut, berusaha meresapi permainan bibir dan lidah dokter Budi yang profesional. Lidah Budi merayapi leher Sabria yang memejamkan matanya dan mendesah lirih menikmati getaran nafsunya. Tangan dokter Budi dengan lembut merayapi punggung Sabria, memijatnya lembut, dan mengarah dari bahu turun ke pinggulnya, menelusuri tulang punggungnya. Meremas lembut pinggulnya, buah pantatnya.
“Nah…” kata Budi sambil melepas Sabria dengan tiba-tiba, “begitu cara foreplaynya, sekarang kamu coba Pep”
Pepi mulai mengikuti metoda dokter Budi, dan dokter Budi bisa melihat ada lelehan cairan yang mengalir membasahi paha dalam Sabria yang mengenakan baby doll pada session itu yang menandakan ia mulai terangsang.
“Lha terus gimana dok?” tanya Pepi bego karena cuma melakukan gerakan yang sama berulang-ulang, sampai Sabria menunjukkan wajah bosan.
“Heran, pep…lu itu bodoh atau bego sih? bisanya langsung sruduk banteng ajah”, kata Budi sambil meraih Sabria dari Pepi.
“Lu liat nih caranya.”
Lalu Budi memeluk Sabria dari belakang, meremas-remas pinggulnya, menggigit kecil pundak dan tengkuknya, lalu dengan gerakan lembut meloloskan babydoll yang dikenakan Sabria dan membiarkan gadis itu menahan jatuhan babydollnya tepat di bawah payudaranya yang meggantung bebas tanpa disangga bra. Budi meciumi punggung Sabria dengan lembut sembari tangannya mengelusi sekeliling payudara gadis itu dengan telapak tangannya.
“Nah Pep, kalau kamu ngeliat toket bini lu udah begini biasanya diapain?” tanya Budi.
“biasanya sih di giniin dok” kata Pepi sambil dengan gemas meremas payudara Sabria dan mengenyotinya dengan kasar hingga Sabria meringis kesakitan.
“Emangnya bini lu sapi!” sembur Budi sambil menyentak kepala botak Pepi menjauhi payudara Sabria yang memerah.
“Toket itu harusnya diginiin tau!” katanya lagi sambil kembali mengelus lembut bukit payudara Sabria, memijatnya lembut, dan menyentil payudara gadis itu dengan gerakan halus, yang menyebabkan tubuh Sabria bergetar dan mengejang menahan nikmat.
Cairan yang mengalir di selangkangan gadis itu makin deras. Dengan lembut, Budi membimbing tangan Sabria untuk membiarkan babydollnya jatuh dan membiarkan kini seluruh tubuhnya terexpose bebas tanpa sehelai benang pun tertinggal.
“Gila lu, pep. Bini binal gini bisa sampe lu bilang ngga hot?”
“Lah dok, abisnya kalo ama saya kaya gedebog pisang.” kata Pepi seenaknya.
“Paraaaaah.”
Lalu dengan lembut lidah Budi bermain di punggung Sabria, dari tengkuk turun ke punggung, turun ke pinggul. Di sana Budi berhenti sejenak, emberikan gigitan-gigitan kecil di pinggul Sabria yang melenguh keras melepas orgasmenya. Lalu tanpa merasa jijik, membuka belahan pantat Sabria yang kini tertelungkup di meja kerja Budi dengan kaki dan pinggul menjuntai di pinggir meja. Untuk kemudian menjilati lubang anus gadis itu yang makin menjadi-jadi dalam orgasmenya. Kemudian Budi bangkit dan membalikkan tubuh Sabria, kini ia mempermainkan payudara gadis itu dengan lembut, jilatan, hisapan lembut, lidah itu menelusuri belahan dada montok Sabria, turun ke perutnya yang kencang, dan kemudian dengan lembut namun mematikan membongkar vagina gadis itu, yang makin mengerang-ngerang kenikmatan.
“Gimana sekarang rasanya Sab?” tanya Budi sambil terus mengobok-obok vaginanya dengan jari-jarinya.
“Aaahhh…Dok enakhhh…sshhh…terusin, entotin saya Dok!” lenguh Sabria dengan wajah semakin merah.
Budi lalu bertanya pada Pepi, “Lu belum pernah sampe kaya gini, kan?” yang dijawab dengan gelengan kepala Pepi, “Pep, kalo bini lu udah begini, apa aja dia rela, termasuk kalu lu entot pantatnya,”
“Ah masa, Dok, yang bener!?”
“yeee…lu nggak inget studi tour di kebun belakang tadi? Nih sekarang gua lanjutin, perhatiin baik-baik!”
Budi meloloskan celananya dan menarik Sabria mengikuti tubuhnya yang terlentang di lantai ruang praktek itu, dan membimbing Sabria untuk ber woman on top. Sabria kini terlihat lebih agresif dan menikmati permainan itu, ia menggenggam penis Budi dan mengarahkannya ke vaginanya yang telah basah kuyup. Sebuah desahan panjang terdengar dari mulutnya ketika penis Budi yang lumayan besar itu amblas ke vaginanya dengan sempurna. Budi pun membiarkan gadis itu bergerak sekehendak hatinya hingga Sabria mendapatkan orgasmenya kembali.
Budi merengkuh Sabria hingga tubuh mereka berdekapan erat, dicuminya bibir Sabria dan lidahnya mengait lidah wanita itu. Sementara itu tangannya membuka belahan pantat Sabria seakan memberi tanda untuk Pepi untuk ikut bergabung. Namun sebelum Pepi beraksi, Budi segera menyela,
“Jangan kasar-kasar, nyet.. ntar napsunya ilang”
“Iye, nyuk..” balas Pepi sambil dengan perlahan menghujam penisnya ke anus Sabria, yang lalu merintih dan menggeletar keenakan, walau ini adalah sodomi perdananya.
Kemudian ketiganya bergerak seirama, saling mengisi, menghujam, memberi kepuasan. Sabria benar-benar tak sanggup membendung nafsunya yang selama ini selalu tertahan karena Pepi hanya menganggapnya sebagai penampungan peju. Sementara kini, ia diperlakukan bagai ratu, dibuat terbuai, dan menikmati cumbuan yang maha dahsyat, hingga walau kini tingkahnya bagai pelacur nomor wahid, ia lakukan itu semua karena nafsunya yang menggelegak. Tak lama kemudian Budi melepaskan penisnya dari vagina Sabria lalu berlutut sehingga penisnya mengarah ke wajah wanita cantik itu. Tanpa diperintah, Sabria meraih penis Budi yang telah basah, membuka mulut selebar-lebarnya, dan…hap…Sabria mengulum dan menghisapi penis yang masih menegang itu. Lidahnya bergerak lincah membersihkan cairan-cairan yang masih berleleran di batangnya. Dokter Budi mencapai orgasmenya paling awal, ia melenguh dengan mata melotot seperti habis habis melahap sambal ABC sebotol. Spermanya muncrat dengan deras di dalam mulut Sabria sampai meleleh di sudut-sudut bibirnya. Dengan bernafsu Sabria melahap cairan kental itu hingga habis dan penis Budi menyusut. Lima menit kemudian, Pepi dan Sabria pun mencapai puncak kenikmatan bersama. Lenguhan dahsyat mengisi ruang praktek yang kini bagai surga dunia itu, bahkan untuk Sabria…walau vagina dan mulutnya disiram sperma Budi yang jelas-jelas bukan suaminya. Tubuh keduanya mengejang, Pepi meremas kedua payudara Sabria hingga akhirnya ambruk menindih tubuh wanita itu. Di tengah nafasnya yang masih ngos-ngosan, Sabria tersenyum puas ke arah Dokter Budi.
“Nah, sekarang lu tau kan harus gimana, Pep?” kata Budi setelah mereka sudah bisa menguasai diri dan berpakaian lagi. Pepi dan Sabria kembali duduk sebagaimana dokter dan pasiennya.
“Iye dok, makasi, ye…” kata Pepi sambil membayar tagihan konsultasi pada Budi…
“Dok…” kata Pepi lagi
“Apa?”
“Kalo saya masih punya masalah, saya kemari lagi, ya…”
“Atur aja pep, gua siap bantu…”
Ketika Pepi serta Sabria ke luar ruang praktek, mereka terkejut melihat, Stanley, Dede, Ruben dan Fany tergeletak lemas dengan celana dan kolor yang turun hingga ke lutut, dan tangan kanan di penis masing-masing yang sudah menyemburkan sperma sampai tak mampu lagi berejakulasi. Dengan mesra Pepi menggandeng Sabria melewati Ruben Onsu, Sabria tersenyum sambil mengerling nakal pada Pepi, Pepi membalas dengan meleletkan lidahnya untuk menggoda Sabria yang kini HOT.. dalam bercinta.
“E-ehh Ayammm… ?? !!“ Ruben sampe soak melihat Sabria yang liar dan panas dengan bernafsu Sabria melumat bibir Pepi
Read More

CEWEK HORNY BINAL

CEWEK HORNY BINAL

Beban pekerjaan dan pikiran yang sumpek membuat Rahmat (45), yang menjabat sebagai kepala jawatan di sebuah daerah Kabupaten yang cukup maju, memutuskan untuk mengajak Nina (35), istrinya bersama dua anak mereka Riki dan Riko, kembar berusia 10 tahun, berlibur ke daerah wisata di luar kota selama sepekan. Dua hari menginap di hotel N di kawasan wisata pantai membuat keluarga Rahmat sejenak melupakan hiruk pikuk kota.

Di sana setiap hari mereka menghabiskan waktu bersama, berenang, latihan diving, dan mengabadikan kegembiraan mereka sekeluarga menggunakan kamera foto dan handycam. Tapi di hari ketiga, Nina merasa kecapaian dan tidak ikut suami dan dua anaknya bepergian. Ia memilih diam di kamar hotel untuk istirahat. Pagi-pagi benar, Rahmat, dan Riko-Riki berangkat untuk menikmati indahnya pulau-pulau kecil di sekitar kawasan wisata itu yang harus ditempuh dengan menyeberang perahu boat selama setengah hari. prediksi totobet

“Ya sudah mama tinggal saja di hotel, istirahat.. paling besok kita sudah balik,” kata Rahmat saat hendak berangkat.

Ia mengerti benar stamina istrinya kurang fit kalau harus menyeberang menggunakan boat. Riko dan Riki mencium pipi mamanya sebelum pergi. Hotel N tempat mereka menginap jauh dari pemukiman penduduk. Tempatnya memang sangat nyaman untuk berlibur menghilangkan suntuk, dengan rindang pepohonan di sekitar hotel dan panorama pantai yang berpasir putih. Hanya saja, keluarga Rahmat datang ke sana saat bukan musim libur, dan suasana hotel memang sedang sepi tamu.

Ini juga yang membuat pengelola hotel memperlakukan keluarga Rahmat secara spesial agar mau menginap lebih lama di sana. Sebab mereka menyewa dua kamar, satu untuk mereka dan satunya untuk anak-anak. Nina bangun sekitar pukul 11 siang, badannya sudah lebih segar dengan istirahat yang cukup. Ia lalu mandi dan menyantap sarapan yang diantar sedari pagi.

Nina tergolong wanita cantik yang di usia ke 35 tubuhnya semakin menggairahkan dari segi seksual. Payudaranya 36D dan tubuh tinggi montok berisi dengan pantat yang seksi dibalut kulit putih bersih. Banyak yang bilang wajah dan perawakan Nina mirip artis Mona Ratuliu. Setelah menikmati sarapannya, Nina mencoba rileks di sofa menonton televisi. Nina mengenakan kaos oblong putih dan celana pendek longgar agar lebih nyaman.

Tayangan kuliner di televisi hampir membuat Nina yang berbaring di sofa terlelap lagi, tapi ketukan pintu kamar menyadarkannya. Salman (40) dan Rusdi (28), dua orang petugas Hotel itu berdiri di muka pintu saat Nina membukanya.

“Maaf mengganggu bu,” kata Salman ramah. Rusdi berdiri di belakang Salman.

“Oh nggak apa.. ada apa ya?,” tanya Nina.

“Tadi pagi kami dipesan pak Rahmat, disuruh memeriksa kemari, katanya ada gangguan kerusakan di shower dan saluran pembuangannya?,” jawab Salman.

Salman lalu mengenalkan diri kalau ia dan Rusdi adalah petugas hotel yang bertanggungjawab jika ada keluhan kerusakan fasilitas hotel.

“Ehm.., oh iya. Tadi sempat ke sini ya? Maaf ya saya bangunnya siangan.. ayo silahkan masuk pak,” Nina baru ingat tadi pagi sempat ngomel-ngomel karena kerusakan di kamar mandi hotel.

Nina menyilakan dua petugas hotel itu masuk. Tak disangka saat itulah niat bejat dua petugas hotel dan kesempatan yang tersedia di saat Nina seorang diri, membuat Nina diperkosa di kamar sewaan keluarganya.

**********************

Pengakuan Nina:

Rahmat, suami Nina bersama anak mereka, Riko dan Riki kembali ke Hotel N dua hari kemudian setelah menikmati keindahan pulau-pulau kecil di seberang kawasan pariwisata itu. Malam hari setelah Riko dan Riki masuk ke kamar mereka dan tidur, Rahmat mencari tahu apa penyebab istrinya bermuram muka sejak mereka kembali ke Hotel.

“Mama masih sakit ya?, kok diam terus dari tadi,” tanyanya pada Nina.

“Nggak papa, mama sudah sehat. Tapi selama papa dan anak-anak pergi….,” Nina tak melanjutkan ceritanya. Ia tengkurap di ranjang dengan raut sedih, sementara Rahmat dengan sabar menunggu jawaban istrinya itu.

“Ayo teruskan mama, ada apa sebenarnya?,” Rahmat penasaran.

“Mama diperkosa pa…mama diperkosa oleh dua petugas hotel ini…dan sekarang mereka sudah kabur,” isak Nina menjadi-jadi.

Nina pun bercerita bagaimana dua petugas hotel itu datang ke kamar untuk memperbaiki shower. Namun saat kamar tertutup, mereka meringkus Nina dan mengikatnya. Mulutnya disumpal kain dan matanya juga ditutup ikatan sapu tangan. Lalu, mereka memperkosa Nina berkali-kali.

“Apa..??,” Rahmat terkejut bukan main mendengar istri tercintanya digauli secara paksa oleh dua petugas hotel. Ia berusaha menghibur Nina agar tidak trauma, dan berjanji segera melaporkan kejadian itu ke kantor polisi esok harinya.

*********************

Rekaman Handycam

Rahmat sangat terpukul mendengar cerita istrinya. Setelah menenangkan Nina dan membiarkan ia terlelap, Rahmat kemudian keluar kamar hotel menuju tepian pantai untuk menyepi sambil merencanakan melaporkan masalah tersebut esok paginya. Tapi, sebelum keluar kamar Rahmat menemukan handycam milik Riko, anaknya tergeletak di dekat pintu kamar hotel. Handycam itu tidak dibawa ketika Rahmat bersama dua anaknya melancong ke pulau–pulau kecil dua hari lalu. Ia lalu memungut handycam itu dan membawanya keluar.

Di tepi pantai yang sepi itu, Rahmat melamun panjang memikirkan nasib keluarganya. Pergi berlibur untuk melepaskan beban dari himpitan kerja dan hiruk pikuk kota, justru membawa problem yang sangat berat dan aib. Tangannya iseng menghidupkan handycam untuk mengambil gambar bintang di langit malam itu. Namun niat ia urungkan karena pita kaset ternyata penuh. Penasaran, Rahmat kemudian merewind kaset dan memutarnya untuk melihat isinya.

Mata Rahmat terbelalak saat rekaman handycam tertayang di LCD handycam. Ternyata isinya adalah adegan pemerkosaan yang menimpa Nina, istrinya. Nina dalam keadaan terikat, masing-masing tangannya diikat di pojok sisi ranjang membuat posisi Nina terlentang dengan kaki terbuka.

Ia hanya mengenakan celana dalam dan bra berwarna biru muda, sementara mata dan mulutnya tertutup erat dengan ikatan sapu tangan. Tubuh Nina yang putih mulus meronta-ronta di atas ranjang seolah menuntut dilepaskan. Suaranya hanya ehmmm…ehmmm… seperti berteriak, tapi tak bisa lepas karena mulutnya tersumbat.

“Ha.. ha.. ha.. ini dia.. tante girang yang sudah nggak tahan di atas ranjang,” suara seorang pria terdengar dalam rekaman itu.

Rahmat mengenal suara itu, ya suara itu tak lain dari Rusdi, bujangan petugas hotel. Nampaknya ia yang memegang handycam dan mengambil gambar Nina di ranjang.

“Eng.. ing.. eng… ini dia gigolonya…,” kata Rusdi, di saat yang sama muncul gambar Salman petugas hotel lainnya.

Salman hanya menggunakan kolor putih, di baliknya nampa penisnya yang mulai menonjol tegang. Salman menyeringai di kamera sambil lidahnya menjilati bibir sendiri seakan hendak menyantap makanan lezat.

Salman naik ke ranjang di mana Nina terikat. Ia berlutut di antara kaki Nina sambil tanganya mulai mengusapi kaki mulus Nina. Nina memberontak meronta-ronta, teriakan tertahan terdengar keras.

“Eit.. eit… percuma tante… lebih baik tante nikmati saja, ketimbang melawan ntar malah sakit lho.. he..he..he..,” ejek Salman dengan seringai mesumnya.

Salman terus meraba Nina mulai dari kaki, paha, perut, dan kini tangannya mulai menjalar ke payudara Nina yang masih terbungkus bra. Nina terus meronta berusaha melawan, tetapi percuma karena ikatan di tangan dan kakinya sangat kuat menggunakan tali plastik jemuran, semakin kuat ia meronta justru membuatnya semakin sakit pada pergelangannya.

“Kurang aj”, pikir Rahmat saat menyaksikan adegan itu di handycam, tubuhnya bergetar menahan amarah.

Rasanya ia ingin sekali menemukan petugas hotel itu dan menghajarnya habis-habisan. Rahmat melanjutkan menyaksikan adegan di LCD handycam, kini tangan Salman mencabik paksa bra istrinya itu hinga tanggal. Payudara montok Nina sampai tergoncang-goncang. Pemandangan itu membuat Salman makin bernafsu dan seketika bibirnya mulai menjelajahi payudara Nina, bergantian, satu dihisap satu diremas-remas.

“Ehmmhhkk… ehmhkkk…jangan!!” Nina terus meronta berusaha melawan, tapi Salman tak peduli dan terus melakukan aksinya menikmati payudara wanita cantik itu.

“Eihh.. tenang aja tante.. nanti juga wenak..,” kata Salman sambil tanganya memberi kode ke kamera agar mendekat.

“Waduh.. ini bayi tua lagi netek nih…, cucu mamah gede sih,” suara Rusdi terdengar dalam rekaman, sementara adegan itu diclose-up, nampak jelas bagaimana lidah Salman bermain di putting susu Nina, sesekali dihisap dengan keras, lalu dijilati lagi pelan perlahan.

Handycam di tangan Rusdi juga merekam jelas bagaimana putting susu Nina perlahan-lahan mengeras setelah menerima jilatan dan hisapan Salman.

Handycam kemudian diarahkan Rusdi ke bagian bawah, merekam tangan kiri Salman yang mulai menggerayangi CD Nina. Gambar kkembali diclose-up, pinggul Nina bergerak kencang berusaha menghindari sentuhan Salman, namun percuma. Jemari-jemari kekar Salman mulai menyusup ke balik CD dan menggelitik klitoris Nina, sementara di bagian atas yang tak terekam kamera bisa dipastikan Salman makin bergairah menghisapi susu Nina. Rusdi menjauh dan mengambil gambar utuh. Salman bergerak membuka penutup mata Nina, lalu ia mencabik CD Nina dan menjilatinya beberapa kali.

“Ha.. ha.. ha.. sudah kubilang, tante pasti suka. Ini buktinya cairan memeknya sudah mulai netes. Makanya jangan melawan ya,” Salman menghisap celana dalam Nina di bagian tengah yang ada bercak basahnya, lalu menghempasnya ke arah kamera.

Rusdi mengclose-up wajah Nina. Mata Nina melotot marah dan mulutnya yang masih tertutup ikatan sapu tangan mengeluarkan suara tertahan seperti membentak protes.

“Waduh.. si tante makin galak makin seksi nih.. ayo embat aja kang.., ntar gantian kita.., ” suara Rusdi menyemangati Salman.

“Santai aja Rud.. makin galak makin asyik rasanya. Sekarang kita lihat masih galak nggak kalau itilnya diisapin…. Ayo ke siniin kameranya biar lebih jelas gambarnya,”

Salman meremas susu Nina dan menjawil dagunya, Nina semakin marah, lalu Salam mengarahkan kepalanya ke selangkangan Nina. Handycam di tangan Rusdi mendekat ke selangkangan Nina. Jemari Salman membelai-belai vagina Nina yang sudah telanjang penuh, sementara Nina tetap berusaha melawan dan meronta-ronta. Bibir vagina Nina direngkah dua jemari Salman hingga terbuka, warnanya merah muda dan mulai basah lantaran klitorisnya dimainkan jemari Salman.

“Ini itil namanya frend.. makin digosok, tante makin kenikmatan… nggak tahan.. ha ha ha…,”suara Salman bergairah, sementara gambar di LCD menunjukkan jempolnya menekan dan menguyak klitoris Nina.

Bibir Salman kemudian mendekat ke vagina Nina, lidahnya mulai menjulur menjilati klitorisnya. Telapak tangannya menekan bagian atas vagina Nina yang ditumbuhi bulu halus tercukur rapi.

“Hmmm.. sedep bener nih tante. Wangi…nggak ada bau terasinya memeknya nih, ga kaya *****-***** di gang itu…he he. Rud kau suting mukanya tante pas aku mainin itilnya ya..,” Salman kembali menjilati vagina Nina, kali ini sambil dihisap-hisap.

Rusdi mereka ekspresi Nina. Matanya kini terpejam dan mulutnya yang tersumpal masih berusaha teriak, namun tubuhnya sudah lemah tak mampu meronta lagi. Tenaga Nina sudah terkuras karena berusaha melawan ikatan di tangan dan kaki.

“Ehmmhh.. ehmmmhhpp.,” suara Nina melemas juga, rontanya justru menjadi gemulai membuat Salman makin nafsu menghisap vaginanya. Jilatan-jilatan lidah Salman di vagina Nina membuat pikirannya bercabang. Ia mulai merasakan kenikmatan yang tak mungkin dihindari, secara naluriah ia jelas sangat menikmatinya, namun secara moral, bagaimanapun ini perkosaan, apakah pantas ia menikmatinya?

“Ehmm.. kenapa tante? Nikmat ya?,” suara Rusdi bertanya sambil wajah Nina di close-up. Nina melotot sambil berusaha mengangkat kepalanya, ia berusaha berteriak lagi, memprotes gambarnya direkam Rusdi.

Rahmat semakin marah melihat adegan itu. Dalam hatinya ia menaruh dendam kesumat pada Salman dan Rusdi yang mengerjai istrinya. Tapi adegan demi adegan yang dilihatnya di layar LCD handycam juga membuatnya semakin penasaran.

Rusdi tiba-tiba melepaskan sapu tangan penutup bibir Nina. Tapi Nina justru terpejam dan tak mengeluarkan sepatah kata pun, apalagi teriakan.

“Ayo tante.. mau marah apa? Mau ngomong apa.. ayo teriak lagi?,” suara Rusdi meledek Nina.

“Ehmm.. jangan… amphuunnn.. jangan disuting… amphunnn,” suara Nina memelas dengan nafas yang mulai berat dan mulai terangsang.

“Ampun kenapa tante..?,” suara Rusdi kembali menggoda.

“Akhhss.. amphuunnnn… oughhh… mmpphh..,” mata Nina kembali terpejam, tubuhnya bergetar seperti menahan birahi yang memuncak. Dari LCD handycam, Rahmat bisa menandai ciri-ciri wajah istrinya mulai dilanda gairah seksual.

Di bagian bawah Salman terus menjilati vagina Nina, Rusdi mengarahkan kameranya di bawah. Kepala Salman seakan terbenam di selangkangan Nina, saat di close-up nampak vagina Nina sudah sangat basah dan cairannya terus dijilati dan dihisap Salman. Pinggulnya bergoyang mengikuti irama jilatan Salman.

“Oughh.. ampphhhuuunnn… akhhsss..,” suara Nina terdengar.

“Nih suting nih.. nah lihat nih.. tante udah nggak tahan mau dientotin nih..,” kata Salman sambil jemarinya membuka bibir vagina Nina.

Handycam Rusdi mengclose-up vagina Nina yang terkuak oleh jemari Salman. Terlihat jelas dinding vagina Nina berkedut-kedut dan nampak dibaluri lendir birahinya sendiri. Salman masih menahan vagina Nina dengan jarinya, lalu penis Salman terekam di kamera sudah tegang mengacung dan mulai mendekati bibir vagina Nina.

“Eh Rud.. kau rekam yang lengkap ya.. aku entotin dulu nih tante, ntar kalau aku cabut kontolku.. kau close-up lagi memeknya ya…biar kau lihat bagaimana kalau nih tante puas.. ha ha..,” Salman menyeringai.

Salman mengambil posisi tepat di tengah kaki Nina, dan perlahan menuntut penisnya ke bibir vagina Nina.

“Amphhuunn.. tolong lepaskan saya.. jangan.. tolong jangan lakukan” Nina memelas pasrah, seolah sadar sesaat lagi ia akan disetubuhi pria lain yang bukan suaminya.

“Nah.. begitu dong.. yang halus.. jangan marah marah kayak tadi hah..!! Ayo sekarang mau apa, mau dilepas?. Rud turuti tante ini, lepas ikatan kakinya Rud, cepat…,” Salman tetap pada posisi siap menindih Nina, ujung penisnya sudah menyentuh bibir vagina Nina yang merekah.

“Akhhss.. jangan pak.. amphun.. jangan..,” Nina memelas sejadi-jadinya dengan suara parau saat merasakan benda hangat menempel di bibir vaginanya.

Rusdi merekam semuanya sambil melepas ikatan di kaki Nina. Dari posisi itu nampak jelas penis Salman sudah menempel di bibir vagina Nina.

“Sudah siap tanthee.. ouh.. sudah siap kubawa ke alam nikmathhh.. ahh..,” Salman menindih tubuh Nina dan memegang kedua pipi Nina agar wajah Nina menghadap ke wajahnya. Pinggulnya mulai ditekan membuat kepala penisnya menembus bibir vagina Nina.

“Ngghhh… amphuunnn.. jangahhnnn…tolong janganhhh… engghhhmmm… ouuhhhhggghhh… akhhhssss,” suara Nina yang memelas berubah menjadi desahan tak tertahan saat Salman mulai memasukkan penis ke vaginanya dan mulai memompa keluar masuk.

Rahmat melihat bagaimana tubuh mulus istrinya menggelinjang setiap sentakan pinggul Salman terjadi. Nina mendesah tak karuan ditindih tubuh Salman yang kekar. Perawakan Salman agak pendek, penisnya juga lebih pendek dari milik Rahmat. Tapi penis hitam Salman jauh lebih gemuk dan lebih tegar dari milik Rahmat. Rusdi mengclose-up bagian yang sedang intim itu. Bibir vagina Nina sampai monyong-monyong didera penis Salman. Salman menghentak pinggulnya semakin cepat semakin keras.

“Akhhss… ouhhh.. ahhhh… sssttt…ughhh…,” Nina terpejam sambil mendesah menahan nikmat, ia tak sadar wajahnya yang bersemu kemerahan karena terangsang sedang diclose-up oleh Rusdi.

Rusdi kemudian menjauh mengambil gambar lengkap. LCD handycam yang dilihat Rahmat menampakkan bagaimana kaki mulus Nina kini justru merangkul pinggul Salman yang semakin cepat memacunya, nafasnya terdengar keras memburu. Desahan Nina juga makin keras, dan kepalanya bergerak ke kanan-kiri.

“Ougghhh… argghhh… huh… nikmat sekalih tubuhmuuhh tannteehhh… ouhhh.. aaahhhhhkkkk…ouhhh nikhhhmmaaathhhh….,” Salman mencabut penisnya dan berlutut di hadapan Nina dengan kepala menengadah dan tubuh bergetar, sesaat kemudian penisnya menyemburkan sperma sampai ke perut Nina. Salman mencapai puncaknya.

“Waduh.. akang ini belum apa-apa tuh udah ngecrot kemana-mana maninya.., sini gantian.. biar saya ambil alih memuskan si tante” Rusdi bergegas naik ranjang menggantikan posisi Salman.

Rekaman di handycam sempat goyang menampilkan gambar lantai, cermin rias, dan langit-langit kamar. Kini Salman yang merekam gambar, sementara Rusdi sudah bugil menindih tubuh Nina. Penis Rusdi sangat kekar, panjang dan besar. Kotak-kotak kekar di perut Rusdi menggambarkan keperkasaan, ia memang perenang tangguh di kawasan wisata itu.

“Sudahhh… amphuunnn… jangan lagihh.. amphunnnhhh…,” pinggul Nina bergerak ingin menghindari penis Rusdi yang sudah mengarah ke vaginanya, tapi percuma karena kedua tangannya masih terikat membuat posisinya tertahan terlentang.

“Tenang tante sayang.. kan masih tanggung tadi.. sekarang saya kasih biar tante puas..,” Rusdi tiba-tiba menindih Nina, ia melumat bibir ranum Nina, meremas susunya, dan mulai menggenjot penisnya keluar masuk ke vagina wanita cantik beranak dua itu. Nina mulai mendesah, gerakan Rusdi membuat ia kembali terangsang hebat setelah puncak klimaksnya hampir sampai bersama Salman tadi.

Rahmat melihat dari layar LCD bagaimana istrinya mulai hilang kontrol dan tak menyadari sedang berhubungan intim dengan lelaki lain yang memperkosanya. Nina terpejam dengan bibir terus dilumat Rusdi, malah Nina nampak membalas lumatan-lumatan Rusdi, nafas mereka sama-sama memburu bercampur desahan.

“Goyang yang keras Rud.. si tante dah mau sampai puncak tuh…,” suara Salman terdengar

Sementara gambar di close-up ke wajah Nina dan Rusdi yang berpagutan bibir. Rusdi menggocok semakin kencang, kaki Nina merangkul pinggul Rusdi seolah ingin hantaman yang lebih sempurna di vaginanya. Dalam hati Rahmat bercampur berbagai macam perasaan, marah, cemburu, sedih, juga terangsang sampai tangannya bergetar memegangi handycam itu

“Oughh… ghimmana tanntehhh… enakkhhhss…??,” Rusdi melepas pagutannya dan terus menggenjot Nina sambil mengeluarkan obrolan nakal

Nampak ludah mereka saling bertaut ketika bibir mereka berpisah. Nina semakin lepas kendali di saat puncak kenikmatan nyaris dirasakannya di bawah himpitan tubuh Rusdi yang kekar.

“Gimana tanthee… jawabbbhhh aghhh…,”

“Ngghhhmm ahhsss….,” Nina mendesis. Rusdi menggenjotnya lebih keras, dan terus meluncurkan pertanyaan mengejek pada Nina.

“Akhhss.. amphunnn… ahhhsss enakhhhmaaass.. sssttt..,”

“Apa tanthe??? Yang keras bilang…,”

“Ughhh… ssstnnikkhhmmmaatt… ssshhh aaahhh… ihhh…,”

“Enakh digoyanghhh… ayo bilang…,” Rusdi terus memancing Nina.

Nina menggelinjang kenikmatan dengan nafas semakin berat memburu. Peluh mereka bercampur menetes. Nina dapat merasakan urat-urat penis Rusdi yang menonjol itu bergesekan dengan dinding vaginanya. Benda panjang itu demikian keras dan perkasa hingga mampu memabukkanya dalam birahi, sebuah sensasi yang belum pernah dia dapatkan dari suaminya sekalipun.

“Apanya yang nikmat tantehh? Apanya hah? Omong yang jelas!”

“Ssttt.. ahhgg.. konthhh… tholll… assttt oughhh…,” Nina menjawab refleks di luar kendalinya.

“Yahhkk begithuu tannthee… akhhhsss… nihhhh.. ouh…memekmu juga enakhh loh” Rusdi semakin liar menggenjot Nina.

Kini kaki kanan Nina diangkat ke bahunya lalu dengan posisi itu Nina kembali dihajarnya. Ia terus menyetubuhi wanita itu sambil tangan satunya meremasi payudaranya yang montok.

“Hajar terus Di!” terdengar suara Salman yang sedang mengambil gambar menyemangati temannya.

“Tanhtee enakhh diapainnn hahh..??,” Rusdi memacu penisnya semakin cepat, ia mulai merasakan kedutan dari dinding vagina Nina menandakan Nina hampir klimaks.

Salman mengclose up lagi wajah Nina yang terpejam, sementara Rusdi menggenjot Nina sambil terus bertanya nakal. Salman berusaha melepaskan ikatan tangan Nina sambil terus merekam pertempuran ranjang itu.

“Aghh.. dihennntoothhinnhh aaakhhsss… ahhh. Amphunnnn uhhh enthooottt… akhhhsss ouhhh.. sssttt enghhhmmm,”desah Nina.

“Diperkosa ini tanthee.. enakhss diperkosaaa..??,”

“Yeahhh… akhhsss eeehhhnnn…naaakkhhh.. perkohhssaa…aahhhsss…,” Nina menceracau mengukuti pertanyaan Rusdi.

Tangan Nina yang sudah lepas dari ikatan bukannya mendorong tubuh Rusdi tapi justru merangkul leher Rusdi dan meremasi rambut Rusdi dari belakang. Dari LCD handycam di tangannya, Rahmat melihat istrinya sudah mencapai klimaksnya, suara Nina terdengar sangat menggairahkan saat itu.

Tanpa sadar penis Rahmat mulai tegang, sungguh tak disangka, istrinya terlihat begitu menikmati hubungan badan dengan pria pemerkosanya dibanding dengan dirinya. Sungguh sebuah ironi tapi tanpa anehnya Rahmat malah terangsang menyaksikan rekaman perkosaan istrinya itu

“Ayooo.. tante.. ahhh.. ayohh…,” Rusdi juga hampir mencapai klimaks, secara maksimal tenaganya dipacu menggoyang Nina.

Tubuh Nina mulai bergetar hebat dan kakinya seperti kejang merangkul pinggul Rusdi yang terus bergoyang di atas tubuhnya.

“Akkhsss.. ahhhh… ammphuuunnnnhhhh… ssttttt akkhhhsssss…. Mmmmphhhmmmm… emmphhhhpppp,” pertahanan Nina akhirnya bobol, tubuhnya seakan kejang, tangannya menarik rambut Rusdi, dan kepalanya terangkat meraih wajah pria itu. Saat klimaksnya membludak, Nina justru melumat bibir Rusdi, memeluk Rusdi kuat-kuat, melepaskan kedutan-kedutan nikmatnya.

“Akhhh… ouhh.. yeahhh.. yeahhhh… ouhhh… yeaaahhhhh…,” Rusdi melenguh kejang melepas lumatan Nina. Rusdi juga mencapai klimaksnya sambil memeluk erat tubuh Nina, mereka berpelukan erat dan saling menekan kenikmatan di vital mereka secara bersamaan, lalu lemas beberapa saat kemudian.

Salman mengclose-up bagian vital itu, perlahan Rusdi mencabut penisnya. Air sperma Rusdi terhujam di dalam vagina Nina perlahan menembus keluar meleles di bibir vagina Nina. Rusdi berbaring di sisi Nina, sementara Salman mengangkangkan kaki Nina dan menguak vagina Nina dengan tangan kirinya, tanga kanannya mereka close up vagina Nina. Rahmat melihat vagina Nina masih berkedut-kedut.

Selanjutnya tampak kamera diatur sedemikian rupa sehingga mengarah ke tengah ranjang, kemudian Salman nampak di layar menghampiri Nina. Kini kedua pria itu menggarap Nina secara threesome, Rusdi duduk selonjoran sambil bersandar pada kepala ranjang dengan penisnya dikulum oleh Nina, sementara dari belakangnya Salman menyetubuhinya daalam posisi doggie. Sesekali tangan Salman menepuk pantat Nina yang semok itu.

Tiap sodokan penisnya mendorong keluar sperma Rusdi meleleh di bibir vagina wanita itu. Gambar di handycam kemudian terputus dan menampakkan Nina yang tertidur pulas di ranjang, bugil tanpa ikatan, pada bibirnya masih berbekas cipratan sperma.

“Ya beginilah kondisi nyonya sombong yang sudah kami perkosa sampai puas.. diperkosa malah kenikmatan dia sampe tidur ngorok ha.. ha.. ha..,” suara Salman terdengar.

“Ini dia film bokep made in Indonesia asli, tidak ada rekayasa dalam pembuatan film ini” suara Rusdi menimpali.

Rusdi dan Salman terus mengeksplore tubuh telanjang Nina sambil berkomentar. Dari komentar mereka Rahmat tahu kalau mereka nekad memperkosa Nina karena Nina menyinggung perasaan mereka. Waktu hendak membenahi shower dan kamar mandi, Nina sempat melontarkan kata-kata menyuruh mereka berdua cepat selesaikan pekerjaannya karena Nina tak tahan bau badan mereka.

Tangan Rahmat luruh dan handycam hampir jatuh. Pikirannya kacau setelah melihat rekaman pemerkosaan terhadapa istrinya itu. Bukankah Nina akhirnya menikmati juga?, bagaimana mungkin ini dilaporkan ke polisi?, akan lebih menjadi aib jika nantinya dua pelakunya membeberkan ini suka sama suka. Rahmat berteriak sejadi-jadinya, lalu kembali ke kamar hotel. Setelah memastikan anak-anak sudah tidur lelap, ia menggauli Nina secara brutal membayangkan memperkosa istrinya sendiri.

Tamat
Read More

BUDHE BINAL

BUDHE BINAL

Kenalin namaku Ananto, mahasiswa di salah satu PTN d Jogjakarta. Saat ini umurku 21 tahun tinggi badanku 165 dengan badan yag lumayan layaknya cowok seumuranku.

Kisah terlarang ini terjadi waktu aku masih duduk di bangku smp sekitar umur 13 tahun. Saat itu karena ibuku bekerja sebagai TKW di arab dan ayahku pergi merantau ke kalimantan maka aku dititipkan ke Budheku yang tinggal di magelang.

Aku pindah sekolah di Magelang tempat budheku tinggal. Aku diantar oleh ibuku sebelum keberangkatannnya ke Arab Saudi. Sebelum berangkat ibuku memeluku dan menitipkan pesan pada Budheku.

Ibu : Tolong jaga anaku yah Mba, ajari dia biar jadi pinter.
Budhe Tuti : Yo mesti lah Ran, anto akan ku anggep anaku sendiri kok…
Ibu : makasih yo mba..
Budhe Tuti : alah nda usah dipikirin lah itung nemenin Raka disini…
Ibu : jaga diri yah nak
Aku : iyah bu…

Ibu pun pergi bersama tetanggaku yang mengantarkan ke Jakarta akupun di tinggal ibu untuk waktu yang cukup lama.

Budhe Tuti adalah kakak kandung ibuku umurnya pada saat itu ialah 42 tahun, dia janda beranak 3. Anak pertamanya mas Tino sudah bekerja dan hijrah ke Jakarta. Anak keduanya Mba Inah sudah menikah dan ikut bersama suaminya di Surabaya. Dan anak terakhirnya Raka pada saat itu masih duduk d kelas 5 SD.

Walau sudah berumur dan sudah janda, budhe boleh di bilang masih sangat cantik dan tubuhnya sangat menawan. Tingginya 172 cm dengan berat sekitar 78 kg, yah budheku ini memang agak gemuk, tetapi pada masa mudanya dia dikenal sebagai bunga desa di kampungnya. Oh ya pada saat itu tinggiku masih 138 cm, yah namanya juga masih kls 2 smp.
Sebelum kedatanganku ke magelang, budhe sudah mengurus surat kepindahanku di salah satu SMP d magelang. Jadi keesokan harinya aq sudah mulai bersekolah d sekolah baru.

Keesokannya aq diantar budhe bersama raka pergi bersekolah. Budhe mengantarku terlebih dahulu karena sekolahku lebih dekat dengan rumahnya. Baru setelah itu dia mengantar raka. Waktu pun cepat berlalu dan tanpa terasa aku sudah tinggal di rumah budhe selama 3 bulan. Selama tiga bulan itu budhe sudah sangat baik kepadaku, setiap hari memberikan sarapan, membelikan aku pakaian, dan segala benuk kebutuhannku budhe yang mengurus. nomor jitu

Pada saat itu aku adalah seorang anak yang masih sangat polos, jangan kan berpacaran, mengenal perempuan saja belum pernah sampai kejadian itu terjadi. Suatu saat anaknya terpilih untuk mengikuti jamboree pramuka di semarang selama 4 hari. Alhasil di rumah itu hanyaaku dan budheku saja. Suatu malam budheku menghampiriku dan bertanya :

Budhe : Leh…
Aku : nggeh bude …
Budhe : kamu sudah maem?
Aku : sampun budhe..
Budhe : gimana perasaannya tinggal sama budhe,
Aku : wah seneng budhe, budhe tuh baik banget.
Budhe : yow is klo gtu. Oh ya An, kamu besok sekolah?
Aku : iyo budhe. Kenapa toh?
Budhe : nda papa, gimana kalau besok bolos ajah….
Aku : loh kenapa toh budhe.
Budhe : budhe mau ngajakin kamu ke suatu tempat.
Aku : kemana toh budhe?
Budhe : wis toh nurut ae, pokoknya kamu bakalan seneng dan ini akan menjadi pengalamnmu seumur hidup.. (budhepun pergi ke kamarnya sambil tersenyum padaku) Yo wis sana tidur…

Wadu mau diajak kemana yah aku ini. Aku sama sekali tidak menduga budhe mau mengajakku kemana, hingga membuatku tidak bisa tidur. Jujur pada saat itu aku belum membayangkan budheku yang macam2 karena memang saat itu aku memang polos.
Akupun tertidur sambil memikirkan besok hendak di ajak kemana oleh budhe. Aku pun tertidur hingga ada suara yang memanggilku.

“An An sini leh…” oh ternyata budhe yang memanggil, “ ada apa budhe?” jawabku. “Bobo sama budhe yuh budhe sendirian nih takut “pinta budhe. Akupun menghampiri budhe yang
berdiri d depan kamarku. “ mangkenapa toh budhe? “

“ yah gak apapa, mang nda boleh budhe kamu bobo bareng sama kamu?

“Eeee… iya deh budhe” jawabku

“ gtu donk, hayuu”

Saat itu aku melihat jam, dan menunjukan angka 1 ternyata aku sudah tertidur selama 3 jam, dan alhasil aku sudah tidak mengantuk. Aku lalu menuju kamar budhe bersamanya/

“ayo sini ann bobo disini” kan klo disini enak bias bbo bareng budhe” sapa budhe dengan nada genit..

“ ohh iya budhe, kamar budhe luas sih jadi anget” jawabku polos

“kamu ini loh polos betul jawabnya’’

‘’ ehh aan dah punya pacar d sekolah”

“Belom budhe gak berani” jawabku. “Loh kenapa” Tanya budhe balik.

“gak boleh sama ibu, budhe katanya aku gak boleh pacaran dulu sebelom sma.” Jawabku.

“ ohh, kasihan yah kamu, berarti kamu belom pernah menyentuh tubuh perempuan?”

“ maksud budhe” jawabku kaget?

“giniloh maksud bude” sambil memegang tanganku dan menaruhnya d dadanya yang berukuran besar. Mungkin sekitar 38.

Aq langsung kaget dan gemetaran, baru kali ini aku memegang dada perempuan dan lebih parahnya dada budeku sendrir.

“ ndak udah malu An, ini kan budhemu sendiri, budhe gak bakalan bilang ke ibu kok”

“tapi budhe” sanggahku”

“Anto mau nolongin budhe gak?” bisiknya ditelingaku.

“ nolongin a[pa budhe?” jawbku gemetaran

“dah pokoknya kamu nurut aja sama budhe”

“ eh eh eh iya budhe “ jawabku terbata bata..

Saat aku menjawab iya sekejab budhe langsung menciumku.. much. Aq langsung kaget dan tidak bias berbuat apa apa. Aku terdiam dan tak membalas apapa.

“oala kamu ini benar polos ternyata yah an. Sampe ciuman aja gak tahu.Ya dah Budhe ajarin yah biar kamu pinter “

“coba kamu julurin lidah kamu”

Aku pun menjulurkan lidah ku sesuai pinta budhe.

“ an gini nih caranya ciuman “ langsung budheku menyedot lidahku, budhe menyedot lidahkua cukup lama, sedotannya sangat kencang sampai aku kehabisan nafas. Tak lama aku
mulai terbiasa dan membalas menyedot lidahnya

“wah sudah mulai pintar yah kamu”

Budhe langsung membuka bajuku dan sekejam menjilati putingku, ya ampun aku sungguh merasakan geli segeli gelinya, aku tak bias berontak, semakin aku berontak budhe malam memeluku, budhe pun mengelus2 celanaku dan memegangi burung kecilku.

“ahhh budhe geli”

“ndak papa nanti kamu juga suka’’ budepun melepas celana dan celana dalamku

“oala burung mu iki loh leh? Kecil banget, koyo cacing uget2” hihihi ledek budhe sambil terwa..

“yo namanya juga masih kecil budhe”

Saat itu kontolkua mungkin hanya sebesar jari telunjukku saja. Budhekua terheran2 lalu tak lama dia memegang kontolku dan memainkannya.

Sungguh ini adalah kali pertama ada orang memegang kontolku, aku saja tidak pernah memeganggnya kecuali saat pipis, bakan saat itu aku belum mengenal onani.

“sini biar burungnya budhe jadiin gede ya”

Ehhh iya budhe “

Budhepun mengocokkan kontolku. Kocokannya sangat kecang mungkin Karena hasrat yang lama tak terbalas karena di tinggal suaminya 6 tahun lalu.

Tak lama aku merasakan ada yang hendak keluar dari kontolku aku pikir aku mau pipis ternyata bukan”

“budhhe aku mau pipis nih “

“wah cepat sekali yah”

Budhepun langsung mengulum kontol kecilku, tidak hanya itu dia bahkan menyedotnya, aku pun mengeluarkan spermaku di dalam mulutnya. Karena kali pertama spermaku keluar, maka yang keluar cuku banyak dan kental

“budhe kok yang keluar kental yah?” tanyaku bingung

“ oala kamu baru pertama kali yah, o pantes akeh banget, budhe sampe belepotan gini.”

Budhepun membersihkan sisa sperma yang masih tersisa di ujung kontolku, sungguh aku lemas sekali dan tak bias bergerak, budheku masih saja mengulum dan mengocok kontolku walau dia tahu kontolku sudah tidak tegang lagi.

Lalu budhe menyuruhku istirahat dan memberikanku segelas teh hangat.

“gimana rasanya enak nda” Tanya budhe dengan genit

“ enak sih budhe, tapi apa budhe ndak jijik minum pipinya anto?” jawabku bengong

“Anto, itu tuh namanya bukan pipis, itu tuh namanya sperma”

Sperma ntu opo budhe” tanyaku lagi..

“ yowislah nanti kamu juga bakal tahu “

“ sekarang kamu yang gentian yah yang jilatin pepeknya budhe”

“opo meneh tu budhe” tanyaku lagi

Tanpa menjawa dia langsung membuka daster batiknya yang sedari tadi masih dia kenakan. Dan terpampanglah tubuh sintal dan dada yang menjulang. Budhe pun membuka bhanya dan menaruhnya di pinggiran kasur…

“kamu nenenin susunya budhe yah”

Tanpa menjawab budhe langsung mengarahkan kepalaku ke susunya yang super besar tanpa diajari aku langsung mengulum pentil budhe yang agak kecoklatan. Aku menyedotnya. Lalu terdengarlah rintihan dari budhe yang sekakan menikmati aksi dari keponakannya ini.. “ terus ann, hisap susu budhe ann, dah lama budhe gak di nenenin”

“slruuppp slruup, 5 menit aku menyedot susu budheku, sungguh nikmat susu budheku ini dia pun mengerang kenikmatan.

“achhh achhhh , kamu pintar aann… achhhhh”

Slruuppp aku terus saja menyedotnya bergantian antara kanan dan kiri.

Tak lama budheku menciumku kembali, dan kami berciuman cukup lama.. sluurppp bunyi ceplak ceplok pun terdengar.

“ahhh budhe dah gak tahan lagi nih an” kmu jilatin pepek budhe yah”

Budhe pun membuka celana dalamnya. Dan tak disangaka aku melihat kelamin perempuan untuk pertama kalinya pada malam itu. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Memek budheku sungguhlah indah bulunya sangat lebat bahkan dinding memeknyapun tidak terluahat. Jembutnya tumbuh mulai dari bahaw pusar hingga ke lubang anuspun ditumbuhi oleh bulu hitam halus. Beda dengan ku yang saat itu belum di tumbuhi bulu sehelaipun.

“An ini yang namanya pepek, kamu baru pertama kali ngelihatnya juga kan?”

“iya budhe” jawabku sambil terpana melihat memek budheku itu

“ nih kamu jilatin yah seperti yang budhe lakuin ke burung kamu”

Aku ragu2 untuk melakukannya, tetapi akhirnya memberanikan diri mendekatkan kepalaku kedepan liang kewanitaan budeku ini. Setelah cukup dekat, aku sungguh kaget, ternyata memek wanita itu baunya cukup has dan sangat menyeruak hidung, awalnya aku jijik karena baunya, tetapi aku mencoba untuk menjilatnya, ledahku pun aku masukan kedalam belahan daging yang di tumbuhi oleh hutan rimba. Aku langsung terbatuk dan hendak muntah.

“jijik yah ann, gak papa emang baunya seperti itu” tapi enak kok cobain aja”

“iya budhe” lalu aku menjilatinya, perlahan aku mulai memberanikan diri untuk memeganya, lalu aku menyibak belahan memeknya menggunakan tanganku. Lalu tersibaklah belahan
memek budheku, tak seseram penampilan luarnya, ternyata bagian dalam memek budhekua berwarna merah muda tetapi agak kehitaman di pinggirnya

Aq pun menjilati bagian dalam memek budheku cukup lama hingga ia mengerang dan menggencetnya dengan pahanya yang montok

“terus anto, kamu pintar saying, rintihan kecil itu membuatku semakin cepat menjilatinnya, ternyata tak sesuai duagaanku, ternyta lama kelamaan memek budheku ini rasanya sungguh nikmat dan membuatki ketagihan,

Budhe tidak tinggal diam, dia pun mengulum kontol kecil ku yang sudah mengeras.

“ahhh budhe enak budeh, anto suka”

“bagus sekarang kamu mulai pintar” jawab budhe

“an bude mau keluar nih”

“achhh annn achhh

Enak banget ann”

Crooooooorttt….

Budheku mengeluarkan cairannya di dalam mulutku, terasa sekali cariran kental agak asin menyeruak didalam tenggorokanku.

“ahh enak banget ann, kamu cepet belajar yah”

“kan diajarin sama budhe” hehehe

Sejenak kami tertawa bersama. Tak terasa kami sudah melakukan ini selama 2 jam, lalu tanpa di sadari kami berduapun tertidur dengan keadaan telanjang.

Tamat
Read More

Anjing Gila

Anjing Gila

Ida, sebut saja demikian berjalan terhuyung-huyung di sekitaran taman Monas. Jilbab hitamnya dan kerudung putih panjangnya berkibar-kibar dibelai angin di siang yang terik itu. Sesekali dengan nakal sang angin meniupnya dengan keras hingga menampakkan siluet-siluet tubuhnya. Ida berniat mencari keteduhan di tengah-tengah hingar-bingar aksi Al Quds Day hari ahad siang itu. Dua hari lalu dalam keadaan hamil 8 bulan sendirian ia menaiki kereta dari Solo menuju Depok untuk mendaftar S-2, selama di Depok ia tinggal di asrama yang dulu ia tinggali semasa kuliah di UI dan atas info dari adik kelasnya ia mengikuti aksi ahad ini di Silang Monas sekalian balik ke Solo dengan kereta api.

Ia terduduk selonjor di bawah rindang pepohonan di pojokan taman terpisah lumayan jauh dari hiruk pikuk peserta aksi. Ida menyenderkan punggungnya dan meneguk air minum pelepas dahaga. Usianya baru saja beranjak 28 tahun dan ini adalah kehamilannya yang kedua. Sepoi angin membelai tubuhnya, kantung matanya meredup, Ida terjerang rasa kantuk. Singkat kata, Ida tertidur pulas.

Ia siuman ketika merasakan ada jemari yang meraba dada dan selangkangannya. Ida terperanjat ada empat pemuda tanggung yang mengerubungi dan menjamahi tubuhnya. Dengan leluasa mereka meraba paha,selangkangan, dan dadanya yang berukuran 36b. Ida ingin berontak namun ia tersadar ternyata keempat pemuda tersebut telah mengikat kedua tangannya ke batang pohon. Aksi pemuda tersebut makin kurang ajar, beberapa orang bahkan dengan berani menciumi bibir dan pipinya, dua orang lainnya menarik celana panjang sekaligus celana dalam Ida serta menyibak bawahan jilbabnya. Kini terpampanglah kaki Ida yang putih mulus yang hanya terlindung kaos kaki sebetis, paha hingga pangkalnya tersibak dan terkuaklah memek Ida yang selubungi bulu-bulu pendek kasar yang lebat menghitam. Langsung saja dengan buas mereka gerayangi paha dan seluruh daerah selangkangannya. Disaat yang sama dua orang lain tangannya dengan kurang ajar menjelajahi dada Ida. Tangan kedua pemuda lain bahkan masuk ke dalam jubah Ida dan menggerayangi kedua teteknya langsung dibalik pembungkusnya, salah seorang dari mereka rupanya tidak tahan dan langsung menarik BH Ida. BH abu-abu berenda itu akhirnya tergolek di rerumputan. Keduanya langsung mengeluarkan tetek Ida dari sarangnya dan langsung melumatnya dengan buas. Ida ingin berteriak sekeras-kerasnya namun secara tiba-tiba mulutnya disongsong sebatang penis. Salah seorang dari pemuda tersebut memaksa Ida melakukan blowjob. Belum selesai urusan penis yang memenuhi rongga mulutnya, Ida merasakan memeknya dipermainkan oleh jari jemari dan tak berapa lama disodok oleh penis salah satu pemuda tersebut. Ida berurai air mata menahan penistaan pada dirinya sore itu. Ia ingin berteriak sekecang-kencangnya namun mulutnya terkunci oleh penis salah seorang pemuda tersebut. Dua orang lainnya dengan asik mempermainkan kedua teteknya dan yang satunya mengangkangkan kakinya menggagahi dan menggenjotnya. Keempat pemuda tersebut menggangbang Ida dengan buas.

Penis yang membekap mulut Ida maju mundur dan membuatnya tersedak-sedak. Jujur selama ini ia tidak pernah melakukan oral sex dengan suaminya dan kini –oral sex- pertamanya terasa menyiksa. Dan kini penis tersebut terasa berkedut-kedut dan tidak berapa lama memuntahkan isinya, pemuda itu langsung memencet hidungnya dg keras memaksa Ida menelan cairan maninya. Ida nyaris muntah ketika cairan kental hangat dengan paksa menjalari tenggorokannya, matanya terpejam dan berurai air mata. Apalagi ia merasakan rasa panas di lubang senggamanya, pemuda satunya ternyata baru saja memuntahkan cairan kenikmatan di memek Ida. Setelah puas menumpahkan seluruh cairan kelakiannya kedua pemuda tersebut langsung mencabut penisnya, namun mereka tidak memberikan waktu jeda kepada Ida karena pemuda ketiga dan keempat kembali mengulangi apa yang dilakukan kedua temannya sebelumnya. Mereka berdua langsung menggenjot Ida, sedangkan dua pemuda sebelumnya menikmati sajian susu segar langsung dari tetek wanita hamil tersebut. Setengah jam kemudian kelihatannya mereka mencapai klimaks. Pemuda yang menggenjot memek Ida klimaks terlebih dahulu dan langsung menumpahkan seluruh maninya ke dalam lubang senggamanya. Pemuda yang satunya juga akan klimaks, ia lalu mencabut penisnya dan sambil tertawa menyemprotkan air maninya ke wajah Ida. Gilanya keempatnya lalu beramai-ramai mengencingi Ida dan meninggalkannya begitu saja sambil tertawa-tawa.

Gelap petang mulai merambati taman, Ida terisak-isak duduk terikat pada sebatang pohon. Wajahnya berurai air mata dan mani yang mongering. Pakaiannya basah oleh keringat dan air seni. Rupanya tangisan Ida terdengar oleh dua orang Satpol PP, Dodo dan Ucok yang langsung menuju sumber suara. Melihat dua orang petugas Ida langsung sumringah, dengan nada memelas ia menyampaikan bahwa dirinya baru saja diperkosa dan minta dilepaskan ikatannya. Kedua Satpol PP tersebut terlihat terkesan namun anehnya Ucok malah memungut cdnya dan langsung menyumpalkannya ke mulut Ida. “lu duluan atau gua bro??”, Tanya Ucok pada rekannya “udah lu aja duluan, gw garap terakhir aja..”, timpal Dodo. Ucok langsung mencopot celana, kolor dan celdamnya, ia mendekati Ida yang meronta-ronta tidak ingin mengalami perkosaan lagi. Ucok duduk dihadapan Ida dan tanpa basa-basi tangannya langsung menyusup ke selangkangan Ida serta langsung menggerayangi memek Ida yang dihiasi bulu hitam lebat. Jemarinya juga memainkan klitoris yang membuat sang empunya semakin meronta. Tak lama kemudian Ucok mencolokkan jari tengah dan telunjuknya ke lubang senggama Ida dan mengocoknya dengan keras. Ida semakin meronta hingga terkencing-kencing akibat kocokan Ucok. “muke gile nih emak-emak, gw kocok malah mancur”, komennya sembari memegangi kaki Ida untuk dikangkangkan dan bles..bles..Ucok menindih Ida dan menggenjotnya. Ida meronta-ronta namun hanya menambah kenikmatan Ucok. Geliat wanita hamil tersebut justru membuat birahi Ucok semakin menggelegak. Ia selonjorkan kakinya dan himpitkan tubuh Ida. Di pangkuannya ia genjot Ida sekuat tenaga. Ida ingin meronta namun tenaganya semakin tandas, maka ia pasrahkan saja tubuhnya diperlakukan sesuka hati oleh pria bejat tersebut asal diri dan anak yang dikandungnya selamat. Ida pasrah termasuk ketika tangan Ucok menyingkap kerudungnya kemudian dengan penuh birahi menggerayangi buah dadanya. Ucok terus menggenjot Ida sambil berpegangan pada tetek bulat wanita tersebut sedang tidak jauh darinya Dodo duduk bersila sambil merekam adegan persenggamahan tersebut melalui smartphonenya. Hampir 20 menit Ucok menggagahi Ida, butir keringat membasahi tubuh, begitu pula tubuh sang korban. Genjotannya semakin lama semakin cepat dan akhirnya Ucok mencapai klimaks, ia tumpahkan seluruh kenikmatannya ke memek Ida yang hanya bisa terduduk lusu dan kuyu.

“mantep juga memek orang bunting, tarikannya manteb meski tadi udah kepake”, komen Ucok “cepetan mumpung keburu kanginan tuh..!!”. “biar istirahat dulu”, sambung Dodo yang kemudian dengan tenangnya nancepin rokoknya yang tinggal separuh ke memek Ida. “biar anget dan bangun gak kuyu kayak gitu” katanya yang juga sembari nancepin penjepit buaya ke puting kiri dan kanan tetek Ida. Penjepit tersebut tersambung dengan kabel dan kabelnya dihubungkan ke sebuah benda yang menyerupai baterai sehingga memunculkan listrik statis yang membuat Ida beringsut-ingsut. “ada aja pekerjaan lu?”, timpal Ucok menyaksikasikan kelakuan Dodo “ini baru pertunjukan pertama, udah lu rekam aja buat hiburan pas lembur”, jawab Dodo. Ida semakin beringsut-ingsut menahan panas di selangkangan serta nyeri pada kedua putingnya, rasa nyeri seperti yang ia alami dulu ketika telat memberi ASI pada anak pertamanya. Dodo mendekati Ida kemudian mencabut rokok yang membuat memek wanita tersebut berasap, kemudian ia mengeluarkan sebuah botol berisi lem kayu dan menyapukan lem tersebut ke sekeliling memek Ida. Dodo kemudian mengeluarkan lakban dan menempelkannya tepat di tengah selangkangan dan brrreeeetttt...sekali tarikan rontoklah semua bulu memek Ida yang membuat sasng empunya hanya bisa menahan sakit hingga menitikkan air mata. Memek Ida sekarang botak memerah.

10 menit sudah Dodo menggenjot Ida di bawah gelap Taman Monas. Dodo duduk selonjor maju mundur hanya memakai kaos kutang, dipangkuannya tubuh Ida bergoyang-goyang menahan sodokan penis Dodo di memeknya. Atasan jubahnya diturunkan Dodo hingga ke bawah dada dan dibalik kerudungnya Dodo melumat dengan ganas kedua teteknya. Hampir 20 menit namun belum ada tanda-tanda sodokan Dodo melemah, bahkan genjotannya semakin gencar sambil kedua tangannya menggerayangi tetek Ida. 30 menit akhirnya terlewati, keduanya sudah bermandi keringat. Dodo semakin mempercepat genjotannya dan dalam sekali momen ia tumpahkan seluruh bukti kejantanannya ke lubang senggama Ida. Untuk kesekian kalinya memeknya dibasahi oleh mani laki-laki lain selain suaminya. Kedua Satpol PP biadab tersebut langsung berkemas dan meninggalkan Ida begitu saja yang sekarang terduduk lemas terikat pada sebatang pohon. Bahkan dengan teganya mereka tidak melepaskan celdam yang menyumpal mulut Ida.

Ida tertidur dibuai angin malam, kelelahan akibat dipaksa melayani 6 pria sejak sore tadi. Tengah malam merambati Monas, Ida siuman setelah mendengar bunyi gemerasak semak-semak di depannya dan ia terkejut setengah mati karena melompat di depannya seekor anjing besar berwarna hitam. Anjing tersebut nampak jinak namun tetap membuat Ida ketakutan, apalagi anjing itu mendekati dirinya. Tiba-tiba anjing tersebut menyorongkan moncongnya ke wajah Ida yang terpejam ketakutan dan dengan sekali gigit melepaskan celdam yang menyumpal mulutnya. Ida lega mulutnya terbebas dari sumpalan namun tetap saja ketakutan karena anjing besar tersebut tidak mau pergi bahkan duduk di depan Ida sambil menjulurkan lidah. “hus..hus..huss..”, Ida mencoba mengusir anjing tersebut namun anjing itu malah berdiri mendekati Ida dan langsung menjilatinya. Ida merasa geli ketika lidah anjing itu menyapu kedua teteknya. Anjing itu bahkan dengan lahapnya mengulum kedua tetek Ida dan membuat ia menggelinjang. Birahi Ida semakin meninggi ketika moncong anjing tersebut menelusup ke sela selangkangannya dan mulai memainkan memeknya. Duduk selonjor dan terikat di pohon, Ida merem melek mendesah-desah menahan kenikmatan yang diakibatkan oleh anjing tersebut. Ia seakan lupa baru saja diperkosa oleh 6 orang pria dan kini seekor anjing tengah mencumbuhi dirinya. Birahi Ida tengah meletup-letup membuatnya lupa daratan sehingga merelakan tubuhnya digagahi seekor anjing, rela memeknya dilesaki penis anjing. Penis tersebut seukuran penis manusia namun berbentuk lancip, bertekstur kasar, dan terasa agak panas. Ida mengangkangkan kakinya selebar ia mampu, memberi jalan bagi si anjing melesakkan penisnya ke memeknya. Pinggul anjing tersebut naik turun menggagahi memek Ida, moncongnya melumat kedua tetek Ida bergantian. “ha..ha..ha..ha...”, Ida mendesah-desah menikmati bergumulan aneh tersebut. Anjing itu terus menggenjot Ida, kekuatannya yang lebih dari manusia membuat pergumulan tersebut terasa lama dan Ida dibuat mabuk kepayang hingga beberapa kali merasakan orgasme.

“aaakkhh...”, Ida memekik sekaligus tanda orgasmenya yang kesekian ketika anjing tersebut mengubah posisinya. Kini ia membelakangi Ida dan penisnya terasa mengungkit memeknya sehingga membuat Ida semakin menggelinjang keenakan. “hah..hah..hah..hah..”, Ida mendesah cepat, keringat membasahi seluruh pakaiannya hingga di balik kerudungnya yang basah samar-samar tercetak kedua teteknya yang bergoyang-goyang. “aaakkkkhh..”, Ida kembali memekik bersamaan dengan lolongan anjing hitam tersebut ketika penis anjing tersebut memuntahkan cairan kejantanan ke dalam memeknya. Ida tertegun baru saja menikmati pergumulan dengan binatang najis bernama anjing. Ia tidak habis pikir mengapa begitu menikmati pergumulan tersebut melebihi pergumulannya dengan sang suami. Apakah karena ia baru saja melalui perkosaan yang berat? Atau secara tidak langsung ia mengakui anjing tersebut lebih jantan dibandingkan suaminya dan 6 pria yang baru saja menggagahinya? Ida tersadar dari lamunannya dan menyadari bahwa ia baru saja terbebas dari ikatan tali yang mengikat dirinya. Rupanya ketika ia melamun anjing tersebut menggigit lepas tali yang mengikat tangannya.

“jangan..jangan..”, pinta Ida ketika anjing tersebut menarik ujung jubahnya hingga ia jatuh telentang. Anjing tersebut tidak peduli dan terus menggigit jubah Ida hingga terlepas dari tubuh wanita tersebut. Kini Ida telanjang bulat hanya kerudung yang menutupi kepalanya serta deker dan kaos kaki yang membungkus tangan dan kaki satu-satunya pakaian yang tersisa menutupi tubuhnya. Huk..huk..anjing tersebut menggonggongi Ida seakan memerintahkan sesuatu. Entah dirasuki apa Ida seakan mengerti maksud anjing tersebut dan langsung mengambil posisi merangkak dan menghadapkan bokongnya ke anjing tersebut. “uah..uah..uah..”, erang Ida ketika moncong anjing tersebut kembali mengobok-obok liang senggamanya dan membuat birahi Ida kembali naik. Tak lama kemudian anjing tersebut kembali menancapkan penisnya ke memek Ida dan menggenjotnya kembali. “hah..hah..hah..oh yesss..” racau Ida keenakan saat anjing tersebut menggenjotnya dari belakang. Rasa letih dan lelah seakan lenyap dari tubuhnya dan ia begitu menikmati genjotan demi genjotan anjing liar tersebut. Anjing tersebut melolong panjang setelah 20 menit menggagahi tubuh Ida. Ia menumpahkan seluruh cairan kejantanannya ke memek wanita hamil tersebut yang kini terkulai lemas di bawah tubuhnya.

...

Dini hari baru menyapa ibu kota, namun aktivitas manusia seakan terus berdenyut di kota ini. Di pojokan sebuah taman di pusat ibu kota bergeletakan di rerumputannya yang basah oleh embun sebuah jubah panjang, kerudung, celana panjang dan pakaian dalam wanita. Tidak jauh dari tempat tersebut terdengar gemeresak semak belukar, di baliknya seorang wanita muda yang tengah mengandung di usia tua telentang bersimbah keringat, matanya terpejam sedangkan mulutnya meracau menggumamkan desah kenikmatan, kakinya mengangkang lebar dan dengan penuh birahi tangannya mendekap tubuh seekor anjing besar hitam yang tengah menggagahinya.
Read More

AKU DI HAMILI ABG TETANGGA

AKU DI HAMILI ABG TETANGGA

Namaku Lani, seorang ibu rumah tangga, umurku 36 tahun. Suamiku namanya Prasojo, umur 44 tahun, seorang pegawai di pemerintahan di Bantul. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku walaupun sudah terbilang berumur tapi sangat terawat, karena aku rajin ke salon dan fitnes dan yoga. Kata orang, aku mirip seperti Sandy Harun.


Tubuhku masih bisa dikatakan langsing, walaupun payudaraku termasuk besar, karena sudah punya anak dua. Anakku yang pertama bernama Rika, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa. Dia sudah mau lulus SMA, yang kedua Sangga,masih sekolah SMA kelas 1. Rika walaupun tinggal serumah dengan kami juga lebih sering menghabiskan waktunya di tempat kosnya di kawasan Gejayan. Kalau si Sangga, karena cowok remaja, lebih sering berkumpul dengan teman-temannya ataupun sibuk berkegiatan di sekolahnya. Semenjak tidak lagi sibuk mengurusi anak-anak, kehidupan seksku semakin tua justru semakin menjadi-jadi. Apalagi suamiku selain bertubuh kekar, juga orang yang sangat terbuka soal urusan seks. Akhir-akhir ini, setelah anak-anak besar, kami berlangganan internet.

Aku dan suamiku sering browsing masalah-masalah seks, baik video, cerita, ataupun foto-foto. Segala macam gaya berhubungan badan kami lakukan. Kami bercinta sangat sering, minimal seminggu tiga kali. Entah mengapa, semenjak kami sering berseluncur di internet, gairah seksku semakin menggebu. Sebagai tentara, suami sering tidak ada di rumah, tapi kalau pas di rumah, kami langsung main kuda-kudaan, hehehe. Sudah lama kami memutuskan untuk tidak punya anak lagi. Tapi aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku pernah mencoba suntik dan pil KB. Tapi sekarang kami lebih sering pakai kondom, atau lebih seringnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di mukaku, di payudara, atau bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami sangat hati-hati agar Sangga tidak punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku sangat jago mengendalikan muncratannya, jadi aku tidak khawatir muncrat di dalam rahimku. Walaupun sudah dua kali melahirkan tubuhku termasuk sintal dan seksi. Payudaraku masih cukup kencang karena terawat. Tapi yang jelas, bodiku masih semlohai, karena aku masih punya pinggang. Aku sadar, kalau tubuhku masih tetap membuat para pria menelan air liurnya. Apalagi aku termasuk ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Sudah kebiasaan sih dari remaja.

Suamiku termasuk seorang pejabat yang baik. Dia ramah pada setiap orang. Di kampung dia termasuk aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi suamiku juga banyak bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku sering mengajak anak-anak muda untuk bermain dan bercakap-cakap di teras rumah. Semenjak setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami di bangun semacam gazebo untuk nongkrong para tetangga. Setelah membeli televisi baru, televisi lama kami, ditaruh di gazebo itu, sehingga para tetangga betah nongkrong di situ. Yang jelas, banyak bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku kalau pas aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung sebentar di tempat itu. Maklumlah, kalau istilah kerennya, aku ini termasuk MILF, hehehe. Selain bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang sering bermain di rumah. Salah satunya karena gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan untuk warga.

Salah satu anak kampung yang paling sering main ke rumah adalah Indun, yang masih SMP kelas 2. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah dari tempat kami. Anaknya baik dan ringan tangan. Sama suamiku dia sangat akrab, bahkan sering membantu suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, atau membelikan kami sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Indun dekat dengan anak-anak kami, mereka sering main karambol bareng di gazebo kami. Bahkan kadang-kadang Indun menginap di situ, karena kalau malam, gazebo itu diberi penutup oleh suamiku, sehingga tidak terasa dingin. Pada suatu malam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak sering melihat adegan blow job di internet, aku jadi kecanduan mengulum penis suamiku. Apalagi penis suamiku adalah penis yang paling gagah sedunia bagiku. Tidak kalah dengan penis-penis yang biasa kulihat di BF. Padahal dulu waktu masih pengantin muda aku selalu menolak kalau diajak blowjob. Entah kenapa sekarang di usia yang sudah pertengahan kepala tiga ini aku justru tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku bisa orgasme hanya dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film blue pun mulutku serasa gatal. Kalau pas tidak ada suamiku, aku selalu membawa pisang kalau nonton film-film gituan. Biasalah, sambil nonton, sambil makan pisang, hehehe. Malam itu pun aku dengan rakus menjilati penis suamiku. Bagi mas Prasojo, mulutku adalah vagina keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang kalau sebenarnya dia sama saja sudah poligami, karena dia punya dua lubang yang sama-sama hotnya untuk dimasuki. Ucapan itu ada benarnya, karena mulutku sudah hampir menyerupai vagina, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot. Karena kami menghindari kehamilan, bahkan sebagian besar sperma suamiku masuk ke dalam mulutku. Malam itu kami lupa kalau Indun tidur di gazebo kami. Seperti biasa, aku teriak-teriak pada waktu penis suamiku mengaduk-aduk vaginaku. Suamiku sangat kuat. Malam itu aku sudah berkali-kali orgasme, sementara suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus menerus. Tiba-tiba kami tersentak, ketika kami mendengar suara berisik di jendela. Segera suami mencabut batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Indun dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah dan melongokkan badannya keluar jendela. Indun yang kaget dan ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk selokan kecil di teras rumah. Indun terjerembab dan terjungkal ke belakang. Suamiku tak jadi marah, tapi dia kesal juga.

“Walah, Ndun! Kamu itu ngapain?” bentaknya.
Indun ketakutan setengah mati. Dia sangat menghormati kami. Suamiku yang tadinya kesal pun tak jadi memarahinya. Indun gelagepan. Wajahnya meringis menahan sakit, sepertinya pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Aku tadinya juga sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku juga menyayangi Indun, bahkan seperti anakku sendiri. Aku juga sadar, sebenarnya kami yang salah karena bercinta dengan suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Indun.
“Aduh, mas. Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Ndun?” Aku mendekati Indun dan memegang tangannya.
Wajah Indun sangat memelas, antara takut, sakit, dan malu.
“Sudah gak papa. Kamu sakit, Ndun?” tanyaku. “Sini coba kamu berdiri, bisa gak?”
Karena gemeteran, Indun gagal mencoba berdiri, dia malah terjerembab lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya, sehingga kami berdua menjadi berpelukan. Dadaku menyentuh lengannya, tentu saja dia dapat merasakan lembutnya gundukan besar dadaku, karena aku hanya memakai daster tipis yang sambungan, sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa.

“Aduh sorri, Ndun” pekikku.
Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku melirik suamiku, kenapa dia menertawai kami.
“Aduh Mas ini. Ada anak jatuh kok malah ketawa”
“Hahaha.. lihat itu, Dik. Si Indun ternyata udah gede, hahaha…” kata suamiku sambil menunjuk selangkangan Indun. Weitss… ternyata mungkin tadi Indun mengintip kami sambil mengocok, karena di atas celananya yang agak melorot, batang kecilnya mencuat ke atas. Penis kecil itu terlihat sangat tegang dan berwarna kemerahan. Malu juga aku melihat adegan itu, apalagi si Indun. Dia tambah gelagepan.
“Hussh Mas. Kasihan dia, udah malu tuh”, kataku yang justru menambah malu si Indun.
“Kamu suka yang lihat barusan, Ndun? Wah, hayooo… kamu nafsu ya lihat istriku?” goda suamiku.
Suamiku malah ketawa-ketawa sambil berdiri di belakangku. Tentu saja wajah Indun tambah memerah, walaupun tetap saja penis kecilnya tegak berdiri. Kesal juga aku sama suamiku. Udah gak menolonng malah mentertawakan anak ingusan itu.
“Huh, Mas mbok jangan godain dia, mbok tolongin nih, angkat dia”
“Lha dia khan sudah berdiri, ya tho Ndun? Wakakak” kata suamiku.

Aku sungguh tidak tega lihat muka anak itu. Merah padam karena malu. Aku lalu berdiri mengangkang di depan anak itu, dan memegang dua tangannya untuk menariknya berdiri. Berat juga badannya. Kutarik kuat-kuat, akhirnya dia terangkat. Tapi baru setengah jalan, mungkin karena dia masih gemetar dan aku juga kurang kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya. Ohhh… aku berusaha untuk menahan badanku agar tidak menindih anak itu, tapi tanganku malah menekan dada Indun dan membuatnya jatuh terlentang sekali lagi. Bahkan kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya. Dan…. ohhhh. Sleppp…. terasa sesuatu menggesek bibir vaginaku.
“Waa…!” aku tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi, begitu juga dengan Indun, wajahnya nampak sangat ketakutan. “Aduuuhhh!” teriakku. Sementara suamiku justru tertawa melihat kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar benda apa yang bergesekan dengan vaginaku, penis kecil si Indun! Penis itu menggesek wilayah sensitifku disamping karena vaginaku masih basah oleh persetubuhanku dengan suamiku, juga karena aku tidak mengenakan apa-apa di balik daster pendekku.
“Ohhhhh…. apa yang terjadi?” Pikirku.
Mungkin juga karena penis Indun yang masih imut dan lobang vaginaku yang biasa digagahi penis besar suami, jadinya sangat mudah diselipin batang kecil itu.

“Ohhh.. Masss???” desisku pada suamiku. Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak kaget.
“Napa, say?” tanyanya heran.
Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya juga menyadari apa yang terjadi. Dia mendekati kami, dan melihat bahwa kelamin kami saling bersentuhan. Beberapa saat kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang terjadi. Aku merasakan penis Indun berdenyut-denyut. Lobangku juga segera meresponnya, mengingat rasa tanggung setelah persetubuhanku dengan suamiku yang tertunda. Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan kembali selangkanganku menekan tubuh si Indun. Tentu saja penisnya melesak ke lobangku. Ohhh… aku merasakan sensasi yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh.
“Ohhh…” desisku. Indun terpekik tertahan. Wajahnya memerah. Tapi aku merasakan pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku. Slepppp… kembali penis itu menusuk dalam lobangku.
Yang mengherankan suamiku diam saja, entah karena dia kaget atau apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan sedikit membuka mulutnya, mungkin bingung juga untuk bereaksi dengan situasi aneh ini.


Aku diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan tubuhku. Tanganku berada di sisi kanan dan kiri si Indun. Sementara Indun dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel juga aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok penisnya tetap tegang di dalam vaginaku. Dasar anak mesum, pikirku. Tapi aneh juga, aku justru merasakan sensasi yang aneh dengan adanya penis anak yang sudah kuanggap saudaraku sendiri itu dalam vaginaku. Agak kasihan juga lihat mukanya, dan juga muncul rasa sayang. Pikirku, kasihan juga anak ini, dia sangat bernafsu mengintip kami, dan juga apalagi yang dikawatirkan, karena penisnya sudah terlanjur dalam vaginaku. Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Indun. Suamiku tetap diam saja. Agak kesal juga aku lihat respon mas Prasojo. Tiba-tiba pikiran nakal menyelimuti. Kenapa tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan Indun, toh penisnya sudah menancap di vaginaku. Apalagi kalau lihat muka hornynya yang sudah di ubun-ubun, kasihan lihat Indun kalau tidak diteruskan. Dengan nekat aku kembali menekan pantatku ke depan. Vaginaku meremas penis Indun di dalam. Merasakan remasan itu, Indun terpekik kaget. Suamiku mendengus kaget juga.

“Dik, aaa…paaaa yang kaulakukan?” kata suamiku gagap.
Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur.
Suamiku melongo sekarang. Wajahnya mendekat melihat mukaku setengah tak percaya. Indun tidak berani lihat suamiku. Dia menatap wajahku keheranan dan penuh nafsu.
“Mas… aku teruskan saja ya, kasihan si Indun. Apalagi khan sudah terlanjur masuk, toh sama saja…” bisikku berani ke suamiku.
Aku tak bisa lagi menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini benar-benar di luar perkiraan kami semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir mengijinkan kejadian ini. Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba sangat ingin menuntaskan nafsu si Indun. Si Indun mengerang-erang sambil terbaring di rerumputan halaman rumah kami. Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas penis kecil itu di dalam lobangku. Remasanku selalu bikin suamiku tak tahan, karena aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Indun, anak ingusan yang tidak berpengalaman. Tiba-tiba, karena sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme di dalam vaginaku. Jarang aku orgasme secepat itu. Aku merintih dan mengerang sambil memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam lobangku. Otomatis remasan dalam vaginaku menguat, dan penis kecil si Indun dijepit dengan luar biasa.
Indun meringis dan mengerang. Pantatnya melengkung naik, dann…. croottttttttt………..
Cairan panas itu membanjiri rahimku. Aku seperti hilang kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan…
“Ohhhhhhhhhh…”

Aku lalu terkulai sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua tanganku. Nafasku terengah-engah tidak karuan. Sejenak aku diam tak tahu harus bagaimana. Aku dan suamiku saling berpandangan.
“Dik… Indun gak pakai kondom ..?” suamiku terbata-bata.
Kami sama-sama kaget menyadari bahwa percintaan itu tanpa pengaman sama sekali, dan aku telah menerima banyak sekali sperma dalam rahimku, sperma si anak ingusan. Ohhh… tiba-tiba aku sadar akan resiko dari persetubuhan ini. Aku dalam masa subur, dan sangat bisa jadi aku bakalan mengandung anak dari Indun, bocah SMP yang masih ingusan.

Pelan-pelan aku berdiri dan mencabut penis Indun dari vaginaku. Penis itu masih setengah berdiri, dan berkilat basah oleh cairan kami berdua. Aku dan suamiku mengehela nafas. Cepat cepat aku memperbaiki dasterku. Dengan gugup, Indun juga menaikkan celananya dan duduk ketakutan di rerumputan.
“Maa.. ma’af, Bu..” akhirnya keluar juga suaranya.
Aku menatap Indun dengan wajah seramah mungkin. Suamiku yang akhirnya pegang peranan.
“Sudahlah, Ndun. Sana kamu pulang, mandi dan cuci-cuci!” perintahnya tegas.
“Iya, om. Ma.. maaf ya Om” kata Indun sambil menunduk. Segera dia meluncur pergi lewat halaman samping.
“Masuk!” suamiku melihat ke arahku dengan suara agak keras.
Gemetar juga aku mendengar suamiku yang biasanya halus dan mesra padaku. Aduuh, apa yang akan terjadi?bKami berdua masuk ke rumah, aku tercekat tidak bisa mengatakan apa-apa. Tiba-tiba pikiran-pikiran buruk menderaku, jangan-jangan suamiku tak memaafkanku. Ohhh apa yang bisa kulakukan. Di dalam kamar tangisanku pecah. Aku tak berani menatap suamiku. Selama ini aku adalah istri yang setia dan bahagia bersama suamiku, tapi malam ini… tiba-tiba aku merasa sangat kotor dan hina. Agak lama suamiku membiarkanku menangis. Pada akhirnya dia mengelus pundakku.
“Sudahlah bu, ini khan kecelakaan.”
Hatiku sangat lega. Aku menatap suamiku, dan mencium bibirnya. Tiba-tiba aku menjadi sangat takut kehilangan dia. Kami berpelukan lama sekali.
“Tapi mas… kalau aku…… hamil gimana?” tanyaku memberanikan diri.
“Ah.. mana mungkin, dia khan masih ingusan. Dan kalau pun Dik Idah hamil khan gak papa, si Sangga juga sudah siap kalau punya adik lagi”, sanggah suamiku.

Jawaban itu sedikit menenangkan hatiku. Akhirnya kami bercinta lagi. Kurasakan suamiku begitu mengebu-gebu mengerjaiku. Apa yang ada di pikirannya, aku tak tahu, padahal dia barusan saja melihat istrinya disetubuhi anak muda. Sampai-sampai aku kelelehan melayani suamiku. Pada orgasme yang ketiga aku menyerah.
“Mas, keluarin di mulutku saja ya… aku tak kuat lagi” bisikku pada orgasme ketigaku ketika kami dalam posisi doggystye.
Suamiku mengeluarkan penisnya dan menyorongkannya ke mulutku. Sambil terbaring aku menyedot-nyedot penis besar itu. Sekitar setengah jam kemudian, mulutku penuh dengan sperma suamiku. Dengan penuh kasih sayang, aku menelan semua cairan kental itu.

###################

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan biasa. Aku dan suamiku tetap dengan kemesraan yang sama. Kami seolah-olah melupakan kejadian malam itu. Hanya saja, Indun belum berani main ke rumah. Agak kangen juga kami dengan anak itu. Sebenarnya rumah kami dekat dengan rumah Indun, tapi aku juga belum berani untuk melihat keadaan anak itu. Hanya saja aku masih sering ketemu ibunya, dan sering iseng-iseng nanya keadaan Indun. Katanya sih dia baik-baik saja hanya sekarang lagi sibuk persiapan mau naik kelas 3 SMP. Seminggu sebelum bulan puasa, Indun datang ke rumah mengantarkan selamatan keluarganya. Wajahnya masih kelihatan malu-malu ketemu aku. Aku sendiri dengan riang menemuinya di depan rumah.
“Hai Ndun, kok kamu jarang main ke rumah?” tanyaku.
“Eh, iya bu. Gak papa kok Bu”, jawabnya sambil tersipu.
“Bilang ke mamamu, makasih ya”
“Iya bu”, jawab Indun dengan canggung. Dia bahkan tak berani menatap wajahku. Entah kenapa aku merasa kangen sekali sama anak itu. Padahal dia jelas masih anak ingusan, dan bukan type-type anak SMP yang populer dan gagah kayak yang jago-jago main basket. Jelas si Indun tidak terlalu gagah, tapi ukuran sedang untuk anak SMP. Hanya badannya memang tinggi.

“Ayo masuk dulu. Aku buatin minum ya” ajakku.
Indun tampak masih agak malu dan takut untuk masuk rumah kami. Siang itu suamiku masih dinas ke Kulonprogo. Anak-anak juga tidak ada yang di rumah. Kami bercakap-cakap sebentar tentang sekolahnya dan sebagainya. Sekali-kali aku merasa Indun melirik ke badanku. Wah, gak tahu kenapa, aku merasa senang juga diperhatiin sama anak itu badanku. Waktu itu aku mengenakan kaos agak ketat karena barusan ikut kelas yoga bersama ibu-ibu Candra Kirana. Tentunya dadaku terlihat sangat menonjol. Akhirnya tidak begitu lama, Indun pamit pulang. Dia kelihatan lega sikapku padanya tidak berubah setelah kejadian malam itu.
Hingga pada bulan selanjutnya aku tiba-tiba gelisah. Sudah hampir lewat dua minggu aku belum datang bulan. Tentu saja kejadian waktu itu membuatku bertambah panik. Gimana kalau benar-benar jadi? Aku belum berani bilang pada Mas Prasojo. Untuk melakukan test saja aku sangat takut. Takutnya kalau positif.
Hingga pada suatu pagi aku melakukan test kehamilan di kamar mandi. Dan, deg! Hatiku seperti mau copot. Lembaran kecil itu menunjukkan kalau aku positif hamil!!! Oh Tuhan!
Aku benar-benar kaget dan tak percaya. Jelas ini bukan anak suamiku. Kami selalu bercinta dengan aman. Dan jelas sesuai dengan waktu kejadian, ini adalah anak Indun, si anak SMP yang belum cukup umur. Aku benar-benar bingung. Seharian aku tidak dapat berkonsentrasi. Pikiranku berkecamuk tidak karuan. Bukan saja karena aku tidak siap untuk punya anak lagi, tapi juga bagaimana reaksi suamiku, bahwa aku hamil dari laki-laki lain. Itulah yang paling membuatku bingung.

Hari itu aku belum berani untuk memberi tahu suamiku. Dua hari berikutnya, justru suamiku yang merasakan perbedaan sikapku.
“Dik Lani, ada apa? Kok sepertinya kurang sehat?” tanyanya penuh perhatian.
Waktu itu kami sedang tidur bedua. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Yang kulakukan hanya memeluk suamiku erat-erat. Suamiku membalas pelukanku.
“Ada apa sayang?” tanyanya.
Badan kekarnya memelukku mesra. Aku selalu merasa tenang dalam pelukan laki-laki perkasa itu. Aku tidak berani menjawab. Suamiku memegang mukaku, dan menghadapkan ke mukanya. Sepertinya dia menyadari apa yang terjadi. Sambil menatap mataku, dia bertanya, “benarkah?”
Aku mengangguk pelan sambil menagis, “aku hamil, mas…”
Jelas suamiku juga kaget. Dia diam saja sambil tetap memelukku. Lalu dia menjawab singkat’
“besok kita ke dokter Merlin”. Aku mengangguk, lalu kami saling berpelukan sampai pagi tiba.
Hari selanjut sore-sore kami berdua menemui dokter Merlin. Setelah dilakukan test, dokter cantik itu memberi selamat pada kami berdua.
“Selamat, Pak dan Bu Prasojo. Anda akan mendapatkan anak ketiga”, kata dokter itu riang.
Kami mengucapkan terimakasih atas ucapan itu, dan sepanjang jalan pulang tidak berkata sepatah kata pun. Setelah itu, suamiku tidak menyinggung masalah itu, bahkan dia memberi tahu pada anak-anak kalau mereka akan punya adik baru. Anak-anak ternyata senang juga, karena sudah lama tidak ada anak kecil di rumah. Bagi mereka, adik kecil akan menyemarakkan rumah yang sekarang sudah tidak lagi ada suara anak kecilnya.
Malamnya, setelah tahu aku hamil, suamiku justru menyetubuhiku dengan ganas. Aku tidak tahu apakah dia ingin agar anak itu gugur atau karena dia merasa sangat bernafsu padaku. Yang jelas aku menyambutnya dengan tak kalah bernafsu. Bahkan kami baru tidur menjelang jam 3 dini hari setelah sepanjang malam kami bergelut di kasur kami. Aku tidak tahu lagi bagaimana wujud mukaku malam itu, karena sepanjang malam mulutku disodok-sodok penis suamiku, dan dipenuhi oleh muncratan spermanya yang sampai tiga kali membasahi muka dan mulutku. Aku hampir tidak bisa bangun pagi harinya, karena seluruh tubuhku seperti remuk dikerjain suamiku. Untungnya esok harinya hari libur, jadi aku tidak harus buru-buru menyiapkan sekolah anak-anak.

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan luar biasa. Suamiku bertambah hot setiap malam. Aku juga selalu merasa horny. Wah, beruntung juga kalau semua ibu-ibu ngidamnya penis suami seperti kehamilanku kali ini. Hamil kali ini betul-betul beda dengan kehamilanku sebelumnya, yang biasanya pakai ngidam gak karuan. Hamil kali ini justru aku merasa sangat santai dan bernafsu birahi tinggi. Setiap malam vaginaku terasa senut-senut, ada atau tak ada suamiku. Kalau pas ada enak, aku tinggal naik dan goyang-goyang pinggang. Kalau pas gak ada aku yang sering kebingungan, dan mencari-cari di internet film-film porno. Sudah itu pasti aku mainin pakai pisang, yang jadi langgananku di pasar setiap pagi, hehehe. Yang jadi masalah, adalah perlukah aku memberi tahu si Indun bahwa aku hamil dari benihnya? Aku tidak berani bertanya pada suamiku. Dia mendukung kehamilanku saja sudah sangat membahagiakanku. Aku menjadi bahagia dengan kehamilan ini. Di luar dugaanku, ternyata kami sekeluarga sudah siap menyambut anggota baru keluarga kami. Itulah hal yang sangat aku syukuri.



Pas bulan puasa, tiba-tiba suamiku melakukan sesuatu yang mengherankanku. Dia mengajak Indun untuk membantu bersih-bersih rumah kami. Tentu saja aku senang, karena suamiku sudah bisa menerima kejadian waktu itu. Aku senang melihat mereka berdua bergotong-royong membersihkan halaman dan rumah. Indun dan Mas Prasojo nampak sudah bersikap biasa sebagaimana sebelum kejadian malam itu. Bahkan sesekali Indun kembali menginap di gazebo kami, karena kami merasa sepi juga tanpa kehadiran anak-anak. Si Rika semakin sibuk dengan urusan kampusnya, sementara si Sangga hanya pada malam hari saja menunjukkan mukanya di rumah. Semenjak itu, suasana di rumah kami menjadi kembali seperti sediakala. Tetap saja gazebo depan rumah sering ramai dikunjungi orang. Cuma sekarang Indun tidak pernah lagi menginap di sana. Mungkin karena hampir ujian, jadi dia harus banyak belajar di rumah. Beberapa bulan kemudian, tubuhku mulai berubah. Perutku mulai terlihat membuncit. Kedua payudara membesar. Memang kalau hamil, aku selalu mengalami pembengkakan pada kedua payudaraku. Hormonku membuatku selalu bernafsu. Mas Prasojo pun seolah-olah ikut mengalami perubahan hormon. Nafsu seksnya semakin menggebu melihat perubahan di tubuhku. Kalau pas di rumah, setiap malam kami bertempur habis-habisan. Gawatnya, payudaraku yang memang sebelumnya sudah besar menjadi bertambah besar. Semua bra yang kucoba sudah tidak muat lagi, padahal bra yang kupakai adalah ukuran terbesar yang ada di toko. Kata yang jual, aku harus pesan dulu untuk membeli bra yang pas di ukuran dadaku sekarang. Akhirnya aku nekat kalau di rumah jarang memakai bra. Kecuali kalau keluar, itupun aku menjadi tersiksa karena pembengkakan payudaraku.

Aku menjadi seperti mesin seks. Dadaku besar, dan pantatku membusung. Seolah tak pernah puas dengan bercinta setiap malam. Suamiku mengimbangiku dengan nafsunya yang juga bertambah besar. Indun akhirnya tahu juga kehamilanku. Dia sering curi-curi pandang melihat perutku yang mulai membuncit. Aku tidak tahu, apakah dia sadar, kalau anak dalam kandunganku adalah hasil dari perbuatannya. Yang jelas, Indun menjadi sangat perhatian padaku. Setiap sore dia ke rumah untuk membantu apa saja. Bahkan di malam hari pun dia masih di rumah sambil sekali-kali meneruskan program mengaji anak-anakku.

Cerita Mesum Bergambar 2014 Aku di Hamili ABG Tetangga

Pada suatu malam, Mas Prasojo harus pergi dinas ke luar kota. Malam itu kami membiarkan Indun sampai malam di rumah kami, sambil menjaga menjaga rumah. Aku harus ikut pengajian dengan ibu-ibu kampung. Jam setengah 10 malam aku baru pulang. Sampai di rumah, aku lihat Indun masih mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tamu.
“Ndun, Sangga sudah pulang?” tanyaku sambil menaruh payung, karena malam itu hujan cukup deras.
“Belum, Bu”
Aku lalu menelpon anak itu. Ternyata dia sedang mengerjakan tugas di rumah temannya. Aku percaya dengan Sangga, karena anak itu tidak seperti anak-anak yang suka hura-hura. Dia tipe anak yang sangat serius dalam belajar. Apalagi sekolahnya adalah sekolah teladan di kota kami. Jadi kubiarkan saja dia menginap di rumah temannya itu.
Aku lalu berkata ke Indun, “Kamu nginap sini aja ya, aku takut nih, hujan deres banget dan Mas Prasojo gak pulang malam ini”.
Memang aku selalu gak enak hati kalau cuaca buruk tanpa mas Prasojo. Takutnya kalau ada angin besar dan lampu mati. Apalagi kami sudah tidak ada lagi masalah dengan kejadian waktu itu.
“Iya bu, sekalian aku ngerjain tugas di sini”, jawab Indun.
Aku melepas kerudungku dan duduk di depan tivi di ruang keluarga. Agak malas juga aku ganti daster, dan juga ada si Indun, gak enak kalau dia nanti keingat kejadian dulu. Sambil masih tetap pakai baju muslim panjang aku menyelonjorkan kakiku di sofa, sementara si Indun masih sibuk mengerjakan kalukulus di ruang tamu. Bajuku baju panjang terusan. Agak gerah juga karena baju panjang itu, akhirnya aku masuk kamar dan melepas bra yang menyiksa payudara bengkakku. Aku juga melepas cd ku karena lembab yang luar biasa di celah vaginaku. Maklum ibu hamil. Kalau kalian lihat aku malam itu mungkin kalian juga bakalan nafsu deh, soalnya walaupun pakai baju panjang, tapi seluruh lekuk tubuhku pada keliatan, karena pantat dan payudaraku membesar. Acara tivi gak ada yang menarik. Akhirnya aku ingat untuk membuatkan Indun minuman. Sambil membawa kopi ke ruang tamu aku duduk menemani anak itu.

“Wah, makasih , Bu. Kok repot-repot” katanya sungkan.
“Gak papa, kok”
Aku duduk di depannya sambil tak sengaja mengelus perutku.
Indun malu-malu melihat perutku.
“Bu, udah berapa bulan ya?” tanyanya kemudian, sambil meletakkan penanya.
“Menurutmu berapa bulan? Masak nggak tahu?” tanyaku iseng menggodanya.
Tiba-tiba mukanya memerah. Indun lalu menunduk malu.
“Ya nggak tahu bu… Kok saya bisa tahu darimana?” jawabnya tersipu.
Tiba-tiba aku sangat ingin memberi tahunya, kabar gembira yang sewajarnya juga dirasakan oleh bapak kandung dari anak dalam kandunganku. Dengan santai aku menjawab, “Lha bapaknya masak gak tahu umur anaknya?”
Indun kaget, gak menyangka aku akan menjawab sejelas itu. Dia jelas gelagapan. Hehehe. Apa yang kau harap dari seorang anak ingusan yang tiba-tiba akan menjadi bapak.
Wajahnya melongo melihatku takut-takut. Dia tidak tahu akan menjawab apa. Aku jadi tambah ingin menggodanya.

“Kamu sih, bapak yang gak bertanggung jawab. Sudah menghamili pura-pura tidak tahu lagi”, kataku sambil melirik menggodanya.
Aku mengelus-elus perutku. Geli juga lihat wajah Indun saat itu. Antara kaget dan bingung serta perasaan-perasaan yang tidak dimengertinya.
“Aku… eeeee… maaf Bu… aku tidak tahu…” Indun menyeka keringat dingin di dahinya.
“Memangnya kamu tidak suka anak dalam perutku ini anakmu?” tanyaku.
“Eh… aku suka banget Bu.. Aku seneng…” Indun benar-benar kalut.
“Ya udah, kalau benar-benar seneng, sini kamu rasakan gerakannya” kataku manja sambil mengelus perutku.
“Boleh Bu? Aku pegang..?” tanyanya kawatir.
“Ya, sini, kamu rasakan aja. Biar kalian dekat” perutku terlihat sangat membuncit karena baju muslim yang kupakai hampir tidak muat menyembunyikan bengkaknya. Indun bergeser dan duduk di sebelahku. Matanya menunduk melihat ke perutku. Takut-takut tangannya menuju ke perutku. Dengan tenang kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di perutku. Sebenarnya aku berbohong, karena umur begitu gerakan bayi belum terasa, tapi Indun mana tahu. Dengan hati-hati dia meletakkan telapaknya di perutku.
“Maaf ya bu”, ijinnya. Aku membiarkan telapaknya menempel ketat di perutku. Dia diam seolah-olah mencoba mendengar apa yang ada di dalam rahimku. Aku merasa senang sekali karena biar bagaimanapun anak ingusan ini adalah bapak dari anak dalam kandunganku.
“Kamu suka punya anak?” tanyaku.
“Aku suka sekali, Bu, punya anak dari Ibu. Ohh.. Bu. Maafkan saya ya Bu” jawab Indun hampir tak kedengaran. Tangannya gemetar di atas perutku.
Indun terlihat sangat kebingungan, tak tahu harus berbuat apa. Aku juga ikut bingung, dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia, bingung, geli, dan macam-macam rasa gak jelas. Tiba-tiba dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak itu sendiri masih takut-takut melihat mukaku. Kami berdua tiba-tiba terdiam tanpa tahu harus melakukan apa. Tangan Indun terdiam di atas perutku.

“Ndun, kamu gimana perasaanmu lihat ibu-ibu yang lagi bengkak-bengkak kayak aku?” tanyaku memecah kesunyian.
“Saya suka sekali sama Ibu……” jawabnya.
“Kenapa?”
“Ibu cantik..” jawabnya dengan muka memerah.
“Ihh.. cantik dari mana? Aku khan udah tua dan lagian sekarang badanku kayak gini..” jawabku.
Indun mengangkat wajahnya pelan menatapku, malu-malu.
“Gak kok, Ibu tetep cantik banget…” jawabnya pelan. Tangannya mulai mengelus-elus perutku. Aku merasa geli, yang tiba-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Prasojo belum sempat menyetubuhiku.
“Kok waktu itu kamu tegang ngintip aku sama Mas Prasojo?” tanyaku manja. Mukaku memerah. Aku benar-benar bernafsu. Aneh juga, anak kecil ini pun sekarang membuatku pengen disetubuhi. Apa yang salah dengan tubuhku?
“Aku nafsu lihat badan Ibu…” kali ini Indun menatap wajahku.


Mukanya merah. Jelas dia bernafsu. Aku tahu banget muka laki-laki yang nafsu lihat aku.
“Kalau sekarang? Masa masih nafsu juga, aku khan sudah membukit kayak gini..”
Indun belingsatan.
“Sekarang iya..” jawabnya sambil membetulkan celananya.
“Idiiih…. Mana coba lihat?” godaku.
Indun makin berani. Tangannya gemetar membuka celananya. Dari dalam celananya tersembul keluar sebatang penis jauh lebih kecil dari punya suamiku. Yang jelas, penis itu sudah sangat tegang.
“Wah, kok sudah tegang banget. Pengen nengok anakmu ya?” godaku.
Indun sudah menurunkan semua celananya. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Lucu lihat batang kecil itu tegak menantang. Aku sudah sangat horny. Vaginaku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak SMP ini. Dengan gemes, aku pegang penis Indun.
“Mau dimasukin lagi?” tanyaku gemetar.
“Iya bu.. Mau banget”
Tanpa menunggu lagi aku menaikkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera vaginaku terpampang jelas di depan Indun. Rambut hitam vaginaku serasa sangat kontras dengan kulit putihku.
Segera kubimbing penis anak itu ke dalam lobang vaginaku. Indun mengerang pelan, matanya terbeliak melihat penisnya pelan-pelan masuk ditelan vaginaku.

“Ohhhh…… Buuu…..” desisnya.

Bless, segera penis itu masuk seluruhnya dalam lobang vaginaku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah kenapa, aku sangat ingin mengisi lobangku dengan batang itu.
“Diemin dulu di dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar”, perintahku.
“Iiiiiyaaa, Bu..” erangnya. Indun mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang luar biasa baginya. Sengaja pelan-pelan kuremas penis itu dengan vaginaku, sambil kulihat reaksinya.
“Ohhh…” Indun mengerang sambil mendongak ke atas.
Kubiarkan dia merasakan sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Indun menunduk menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan dirinya. Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu, dan kuturunkan mukanya. Muka kami semakin berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya. Kamu berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah. Tangannya meremas dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin ambles ke dalam vaginaku.
“Ndun, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku.
Indun mulai memaju mundurkan pantatnya. Penisnya walaupun kecil, kalau sudah keras begitu nikmat sekali dalam vaginaku. Aku mengerang-erang sekarang. Vaginaku sudah basah sekali. Banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu.

Aku mengarahkan tangan Indun untuk meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati dia berusaha tidak mengenai perutku, karena takut kandunganku. Ohhh… aku sudah sangat nafsuu… sekitar 15 menit Indun memaju mundurkan pantatnya. Tidak mengira dia sekarang sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum terbiasa. Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa.
“Ohhhh…” teriakku. Tubuhku melengkung ke atas. Indun terdiam dengan tetap menancapkan penisnya dalam lobangku. “Aku sampai, Ndunnnn……” aku terengah-engah.
Sambil tetap membiarkan penisnya di dalam vaginaku, aku memeluk ABG itu. Badannya penuh keringat. Kami terdiam selama berepa menit sambil berpelukan. Penis Indun masih keras dan tegang di dalam vaginaku.

“Ndun, pindah kamar yuk”, ajakku.
Indun mengangguk. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar karena dampak orgasme yang mengebu barusan. Kemudian aku membimbing tangan anak itu membawanya ke kamarku. Di kamar aku meminta dia melepaskan bajuku, karena agak repot melepas baju ini. Di depan pemuda itu aku kini telanjang bulat. Indun juga melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang dan saling berpelukan. Aku lihat penisnya masih tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu di kasurku. Lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan penisnya ke vaginaku. Kali ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Indun meremas-remas susuku. Ohh, nikmat sekali. Penis kecil itu benar-benar hebat. Dia berdiri tegak terus tanpa mengendor seidkit pun. Aku sengaja memutar-mutar pantatku supaya penis itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku kembali orgasme, bahkan sampai dua kali lagi. Orgasme ketiga aku sudah kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang penisnya yang masih tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai bercinta dengan suamiku.
“Aduuuh, Ndun.. kamu kuat juga ya. Kamu masih belum keluar ya?”
“Gak papa Bu…” jawabnya pelan.
Tiba-tiba aku punya ide untuk membantu Indun. Kuraih batang kecil itu dan kembali kumasukkan dalam vaginaku. Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian.
“Ndun, Ibu udah lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya di dalam, sampai kamu keluar…” bisikku.

Indun mengangguk. Kami kembali berpelukan bagai sepasang kekasih. Vaginaku berkedut-kedut menerima batang itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi vaginaku, Indun juga membiarkan penisnya tersimpan rapi dalam vaginaku. Karena kelelahan aku tertidur dengan penis dalam vaginaku. Gak tahu berapa jam aku tertidur dengan penis masih dalam vaginaku, ketika jam 1 malam tiba hpku menerima sms. Aku terbangun dan melihat Indun masih menatap wajahku sambil membiarkan penisnya diam dalam lobangku.
“Aduh, Ndun. Kamu belum bisa bobok? Aduuuh, soriiii ya…” kataku sambil meremas penisnya dengan vaginaku.
“Gak papa kok, Bu. Aku seneng banget di dalam..” kata Indun.
Tanpa merubah posisi aku meraih hpku di meja samping ranjang. Kubuka sms, ternyata dari Mas Prasojo: “Hai Say, udah bobok? Kalau blum aku pengen telp”.
Aku segera balas: “Baru terbangn, telp aja, kangen”
Segera setelah kubalas sms, Mas Prasojo menelponku. Aku menerima telepon sambil berbaring dan membiarkan penis Indun di dalam vaginaku.

“Hei… Sorii ganggu, udah bobok apa?” tanyanya.
“Gak papa Mas, kangen. Kapan jadinya balik?” tanyaku.
“Lusa, Dik, ini aku masih di jalan. Lagi ada pembekalan masyarakat. Gimana anak-anak?”
“Hmmm…. “ aku agak menggeliat. Indun memajukan pantatnya, takut lepas penisnya dari lobangku. Aku meletakkan jariku di bibirnya, agar dia tak bersuara. Indun mengangguk sambil tersenyum.
“Baik, mereka oke-oke saja kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak dari jam 9 tadi. Aku kangen mas…”
“Sama.. Pengen nih” kata suamiku.
“Sini, mau di mulut apa di bawah?” tanyaku nakal.
“Mana aja deh”
“Nih, pakai mulutku aja, udah lama gak dikasih. Udah gatel, hihih…” godaku.
“Aduuh Dik. Aku lagi di kampung sepi. Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo?” rengek suamiku.
Kami memang biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami.
“Kocok aja Mas, aku juga mau” kataku manja.
Kemudian aku menggeser Indun agar menindih di atas tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, aku berbisik ke Indun, “Sekarang kamu genjot aku sekencang-kencangnya sampai keluar, ya. Sekuat-kuatnya”.
Indun mengangguk. Aku menjawab telepon suamiku, “Ayo, mas, buka celananya..”
Aku mengambil cdku di sampingku, lalu kujejalkan ke mulut Indun. Indun tahu maksudku agar dia tidak bersuara.
“Oke, Dik. Aku sudah menghunus rudalku..”

Sambil menjawab mesra aku menekan pantat Indun agar segera memaju mundurkan penisnya dalam vaginaku. Indun segera membalasnya, dan mulai menggenjotku. Aku menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang sehingga perutku tidak tertindih badannya. Sementara aku mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke samping kiri dan kanan badan laki-laki abg itu. Ohhh, ya Tuhan. Bagai kesetanan, Indun menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang, begitu juga suamiku.
“Mas, aku masturbasi kesetanan ini….. Pengen banget…. Kamu kocok kuat-kuat yaaa….. Ahhhhh”
“Iyyyyaaaa… Ooohhh, untung aku bawa cdmu, buat ngocok nihh…. Ohhhhh” erang suamiku.
Tak kalah hebatnya, Indun menggasak lobangku dengan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listrik. Aku mengerang-erang tidak karuan. Suara lobangku berdecit-decit karena banjir dan gesekan dengan penis Indun. Benar-benar gila malam ini. Aku sudah tidak ingat lagi berapa lama aku digenjot Indun. Suaraku penuh nafsu bertukar kata-kata mesra dengan suamiku. Indun seolah-olah tak pernah lelah. Tubuhnya sudah banjir keringat. Stamina mudanya benar-benar membanggakan. Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara suara suamiku juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar yang kedap suara. Beberapa saat kemudian aku kehabisan tenaga. Kuminta Indun untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan. Setelah itu kami melanjutkan permainan kami. Indun dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan. Aku tak tahu lagi apa yang kecerecaukan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa saat kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar. Aku terengah-engah mengatur nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami betul-betul terpuaskan malam ini. Setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya. Di kamarku, Indun masih menggenjotku pelan-pelan. Dia belum keluar rupanya. Wah, gila. Aku kawatir jepitanku mungkin sudah tidak mempan buat penisnya yang masih tumbuh. Kubiarkan penis pemuda itu mengobok-obok vaginaku. Tiba-tiba kudorong Indun, sehingga lepas penis dari lobangku.

“Ohhh”, lenguhnya kecewa.
Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur, dan aku segera menungging di depannya. Indun tahu maksudku. Dia segera mengarahkan penisnya ke vaginaku. Tapi segera kupegang penis itu dan kuarahkan ke lobang yang lain. Pantatku! Mungkin di sanalah penis Indun akan dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa pertimbangan. Indun sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya penisnya ke lobang pantatku. Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat penis Indun. Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu. Lalu aku turun dan mengambil jelli organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Indun menunggu dengan penis yang juga setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Indun, dan sebagian kuusap-usapkan ke sekitar lobang pantatku. Kembali aku menunggingkan pantatku. Indun mengarahkan kotolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu berhasil di terobosnya.

“Ohhhhh…..” desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan batang penis itu menyusup di lobang yang sempit itu.
Indun mengerang keras. Setengah perjalanan, penis itu berhenti. Baru separo yang masuk. Indun terengah-engah, begitu juga aku.
“Pelan-pelan, Ndun…” bisikku.
Indun memegang bongkahan pantatku, dan kembali menyodokkan penisnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh batang itu masuk manis dalam lobang pantatku.
“Ohhh, Tuhan…” rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tak terceritakan. Aku mengerang. Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan batang penis itu. Setelah itu Indun mulai memaju mundukan pinggangnya. Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membuatku ketagihan. Beberapa saat kemudian, Indun mengerang-erang keras. Dia memaksakan menggejot pantatku dengan cepat, tapi karena sangat sempit,
genjotannya tidak bisa lancar. Kemudian,
“ohhhhh…”
Indun memuncratkan spermanya dalam pantatku. Crot…Aku tersungkur dan Indun terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku. Kami sama-sama terengah-engah dan kelelahan yang luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Indun yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam.


########################
Paginya, aku bangun jam 6 pagi. ABG itu masih ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci kamarku. Mbok Imah tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak sudah terdengar suaranya di belakang. Oh.. Apa yang sudah kulakukan tadi malam, aku benar-benar tidak habis pikir. Kalau malam waktu itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan. Tapi malam ini, aku dan Indun benar-benar melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut membuat anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membuatku merasa bertambah sayang pada anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu dan kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama telanjang. Aku lihat si Indun masih nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya.
“Ndun… Bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku.
Indun nampak kaget dan segera duduk.

“Oh, Bu.. Maaf aku kesiangan…” katanya gugup.
“Gak papa Ndun, aku yang salah mengajakmu tadi malam”
Kami berpandangan.
“Maaf Bu. Aku benar-benar tidak sopan”
“Lho, khan bukan kamu yang mengajak kita tidur bersama. Aku yang salah Ndun” bisikku pelan.
Indun menatapku, “Aku sayang sama Ibu…” katanya pelan.
“Ndun, kamu punya pacar?”
“Belum, bu”
“Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya soal kita”
“Iya bu, gak mungkinlah”
“Aku takut kamu rusak karena aku”
“Gak kok Bu, aku sayang sama Ibu”
“Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya” kataku kawatir.
“Tidak Bu, aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, masih boleh ya…” katanya pelan.
Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak itu.
“Aku juga sayang kamu Ndun. Sini Ibu peluk” Indun mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya merangkul pinggangku, dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar serasa berpacaran dengan anak kecil itu. Mulut kami saling bergumul dengan panasnya.
Aku lihat penis anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena efek pagi hari. Tanganku meraih batang itu dan mengocoknya pelan-pelan.

Aku berpikir cepat, karena pagi ini Indun harus sekolah, aku harus segera menuntaskan ketegangan penis itu. Aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan pada meja rias. Sambil melihat Indun lewat cermin aku menyuruhnya.
“Ndun, kamu pakai jeli itu lagi. Cepat masukin lagi penismu ke pantat Ibu”
Indun buru-buru melumas batangnya. Aku menyorongkan bungkahan pantatku. Dari cermin aku dapat melihat muku dan badanku sendiri. Ohh… agak malu juga aku melihat tubuhku yang mulai membengkak di sana-sini, tapi masih penuh dengan nafsu birahi.
“Cepat Ndun, nanti kamu terlambat sekolah”, perintahku.
Sambil memeluk perutku, Indun mendorong penisnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam sudah disodok-sodok itu segera menerima batang yang mengeras itu. Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat melihat adegan seksi itu lewat cermin, di mana mukaku terlihat sangat nafsu dan juga muka Indun yang mengerang-erang di belakangku.

“Ayo, Ndun, sodok yang kuat”

“Iyyyaaa.. Bu”

“Terusss… Cepat”

Sodokan-sodokan Indun semakin cepat. Lobang pantatku semakin elastis menerima batang imut itu. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Indun membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati puncak yang barusan kami daki.
“Ohhh…”
Sejenak kemudian aku lepaskan pantatku dari penisnya.
“Udah Ndun. Sana kamu mandi, pulang. Nanti kamu terlambat lho sekolahnya” kataku sambil tersenyum.
Indun mencari-cari pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Indun ada di ruang tamu. Aku suruh si Indun nunggu di kamar, dan aku segera berpakaian dan keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa dan terselip, sehingga Mbok Imah yang biasanya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu. Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar. Si Indun yang tadinya nampak panik berubah tenang. Setelah memakai celananya, Indun kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja tamu. Setelah itu dia pamit pulang. Aku segera mandi. Di kamar mandi aku merasakan sedikit perih di bagian lobang pantatku. Baru kali ini lobang itu menjadi alat seks, itu pun justru dengan anak kecil yang belum tahu apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghilangkan rasa gundah di dadaku.



######################
Sorenya Indun kembali main ke rumah. Dia sudah sibuk membereskan buku-buku di gazebo kami. Malam itu Indun tidur lagi di kamarku. Mas Prasojo baru pulang besok harinya. Selama berjam-jam kami kembali bercinta. Kami saling berpelukan dan berbagi kasih selayaknya sepasang kekasih. Tapi sebelum jam 1 aku suruh Indun untuk segera tidur, aku kawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku.

“Ndun, tadi kamu di sekolah gimana?” bisikku setelah kami selesai ronde ke tiga. Kami berpelukan dengan mesra di tengah ranjang.
“Biasa aja Bu”
“Kamu gak kelelahan atau ngantuk di sekolah?”
“Iya Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang”
“Aku takut menganggu sekolahmu”
“Gak kok Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran”
“Okelah kalau gitu. Tapi setelah ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu”
“Iya Bu”
“Besok Mas Prasojo pulang, kamu gak bisa nginap disini”
“Iya, Bu. Tapi kapan-kapan saya siap menemani Ibu di sini”
“Yee…. maunya. Ya gak papa”, kataku sambil mencubit pinggangnya.
“Aku mau jadi pacar Ibu”
“Lho aku khan sudah bersuami?”
“Ya gak papa, jadi apa saja deh”
“Aku justru kasihan sama kamu. Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?”
“Iya Bu. Aku tetap sayang sama Ibu. Mau dijadiin apa saja juga mau”
“Idihh.. ya udah. Bobok yuk” kataku kelelahan.
Kami tidur berpelukan sampai pagi.


#######################
Setelah malam itu, aku semakin sering bercinta dengan Indun. Kapan pun ada kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Indun sangat memperhatikan bayi dalam kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan mengelus-elusnya. Kasihan juga aku lihat anak kecil itu sudah merasa harus jadi bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan penis kecil anak itu. Padahal aku sudah punya penis yang jauh lebih besar dan tersedia untukku. Bayangkan, beda usiaku dengan Indun mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang semakin membesar. Indun bahkan sering ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar. Indun semakin perhatian padaku dan anak dalam kandunganku. Kami sangat bahagia karena bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat. Aku selalu mengingatkan Indun untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan terlalu memikirkan anaknya. Yang paling tidak bisa dicegah adalah, Indun semakin lama semakin kecanduan lobang pantatku. Lama-lama aku juga merasakan hal yang sama. Seolah-olah lobang pantatku menjadi milik eksklusif Indun, sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Indun dan suamiku. Sampai sekarang, suamiku tidak pernah tahu kalau pantatku sudah dijebol oleh Indun. Lama-lama aku kawatir juga dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom untuk Indun kalau dia minta lobang pantatku. Indun sih oke-oke saja. Dia juga kawatir, walaupun dia sangat senang ketika masuk ke lubang pantatku.
Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, sehingga aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku sering mendapat kondom gratis dari kelurahan. Mungkin karena masih masa pertumbuhan, dan sering kupakai, aku melihat lama kelamaan penis Indun juga mengalami pembesaran. Penis yang semakin berpengalaman itu tidak lagi seperti penis imut pada waktu pertama kali masuk ke vaginaku, tapi sudah menjelma menjadi penis dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, kalau aku adalah salah satu sebab dari pertumbuhan instant dari penis Indun. Kekuatan penis Indun juga semakin luar biasa. Dia tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih kuat dari suamiku. Karena perutku semakin membesar aku jadi sering pakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa bawahan. Orang pasti mengira aku selalu pakai cd, padahal sering aku malas memakainya. Entah karena gawan ibu hamil atau karena nafsu birahiku yang semakin gila.


##########################
Waktu ibu Indun mau naik haji, aku ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat dengan ibu Indun. Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Karena keluarga Indun termasuk keluarga yang terpandang di desa kami, maka acara pengajian itu menjadi acara yang besar-besaran. Banyak ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah Bu Ro. Kalau aku ke sana aku lebih sering karena ingin ketemu Indun. Acara pengajian dan keberadaan Mas Prasojo di rumah membuat kesempatanku bertemu dengan Indun menjadi sangat terbatas. Sudah lama Indun tidak merasakan lobang pantatku. Aku sendiri bingung bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Indun. Walaupun aku sering pergi ke rumahnya dan kadang-kadang juga diantar Indun untuk berbelanja sesuatu untuk keperluan pengajian, tapi tetap saja kami tidak punya kesempatan untuk bercinta. Akhirnya pada saat pengajian besar itu aku mendapatkan ide. Sorenya, segera kutelepon Indun menggunakan telepon rumah, karena aku sangat hati-hati memakai hp, apalagi untuk urusan Indun.
“Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Lani. Gimana Bu persiapan nanti malam, sudah beres semua?”
“Oh, Bu Lani. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya bu. Kalau gak ada Ibu, kita bingung nih” jawab Bu Ro.
“Iya, beres Bu. Saya sama Bu Anjar sudah kangenan setelah magrib langsung kesitu, kok Bu. Indun ada Bu Ro?”
“Ada Bu, sebentar ya Bu”
Setelah Indun yang memegang telepon, aku segera bilang:
“Ndun nanti malam kamu pake celana yang bisa dibuka depannya ya” kataku pelan
“Iya Bu” jawab Indun agak bingung.
“Terus kamu pakai kondom kamu…”


Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran. Halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota. Bu Ro memang tokoh yang disegani masyarakat. Aku datang bersama ibu-ibu RT dengan memakai baju atasan longgar yang menutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat, karena memang lagi biasa dipakai ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku. Yang tidak biasa adalah bahwa aku tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cdku di rumah, karena aku punya sebuah ide untuk Indun. Setelah semua urusan kepanitiaan beres, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian aku dan beberapa ibu yang lain pindah ke halaman, karena lebih bebas dan bisa berdiri. Hanya saja halaman itu sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung. Di kejauhan aku melihat Indun dan memberinya kode untuk mengikutiku. Indun beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengajak Bu Anjar untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu agak gelap karena bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun demikian, banyak anggota jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan.

“Kita sini aja Bu, kalau Ibu mau. Tapi kalau ibu keberatan, silakan Ibu pindah ke sana” kataku pada Bu Anjar.
“Gak papa Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman, hihihi..” kata Bu Anjar.
“Iya , ya. Biasanya pengajian ginian bisa sampai jam 12 lho”
Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian. Ternyata di sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang juara negrumpi. Kami segera terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ceramah kalau pas ada cerita-cerita lucu. Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu Kesti mendapat tempat duduk di sebelahku.
“Bu, monggo kalau mau duduk” tawarnya padaku.
“Wah gak usah Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja” jawabku. Padahal aku sedang menunggu Indun yang sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami.

Akhirnya Indun tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Indun, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku. Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku Bu Anjar dan Bu Kesti. Sementara Indun dengan segera berdiri tepat di belakangku. Dengan diam-diam aku menempelkan pantatku ke badan Indun. Indun tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yang semlohai segera menempel pada penis Indun yang sudah tegang di balik celananya.
Aku berbisik pada Indun, “buka, Ndun. Udah pakai kondom?”


Indun mengangguk dan membuka risliting celananya. Segera tersembul batangnya yang sudah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku sudah kuberi lobang di bagian belahan pantatku. Indun nampak terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku. Dengan pelan-pelan diarahkannya batang kerasnya ke lobang pantatku. Dan, slepppp. Masuklah batang itu ke lobang favoritnya. Tangan Indun masuk ke dalam bajuku sambil mengelus-elus perutku. Batangnya berada di dalam lobangku sambil sesekali dimaju mundurin. Kami bercinta di tengah keramaian dengan tanpa ada yang menyadarinya. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua ibu-ibu tetanggaku itu. Sementara di kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan.


Sekitar satu jam Indun memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba vaginaku berkedut-kedut, pengen ikut disodok. Kalau dari belakang berarti aku harus lebih nunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar penis Indun dan kulepas kondomnya. Aku kembali mengarahkannya, kali ini ke lubang vaginaku. Indun mengerti. Lalu, bless.. dengan lancarnya penis itu masuk ke vaginaku dari belakang. Ohh, enak sekali. Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah maupun obrolan dua ibu-ibu itu. Karena hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berlangsung cukup lama. Kepalaku sudah mulai berkunang-kunang kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Indun semakin ngos-ngosan. Beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan langsung memegang sandaran bangku di depanku. Indun juga kemudian memuncratkan maninya dalam vaginaku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu. Setelah agak reda, aku mendorong Indun dan mengeluarkan penisnya. Cepat-cepat Indun memasukkan dalam celananya, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku dan ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Untung saja aku dan Indun sudah selesai. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Indun untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat kami setelah hari-hari yang sibuk yang memisahkan kami.

Tamat

Read More