Showing posts with label setengah baya. Show all posts
Showing posts with label setengah baya. Show all posts

Sunday, June 2, 2013

Dukun Cabul Dan Vivi

Vivi tidak bisa menerima sikap dan tindakan Ardi akhir-akhir ini yang ia lihat sudah melupakan dan membiarkan keluarganya. Tindakan ini dilihat Vivi saat Ardi akan pergi ke luar kota untuk meninjau perusahaannya di kota lain. Vivi menduga pasti Ardi telah melakukan suatu perselingkuhan dan menyeleweng dikarenakan Ardi tidak lagi memberikan nafkah batin untuk Vivi, sedangkan Ardi selalu pergi ke luar kota setiap minggu dengan begitu hubungan seks-nya dengan istrinya pasti tersalur, sedang saat ini Ardi telah lupa akan kewajibannya. Siapa wanita yang telah merebut Ardi dari tangannya, Vivi tidak mengetahui.

Oleh sebab itu Vivi sering merenung dan berpikir apakah selama ini ia tidak melayani kebutuhan dan kesenangan suaminya, namun semua itu ia rasa tidak mungkin dan sepengetahuannya ia selalu melayani dan melaksanakan kesenangan dan kesukaan suaminya.
Sedang kalau ia lihat bentuk tubuhnya yang mungkin telah berubah? namun ia sadari tidak mungkin juga, Vivi menyadari ia dan Ardi telah berumah tangga kurang lebih 6 tahun dan dikaruniai 2 orang anak yang paling besar berumur 5 tahun, mustahil bentuk tubuhnya akan menyebabkan Ardi berpaling.

Di depan cermin sering Vivi mengamati tubuhnya, ia pun rajin senam dan melangsingkan tubuhnya, namun apa gerangan Ardi berubah dan tidak mau menjamahnya? Secara fisik Vivi memang seorang ibu rumah tangga yang telah beranak dua, namun jika melihat tubuh dan kulitnya banyak membuat gadis yang iri karena bentuk tubuhnya amat serasi dan menggiurkan setiap lelaki yang menatapnya. Umur Vivi baru 32 tahun, di saat itu ia butuh pelampiasan birahi jika malam hari menjelang, namun sikap Ardi telah membuatnya menjadi tidak percaya diri.

Atas saran teman karibnya yang juga ibu rumah tangga dan wanita karir, maka Vivi disarankan untuk meminta tolong pada seorang dukun sakti yang bisa mengembalikan suami dan membuat Ardi bertekuk lutut kembali. Ini telah lama di coba Lusi, dulunya suaminya juga menyeleweng. Namun atas bantuan dukun itu suaminya telah melupakan wanita simpanannya.

Dengan saran dan nasehat dari karibnya itu Vivi memberanikan diri untuk datang ke tempat dukun itu walaupun jaraknya agak jauh kurang lebih 2 jam perjalanan dengan mobilnya. Dengan bantuan Lusi, Vivi mengemudikan Balenonya ke tempat dukun itu. Mereka berangkat pagi harinya. Sesampai di gubuk dukun yang memang terpencil di sebuah kampung itu, Vivi memarkirkan mobilnya di samping gubuk itu. Lalu Lusi mengetuk pintu gubuk itu dan dengan adanya sahutan dari dalam mempersilakan mereka berdua masuk, di dalam telah ada dukun itu yang duduk dengan sambil menghisap rokoknya.

“Ooo… Bu Lusi? ada apa Bu? ada yang bisa saya bantu?” dukun itu berbasa basi.
“Eee… ini Mbah, teman saya ini ada masalah dengan suaminya, namun ia ingin suaminya seperti sedia kala lagi…” jawab Lusi.

Lalu Lusi memperkenalkan sang dukun yang bernama Mbah Dudu itu kepada Vivi. Sambil berjabat tangan Mbah Dudu mempersilakan kedua wanita itu untuk duduk bersila di lantai gubuknya itu. Sepintas Vivi merasa agak risih dari mulai ia memasuki gubuk itu. Ada perasaan tidak enak namun karena keinginannya mengembalikan suaminya ia tidak mengambil pusing semuanya. Tanpa ia sadari dari saat ia masuk dan bersalaman dengan Vivi mata mbah dukun itu tidak henti-hentinya memandang ke arah Vivi. Lalu ia memanggil Vivi untuk maju selangkah ke arahnya, dan Vivi diperintahkan untuk memasukkan tangannya ke dalam wajan yang berisi air kembang, lalu Mbah Dudu membakar menyan dan membaca mantranya.

Tidak berapa lama kemudian ia buka matanya dan berkata bahwa mata hati suaminya telah dipengaruhi oleh wanita simpanan Ardi dan membuat Ardi melupakan keluarganya. Atas saran mbah dukun supaya Ardi kembali maka Vivi harus memakai jimat yang akan dibuatkannya, asal Vivi mau menjalani syarat-syaratnya dan itu semua terpulang kepada Vivi. Karena besarnya keinginan agar Ardi kembali, maka Vivi menyanggupi segala syarat-syaratnya. Setelah itu sang dukun berkata bahwa besoknya Vivi akan mendapatkan jimat itu dan akan dipasangkan ke tubuh Vivi dan akan dibuatkan malam ini.

Mbah Dudu adalah lelaki asal Nias yang telah lama memiliki ilmu yang amat sakti. Tidak sedikit orang yang telah dibantunya. Mbah Dudu tinggal seorang diri di gubuk itu dan tidak memiliki istri. Umurnya telah beranjak tua yaitu 70 tahun namun fisik dan sosoknya tidak menggambarkan ketuaan. Selanjutnya Vivi minta diri dan menitipkan amlop untuk memenuhi syarat-syaratnya, dan berjanji besok akan datang. Lalu Lusi minta diri kepada Mbah Dudu, lalu mereka pulang ke rumah dan besok Vivi harus mengambil jimatnya.

Besok hari yang telah ditentukan, Vivi minta Lusi membantu menemaninya ke tempat dukun itu, namun karena adanya kesibukan di kantornya maka Lusi tidak dapat menemani. Dan berangkatlah Vivi mengendarai Balenonya seorang diri ke tempat dukun itu. Lebih kurang 1,5 jam perjalanan Vivi, sampailah di gubuk itu dan memarkirkan mobilnya di samping gubuk, sedangkan hari saat itu telah mendung dan berangin sepertinya hari akan hujan. Lalu Vivi mengetuk pintu gubuk dan kemudian pintu itu dibuka Dudu dari dalam dan mempersilakan masuk.

Lalu Vivi masuk ke gubuk dan duduk di lantai. Lalu Mbah Dudu meminta Vivi untuk langsung ke depan dan menerima saran dan cara-cara memakai jimat itu. Vivi diharuskan untuk berbaring dan memakai kain sarung lalu menelentangkan diri, karena jimat itu akan dipasangkan pada tubuh Vivi yang biasa di sentuh suaminya. Lalu Vivi minta ijin untuk memakai sarung yang dipinjamkan sang dukun di kamar yang telah tersedia.

Dalam kamar itu, hanya ada satu dipan kayu yang telah lama dan saat itu Vivi membuka seluruh pakaianya, sedang BH dan CD-nya tetap terpasang pada tubuhnya. Sesaat kemudian sang dukun memasuki kamar itu dan minta Vivi berbaring di dipan itu. Vivi menuruti kata dukun itu, lalu Mbah Dudu memulai melakukan aktifitasnya dengan memasangkan cairan jimat itu mula-mula ke kulit muka Vivi lalu turun ke leher jenjang dan ke dada yang masih tertutup BH. Sesampai pada dada Vivi sang dukun menyadari adanya getaran birahinya mulai datang dan lalu di sekitar dada Vivi ia oleskan cairan itu, tangan sang dukun masuk ke dalam dada yang terbungkus BH.

Di dalam BH itu tangan Dudu memilin dan memilintir puting susu Vivi, dengan cara itu Vivi secara naluri seksnya terbangkit dan membiarkan tindakan sang dukun yang memang kelewatan dari tugasnya itu, Vivi hanya diam. Lalu sang dukun membuka pengait BH Vivi dan melemparkan BH itu ke sudut kaki dipan itu dan terpampanglah sepasang dada montok yang putih mulus kemerahan karena gairah yang dipancing Mbah Dudu itu.

Di sekitar dada itu sang dukun mengoleskan jimatnya berulang-ulang sampai Vivi merasa tidak kuat menahan nafsunya. Lalu sang dukun tangannya turun ke perut dan ke selangkangan Vivi. Di situ tangan sang dukun memasuki selangkangan Vivi, tindakan ini membuat Vivi protes,
“Jangan! saya mau diapakan Mbah?” tanyanya.
“Ooo… ini adalah pengobatannya, Lusi pun dulunya begini juga,” jawab mbah dukun sambil mengatur nafasnya yang terasa sesak menahan gejolak nafsu. Di lubang kemaluan Vivi, jari tangan sang dukun terus mengorek-ngorek isi kemaluan Vivi sehingga Vivi merasakan ia akan menumpahkan air surgawinya saat itu.

Sambil membuka kain sarung yang melilit tubuh Vivi sang dukun lalu menurunkan CD yang menutup lubang kemaluan Vivi itu. Lalu ia letakkan CD Vivi di samping dipan yang beralaskan bludu usang itu. Sesaat kemudian Vivi telah telanjang bulat dan jari tangan sang dukun tidak henti-hentinya beraksi di sekitar daerah sensitif tubuh Vivi. Sedang jimatnya telah dioleskan pada seluruh bagian-bagian tubuh Vivi.

Lalu tibalah saat untuk memasukkan keampuhan jimatnya, maka sang dukun minta kepada Vivi untuk mau bersengggama karena jimat itu tidak akan bisa dipakai jika Vivi tidak melakukan senggama dengan dukun itu. Karena Vivi telah merasa kepalang basah dan ingin niatnya kesampaian maka ia ijinkan sang dukun melakukan persenggamaan. Lalu tangan sang dukun membuka paha Vivi yang mulus terawat itu. Lalu ia buka lubang kemaluan Vivi dengan tangannya dan memainkan klitoris Vivi dan kembali Vivi histeris ingin dituntaskan nafsu yang telah sampai di kepalanya, ditambah telah beberapa bulan tidak berhubungan seks dengan suaminya.

Mbah dukun yang telah sama-sama-sama bugil dengan Vivi lalu memasukkan batang kemaluannya yang cukup besar itu dan kuat ke dalam lubang kemaluan Vivi yang telah dibasahi air kewanitaan Vivi yang tampaknya siap untuk melakukan penetrasi ke dalam lubang kemaluan yang telah basah itu. Setelah dipaksakan agak keras lalu batang kemaluan yang tegak menantang masuk seluruhnya ke dalam lubang kemaluan Vivi, dan Mbah Dudu melakukan gerakan maju mundur, sedang tangannya tidak henti-hentinya memilin dan menekan pinggul padat Vivi itu. Buah dada Vivi tidak luput dari jelajahan tangan sang dukun.

Lebih kurang 30 menit lubang kemaluan Vivi digenjot dengan paksa lalu sang dukun barulah sampai klimaks dengan menumpahkan air maninya ke dalam lubang kemaluan itu sebanyak-banyaknya. Sedangkan air yang keluar dari lubang kemaluan Vivi itu ia oleskan ke lidah Vivi untuk kasiat bahwa Vivi tidak bisa dilupakan suaminya. Dalam persenggamaan itu Vivi sempat orgasme 3 kali, itu pun saat ia terengah-engah di saat batang kemaluan sang dukun mengaduk-aduk isi kemaluanya tadi. Sejam kemudian barulah permainan itu selesai setelah sang dukun minta permainan dilakukan 2 kali. Setelah itu Vivi minta diri pulang dan membawa yang akan ia pakaikan di rumahnya saat mandi. Mbah dukun mengatakan ada jimat yang akan dipasang di dalam kamar Vivi namun belum siap, dan mbah dukun berjanji akan mengantarkannya ke rumah Vivi 2 hari lagi.

Tepat 2 hari kemudian sang dukun mendatangi rumah Vivi yang megah. Saat itu suami Vivi belum pulang dari luar kota dan di rumah saat itu hanya ada ia dan seorang pembantunya yang sedang menjaga anak-anaknya. Sang dukun berkata, “Bu Vivi, jimat ini akan saya pasangkan pada kamar Ibu nanti malam,” sedangkan Vivi merasa khawatir, bagaimana jika suaminya pulang. Namun karena kesaktiannya, sang dukun berkata, “Bu Vivi nggak usah khawatir, suami Ibu pulang lusa, sedang ia sekarang menurut penglihatan saya sedang di Lampung,” kata sang dukun.

Lalu bagaimana ia menerangkan kepada pembantunya karena adanya kehadiran dukun tua itu? Lalu ia hanya berkata bahwa familinya dari kampung dan menumpang barang 1 hari di rumahnya. Lalu Vivi mempersilakan sang dukun untuk istirahat di sebuah kamar yang memang diperuntukkan untuk tamu. Lalu sang dukun memasuki kamar yang telah disediakan.

Malam harinya saat akan memasangkan jimat di kamar Vivi, dilakukan pada pukul 9.00 malam, sedang pembantunya telah tidur di kamar belakang, tempat kamar tidur pembantu memang jauh di belakang dan tidak mengganggu ke rumah induk tempat kamar Vivi berada. Di dalam kamar itu sang dukun melakukan ritualnya dengan membaca mantera, lalu ia membakar menyan, sedang Vivi duduk diam melihat apa yang dilakukan sang dukun dari atas tempat tidurnya. Lalu sang dukun berkata, “Sebaiknya jimat ini kita pasangkan pada saat tepat jam 12.00 malam nanti, berarti masih ada waktu 3 jam lagi, Bu Vivi…” katanya. “Sekarang sebaiknya kita ngomong-ngomong saja dulu menunggu waktu,” kata sang dukun. “Baiklah Mbah,” lalu Vivi mempersilakan sang dukun keluar kamar. Bagaimanapun ia merasa berat hati untuk membawa dukun itu ke dalam kamar pribadinya.

Sang dukun berkata, “Tidak usah keluar… Bu Vivi… di sini saja.” Lalu sang dukun berdiri dari duduknya dan menuju ke arah Vivi duduk dan mbah dukun itu juga duduk di samping Vivi. Lalu tangannya menggapai tangan Vivi dan berkata, “Sebaiknya kita berdua melakukan seperti saat Ibu di gubuk saya, sebab jika tidak para jin yang membantu saya akan lari dan tidak mau menolong Ibu,” kata mbah dukun. Vivi hanya bergidik, bulu kuduknya merinding. Haruskah ia mengulangi kesalahan saat ia harus bersenggama dengan dukun itu di gubuknya? Namun karena adanya pengaruh dan keinginan Vivi maka ia biarkan sang dukun mengulangi perbuatan maksiat itu di kamarnya, saat itu Vivi memang merasa menjadi seorang wanita sempurna karena ia telah mendapatkan siraman batin dari dukun tua itu meskipun tidak ia dapatkan dari suaminya.

Lebih kurang 2 jam mereka berdua mengayuh samudera kenikmatan bersama sang dukun dan membuat Vivi orgasme berulang-ulang dan membuat lubang kemaluannya sampai lecet karena kebuasan batang kemaluan dukun yang sangat besar itu. Lalu tepat pada jam 12 malam barulah jimat itu terpasang pada bawah ranjang Vivi dan menjelang pagi mereka terus melakukan hubungan seksual dengan menggebu-gebu. Lalu Vivi tertidur dan tidak menyadari hari telah pagi dan sang dukun telah pergi, sedang Vivi merasa tubuhnya pegal-pegal dan tulangnya serasa mau lolos.

Sejak saat itu memang jimat pemberian sang dukun ada perubahan pada diri suami Vivi dan ia sangat berterima kasih dan lalu ia mendatangi sang dukun. Sedang sang dukun cuma minta Vivi tidak melupakannya, dengan cara Vivi harus 2 kali dalam sebulan datang untuk memberikan jatah hubungan seks kepada sang dukun seperti Lusi juga melakukan hal yang sama. Memang setelah itu Vivi selalu rajin mendatangi sang dukun dan terkadang sang dukun yang datang ke rumah Vivi untuk minta jatah senggamanya. Memang sebagai dukun ilmu hitam, Mbah Dudu harus mensenggamai pasiennya, karena dengan demikian si pasien akan mampu disembuhkan dan ilmu sang dukun dapat dipelihara.

- Tamat -
Read More

Thursday, May 30, 2013

Istri Pamanku Yang Menggairahkan

Ma, minta susu..! teriak seorang bocah kepada mamanya.

"Iya bentar!" teriak mamanya dari dalam kamar.

Bocah kecil tersebut adalah anak dari mama yang disebut tadi. Kita sebut saja namanya Ras. Ras merupakan istri dari abang mama saya, mengertikan? Jadi saya seharusnya memanggilnya bibi, tapi karena suatu alasan, dia kami panggil Mbak dan dia tidak keberatan kok dipanggil begitu. Suaminya saat itu bekerja di luar negeri dan dia ditinggal di rumah mertuanya yaitu nenek saya. Suaminya telah lama pergi dan hanya pulang sekali dalam setahun.

Pada saat itu umur saya baru akan menginjak 17 tahun, dan sekolah di salah satu perguruan swasta di kota saya dan pada saat itu sekolah kami sedang libur, jadi otomatis di rumah sepi karena semua penghuni rumah sudah keluar entah ke mana.
Di rumah kami tinggal bersama nenek, dan 5 orang sepupu saya yang tentu saja lebih kecil dari saya semuanya.

Jam baru menunjukkan pukul 9.00 pagi. Nenek saya sedang pergi ke pasar dan biasanya bila beliau ke pasar tidak pernah sebentar. Kelima sepupu saya sudah keluar dari tadi pagi jadi yang tinggal di rumah cuma saya dan Mbak Ras serta anaknya yang baru berumur 5 tahun. Saya dan Mbak Ras bisa dibilang sangat dekat, karena kami sering berbicara dan bercanda bersama. Jadi di antara kami berdua sangat terbuka. Namun pada saat itu saya tidak berani berbuat macam-macam kepadanya, tapi kalau berpikir macam-macam sih pasti ada, he he he.
"Ma, buatkan susu dong!" celoteh bocah tadi menagih janjinya tadi.
"Iya, nih tiap hari minum susu aja. Susu mahal tau!" mamanya menyodorkan sebotol susu kepada anaknya dan diterima anaknya dengan gembira tanda bahwa dia tidak mau mengerti tentang kemahalan susu.

Memang anaknya setiap bangun tidur dan sebelum tidur selalu meminta susu. Kebetulan lagi pada saat itu saya baru selesai sarapan pagi dan timbul keisengan saya untuk bercanda kepada Mbak Ras.
"Saya juga minta susu dong Mbak!" kata saya sambil menyodorkan gelas kepadanya.
"Eh.. loe itu udah gede, itu kan susu buat anak-anak", balas Mbak Ras.
"Lho, jadi kalau udah gede gak boleh minum susu?" tanya saya sambil pasang muka tak berdosa.
"Bukannya nggak boleh, tapi itukan susu buat anak-anak", tegasnya sekali lagi.
"Jadi yang buat orang dewasa mana?" tantang saya kepadanya.
"Ini!" sambil menunjuk kepada buah dadanya yang sepertinya cukup besar dan padat itu.
Terang saja saya terkejut, dan saya pun malu karena dia tidak biasanya bercanda sampai begitu.

Sebenarnya saya tahu kalau dia itu sebenarnya sudah sangat haus dengan seks. Bayangkan saja selama hampir setahun tidak berhubungan dengan suaminya, siapa yang tahan. Dan argumen saya ini juga telah saya buktikan. Kebetulan kamar saya yang berada di lantai 2 tepat di atas kamar mandi, dan lantai 2 hanya berlantaikan papan jadi iseng-iseng saya melubangi papan itu biar bisa mengintip orang mandi. Saya sering mengintip Mbak Ras mandi dari lubang itu dan saya lihat bahwa Mbak Ras sangat sering merangsang dirinya sendiri di kamar mandi, misalnya dengan memijat-mijat dadanya sendiri dan mengelus-elus kemaluannya sendiri. Jadi dari itu saya mengambil kesimpulan kalau dia sering terangsang.

"Kok bengong? mau minum susu nggak?" ucapnya membuyarkan lamunanku.
"Apa masih ada? anak Mbak kan udah lima tahun?" jawab saya menetralisir kekagetan saya.
"Gak tau dech.. kamu coba aja, hehehe.. udah dech.." katanya sambil melewati saya menuju kamar mandi kemudian berbisik sekilas kepada saya.
"Pintu kamar mandi nggak Mbak kunci."
Terang saja saya senang sekali, soalnya saya sering baca buku porno dan pernah berkhayal kalau saya melakukan hubungan badan dengan Mbak Ras dan sepertinya sekarang bisa terwujud. Saya membuka pintu kamar mandi perlahan dan saya lihat Mbak Ras sedang membelakangi saya menggantung pakaian yang akan dipakainya. Dengan perlahan juga saya tutup pintu kamar mandi dan menguncinya tanpa suara.

Saya melihat Mbak Ras mulai membuka baju tidurnya tanpa membalikkan tubuhnya. Sepertinya dia tidak sadar kalau saya sudah berada di dalam. Setelah baju dilepas kemudian tangan saya menuju ke pengait BH-nya bermaksud membantu membuka BH-nya. Dia kaget karena tiba-tiba ada orang di belakangnya namun setelah mengetahui bahwa yang di belakangnya adalah saya dia tersenyum dan membiarkan saya melanjutkan kegiatan saya. Setelah BH-nya terbuka saya kemudian melemparkannya ke tong tempat baju kotor.

"Mbak, susunya boleh saya minum sekarang", tagih saya kepadanya.
Dia hanya mengangguk dan kemudian membalikkan badannya. Terlihatlah olehku dua buah tonjolan di dalamnya yang selama ini belum pernah saya lihat secara langsung. Sebelumnya saya hanya mengintip. Kemudian dia menyodorkan dadanya kepada saya dan dengan cepat saya sambar dengan mulut saya. Dia hanya mendesis tidak jelas. Lama saya menghisap dan menjilat kedua dadanya membuat dia terus menggelinjang dan menjambak rambut saya. Dadanya kanan kiri secara bergantian menjadi korban keganasan lidah saya.

Mbak Ras kemudian secara lembut membuka kaos saya dan tanpa saya sadari kaos saya sudah terlepas. Mungkin karena keasyikan meminum susu alam. Sementara tangan saya yang kiri mulai meraba-raba perutnya sedangkan yang kanan mengusap-usap dadanya yang sebelah kanan. Sementara mulut saya dengan menjulurkan lidah keluar mempermainkan puting susu yang sebelah kiri yang membuat Mbak Ras semakin ngos-ngosan. Tangan saya sebelah kiri mulai nakal dengan menyusupkan jari-jarinya ke celana tidurnya yang belum dibuka. Tangan Mbak pun tidak mau kalah, dia pun mulai mencari-cari sesuatu di selangkangan saya dan setelah menemukannya dia pijat dengan lembut. Kemaluan saya yang merasakan ada rangsangan dari luar celana semakin meronta minta keluar. Mbak Ras yang sudah berpengalaman itu kemudian membuka reitsleting celana saya dan kemudian melorotkannya ke bawah dengan menggunakan kakinya karena dia tidak bisa membungkuk sebab dadanya sekarang masih berada dalam kekuasaan saya.

Setelah CD saya dibuka, tangannya yang sekarang lebih nakal mulai mengocok perlahan batang kejantanan saya dan itu jelas saja membuat saya terbang tinggi, sebab baru kali ini batang kejantanan saya yang satu ini dipegang oleh tangan seorang wanita yang lembut. Mbak Ras makin menjadi ketika jilatan saya turun ke perutnya dan bermain di sekitar pusarnya dan kemudian dengan sekali tarik celana tidur yang dari tadi menghalangi pemandangan indah saya buka dan sekarang di depan saya berdiri seorang wanita hanya dengan celana dalam krem yang jika diperhatikan lebih seksama bisa dilihat transparan, tapi siapa yang sempat melihat ketransparanannya itu kalau sudah terangsang.

Jilatan saya turun agak ke bawah menuju ke kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang rapi namun karena sudah basah terlihat acak-acakan. Saya menjilati liang kemaluannya dari luar CD-nya. Itu sengaja saya lakukan agar bisa lebih merangsangnya. Dan ternyata benar dia tidak sabar dan segera menurunkan CD-nya sendiri. Saya hanya tersenyum memandang ketidaksabarannya itu, dan jilatan saya lanjutkan tetapi tetap belum menyentuh lubang kenikmatannya itu yang membuat dia blingsatan dengan menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan yang bertujuan agar jilatan saya berlanjut ke liang kemaluannya. Saya lihat kemaluannya sudah banjir, karena tidak pernah merasakan cairan dari wanita maka jilatan saya pun merambah ke liang kemaluannya. Asin! tapi kok enak yah kata saya dalam hati.

Mbak Ras pun kembali mendesis keenakan, "Ahh.. terus Tango", ujarnya. Lidah saya pun mulai bermain cepat. Tiba-tiba tubuh Mbak Ras mengejang dan diikuti dengan desahan panjang, "Ahh.. nikmat sekati Tango. Pemanasan kamu sungguh hebat." Kemudian dia pun duduk di lantai kamar mandi dengan perlahan. Setelah puas dengan kemaluannya, saya kembali ke atas dan mencoba untuk melumat bibirnya. Bibir yang dari tadi mendesis tidak karuan itu kemudian melumat bibirku yang baru saja sampai di depannya. Lama kami saling melumat sambil tangan kanan saya memainkan puting susunya dan tangan yang satunya lagi mencari lubang kewanitaannya dan menekan-nekan klitorisnya yang jelas saja membuat lumatan bibirnya semakin menjadi.

Tangannya pun tidak mau kalah, sambil berpagutan dia mencari kembali batang yang tadi sempat dilepasnya karena kenikmatan yang dia rasakan. Setelah ketemu, kemudian dia mulai menggerak-gerakkan tangannya mengocok kemaluanku yang sudah sangat tegang dan membesar sambil sesekali mengusap bagian kepalanya yang sudah mengeluarkan cairan bening kental. Kemudian secara perlahan-lahan saya mendorong kepalanya ke belakang agar dia rebah ke lantai kamar mandi. Setelah dia rebah, Mbak Ras mendorong dada saya lembut yang membuat saya terduduk dan dia kemudian bangkit kembali. Saya terkejut, saya mengira dia telah sadar dengan siapa dia sedang bermain, namun dengan seketika keterkejutan saya hilang sebab dia kemudian dengan sikap merangkak memegangi kelamin saya dan kemudian dia malah memasukkan kelamin saya ke mulutnya.

Ahh.. terasa nikmat sekali sebab Mbak Ras sangat pandai memainkan kemaluan saya di dalam mulutnya. Saya bisa merasakan lidahnya bermain dengan lincahnya. Saya juga merasakan kepala kemaluan saya dipermainkan dengan lidahnya yang lincah itu. Setelah bermain lama di bawah situ, mulutnya kemudian merambah ke atas menciumi perut, kemudian dada saya dan kemudian kembali ke mulut saya, namun karena saya tahu dia baru saja melepaskan mulutnya dari kemaluan saya, saya berusaha menghindar dari lumatan bibirnya dan mencoba agar dia tidak tersinggung dengan mencium pipinya dan kemudian telinganya. Tangan saya yang menganggur kemudian saya suruh bekerja lagi dengan mengusap-usap selangkangannya dan terdengar dia berbisik kepada saya, "Masukkan ahh.. sekarang yahh, Mbak udahh kepingin.. banget.. nih.. ahh."

Saya kemudian mengambil inisiatif dengan mendorong Mbak Ras agar kembali rebah dan dengan perlahan dia menuruti kemauan saya dengan rebahan di lantai kamar mandi. Saya kemudian mengambil segayung air dan menyiramkan ke tubuhnya dan kemudian satu gayung lagi untuk disiramkan ke tubuh saya sendiri.

Setelah kami berdua basah, tangan kanan saya kemudian meremas-remas dadanya sedangkan tangan kiri saya memegang kejantanan saya menuju ke lubang sejuta kenikmatan. Mbak Ras pun sudah siap menerima terjangan saya dengan membuka kedua kakinya agar memudahkan saya memasukinya. Dengan perlahan tapi pasti saya mencoba untuk memasukkan kepunyaan saya yang dari tadi sudah tegak ke kemaluannya. Namun karena sudah lama dia tidak tersentuh laki-laki, membuat saya agak susah juga untuk menancapkannya. Beberapa kali saya arahkan batang saya, namun agak susah untuk berhasil, dan setelah beberapa tusukan, akhirnya kelamin saya masuk dengan sukses ke selangkangannya. Yah, cengkeraman liang kemaluannya sungguh nikmat, karena saat itu liang kemaluannya sangat sempit dan itu sudah membuat saya merem melek, dan dengan gerakan pelan saya mulai menaik-turunkan pinggul saya. Saya melihat Mbak Ras mengerang kenikmatan sampai bola matanya hilang, dan dia juga meggerak-gerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan dengan maksud agar semua ruang di liang kemaluannya terjejali dengan kemaluanku yang sudah mulai memompa. Setiap pompaan membuat dia mendesah tidak karuan.

Setelah beberapa menit, dia kemudian memelukku dengan erat dan membalikkan tubuhku dan tubuhnya. Kini dia sudah berada di atasku, dan gantian dia yang menaik-turunkan pinggulnya mengejar kenikmatan yang tiada tara. Sementara itu tanganku yang sudah bebas kembali memainkan susunya dan mengusap-usap punggungnya.

"Ssaayyaa.. udah ahh.. mau.. keeluar nihh.." desahnya.
Mendengar desahannya yang begitu seksi saya semakin terangsang dan saya mulai merasakan ada sesuatu tenaga dalam yang ingin dikeluarkan dan semua sepertinya sudah terkumpul di kejantanan saya.
"Saya juga udah mau keluar Mbak..!" desis saya mempercepat gerakan pinggul saya dari bawah.
"Tahann.. sebenntaarr.." katanya.
"Biaarr.. Mbak kee.. luar dulu.. ouhh.."
Saya pun mengerti untuk tidak mengeluarkannya di dalam, sebab dengan alasan apapun saya tidak mau sperma yang saya keluarkan ini menjadi anak dari rahim bibi saya. Saya berusaha untuk menahan, sesaat kemudian terasa cengkeraman di kelamin saya terasa kuat dan terasa hangat, tubuh Mbak Ras kembali mengejang. Kalau saya tidak mencabut kemaluan saya dengan sedikit mendorong perut Mbak Ras, mungkin saya pun akan mengalami orgasme bersamaan dengan Mbak Ras. Untung saja saya sigap, sesaat kemudian Mbak Ras terkulai lemas di atas tubuh saya menikmati sisa-sisa kenikmatan. Paha saya terasa hangat karena pelumas yang keluar dari liang kemaluan Mbak Ras.

Saya pun memeluknya, dan membalikkan tubuhnya karena saya belum terpuaskan saya pun kembali merangsang Mbak Ras dengan jilatan di sekitar selangkangannya. Setelah berkisar 3 - 4 menit Mbak Ras kembali terangsang dan menyuruh saya memasukkan lagi kepunyaan saya ke dalam kemaluannya. Tanpa ba-bi-bu lagi, langsung saya tancapkan ke dalam kemaluannya. Kali ini lebih mudah karena kemaluan kami berdua memang telah licin. Setelah memompa beberapa menit, saya kembali merasakan gelombang kenikmatan dan dengan segera saya mencabutnya dan mengocok-ngocoknya dengan tangan sendiri. Namun tidak disangka, Mbak Ras kemudian menangkap kemaluan saya dan menggantikan tangan saya dengan tangannya dan kemudian memasukkan kemaluan saya ke dalam mulutnya. Ahh.. terasa sungguh nikmat, apalagi permainan lidahnya membuat saya tidak bisa bertahan lama dan akhirnya semua saya keluarkan di dalam kuluman mulutnya.

Tapi saya tidak melihat dia melepaskannya, dia seakan tidak mau melepaskan kemaluanku yang sedang muntah dan dia menghisap habis semua muntahannya tanpa sisa. Setelah saya merasakan pelumas dari dalam tubuh saya habis, batang kemaluan saya pun perlahan-lahan kembali mengecil. Melihat hal itu, Mbak Ras kemudian melepaskan batang kemaluan saya, dan tersenyum kepada saya. Kemudian dia berbisik, "Tango, terima kasih yah, Mbak udah lama nggak menikmatinya dari pamanmu, entar lain kali kalau ada kesempatan bisa kan kamu puasin Mbak lagi?" Dengan masih terduduk di lantai saya mengangguk sambil tersenyum nakal kepada Mbak Ras. Kemudian kami pun mandi sama-sama, saling membersihkan diri dan sesekali tangan saya bergerak nakal menyentuh payudaranya yang tadi pentilnya sempat mencuat.

Setelah kejadian pertama itu, kami pun sering melakukannya di hari Minggu atau hari-hari libur dimana keadaan rumah sedang sepi. Kadang di kamar mandi, kadang di kamarnya. Namun setelah beberapa bulan kami melakukanya, dia mendengar bahwa suaminya yang di luar negeri sudah menikah lagi dan dia pun memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya di Jakarta. Dan setelah kepergiannya atau lebih tepatnya kepulangannya ke Jakarta saya tidak pernah mendengar kabarnya lagi sampai sekarang.

TAMAT
Read More

Nikmatnya Pentungan Ronda

Aku adalah seorang mahasiswi yang memiliki nafsu seks yang cukup tinggi. Sejak keperawananku hilang di SMA aku selalu ingin melakukannya lagi dan lagi. Kalau dipikir-pikir, entah sudah berapa orang yang menikmati tubuhku ini, sudah berapa penis yang pernah masuk ke vaginaku ini, aku juga menikmati sekali nge-seks dengan orang yang belum pernah aku kenal dan namanya pun belum aku tahu seperti para tukang yang pernah aku ceritakan pada kisah terdahulu.

Nah ceritanya begini, aku baru saja pulang dari rumah temanku seusai mengerjakan tugas kelompok salah satu mata kuliah. Tugas yang benar-benar melelahkan itu akhirnya selesai juga hari itu. Ketika aku meninggalkan rumah temanku langit sudah gelap, arlojiku menunjukkan pukul 8 lebih.

Yang kutakutkan adalah bensinku tinggal sedikit sekali, padahal rumahku cukup jauh dari daerah ini lagipula aku agak asing dengan daerah ini karena aku jarang berkunjung ke temanku yang satu ini. Di perjalanan aku melihat sebuah pom bensin, tapi harapanku langsung sirna karena begitu mau membelokkan mobilku ternyata pom bensin itu sudah tutup, aku jadi kesal sampai menggebrak setirku, terpaksa kuteruskan perjalanan sambil berharap menemukan pom bensin yang masih buka atau segera sampai ke rumah.

Ketika sedang berada di sebuah kompleks perumahan yang cukup sepi dan gelap, tiba-tiba mobilku mulai kehilangan tenaga, aku agak panik hingga kutepikan mobilku dan kucoba menstarternya, namun walupun kucoba berulang-ulang tetap saja tidak berhasil, menyesal sekali aku gara-gara tadi siang terlambat kuliah jadi aku tidak sempat mengisi bensin terjebak tidak tahu harus bagaimana, kedua orang tuaku sedang di luar kota, di rumah cuma ada pembantu yang tidak bisa diharapkan bantuannya.

Tidak jauh dari mobilku nampak sebuah pos ronda yang lampunya menyala remang-remang. Aku segera turun dan menuju ke sana untuk meminta bantuan, setibanya di sana aku melihat 5 orang di sana sedang ngobrol-ngobrol, juga ada 2 motor diparkir di sana, mereka adalah yang mendapat giliran ronda malam itu dan juga 2 tukang ojek.

“Ada apa Non, malam-malam begini? Nyasar ya?”, tanya salah seorang yang berpakaian hansip.

“Eeh.. itu Pak, Bapak tau nggak pom bensin yang paling dekat dari sini tapi masih buka, soalnya mobil saya kehabisan bensin”, kujawab sambil menunjuk ke arah mobilku.

“Wah, kalo pom bensin jam segini sudah tutup semua Non, ada yang buka terus tapi agak jauh dari sini”, timpal seorang Bapak berkumis tebal yang ternyata tukang ojek di daerah itu.

“Aduuhh.. gimana ya! Atau gini aja deh Pak, Bapak kan punya motor, mau nggak Bapak beliin bensin buat saya, ntar saya bayar kok”, tawarku.

Untung mereka berbaik hati menyetujuinya, si Bapak yang berkumis tebal itu mengambil jaketnya dan segera berangkat dengan motornya. Tinggallah aku bersama 4 orang lainnya.

“Mari Non duduk dulu di sini sambil nunggu”.

Seorang pemuda berumur kira-kira 18 tahunan menggeser duduknya untuk memberiku tempat di kursi panjang itu. Seorang Bapak setengah baya yang memakai sarung menawariku segelas air hangat, mereka tampak ramah sekali sampai-sampai aku harus terus tersenyum dan berterima kasih karena merasa merepotkan. Kami akhirnya ngobrol-ngobrol dengan akrab, aku juga merasakan kalau mereka sedang memandangi tubuhku, hari itu aku memakai celana jeans ketat dan setelan luar berlengan panjang dari bahan jeans, di dalamnya aku memakai tanktop merah yang potongan dadanya rendah sehingga belahan dadaku agak terlihat. Jadi tidak heran si pemuda di sampingku selalu berusaha mencuri pandang ingin melihat daerah itu.

Kompleks itu sudah sepi sekali saat itu, sehingga mulai timbul niat isengku dan membayangkan bagaimana seandainya kuberikan tubuhku untuk dinikmati mereka sekalian juga sebagai balas budi. Sehubungan dengan cuaca di Jakarta yang cukup panas akhir-akhir ini, aku iseng-iseng berkata, “Wah.. panas banget yah belakangan ini Pak, sampai malam gini aja masih panas”. Aku mengatakan hal tersebut sambil mengibas-ngibaskan leher bajuku kemudian dengan santainya kulepaskan setelan luarku, sehingga nampaklah lenganku yang putih mulus. Mereka menatapku dengan tidak berkedip, agaknya umpanku sudah mengena, aku yakin mereka pasti terangsang dan tidak sabar ingin menikmati tubuhku.

Si pemuda di sampingku sepertinya sudah tak tahan lagi, dia mulai memberanikan diri membelai lenganku, aku diam saja diperlakukan begitu. Salah satu dari mereka, seorang tukang ojek berusia 30 tahunan mengambil tempat di sebelahku, tangannya diletakkan diatas pahaku, melihat tidak ada penolakan dariku, perlahan-lahan tangan itu merambat ke atas hingga sampai ke payudaraku. Aku mengeluarkan desahan lembut menggoda ketika si tukang ojek itu meremas payudaraku, tanganku meraba kemaluan pemuda di sampingku yang sudah terasa mengeras.

Melihat hal ini kedua Bapak yang dari tadi hanya tertegun serentak maju ikut menggerayangi tubuhku. Mereka berebutan menyusupkan tangannya ke leher tanktop-ku yang rendah untuk mengerjai dadaku, sebentar saja aku sudah merasakan kedua buah dadaku sudah digerayangi tangan-tangan hitam kasar. Aku mengerang-ngerang keenakan menikmati keempat orang itu menikmatiku.

“Eh.. kita bawa ke dalam pos aja biar aman!”, usul si hansip.

Mereka pun setuju dan aku dibawa masuk ke pos yang berukuran 3×3 m itu, penerangannya hanya sebuah bohlam 40 watt. Mereka dengan tidak sabaran langsung melepas tank top dan bra-ku yang sudah tersingkap. Aku sendiri membuka kancing celana jeansku dan menariknya ke bawah. Keempat orang ini terpesona melihat tubuhku yang tinggal terbalut celana dalam pink yang minim, payudaraku yang montok dengan puting kemerahan itu membusung tegak. Ini merupakan hal yang menyenangkan dengan membuat pria tergiur dengan kemolekan tubuhku, untuk lebih merangsang mereka, kubuka ikat rambutku sehingga rambutku terurai sampai menyentuh bahu.

Si hansip menyuruh seseorang untuk berjaga dulu di luar khawatir kalau ada yang memergoki, akhirnya yang paling muda diantara mereka yaitu si pemuda itu yang mereka panggil Mat itulah yang diberi giliran jaga, Mat dengan bersungut-sungut meninggalkan ruangan itu. Si hansip mendekapku dari belakang dan tangannya merogoh-rogoh celana dalamku, terasa benar jari-jarinya merayap masuk dan menyentuh dinding kewanitaanku, sementara di tukang ojek membungkuk untuk bisa mengenyot payudaraku, putingku yang sudah menegang itu disedot dan digigit kecil.

Kemudian aku dibaringkan pada tikar yang mereka gelar disitu. Mereka bertiga sudah membuka celananya sehingga terlihatlah tiga batang yang sudah mengeras, aku sampai terpana melihat batang mereka yang besar-besar itu, terutama punya si hansip, penisnya paling besar diantara ketiganya, hitam dan dipenuhi urat-urat menonjol.

Celana dalamku mereka lucuti jadi sekarang aku sudah telanjang bulat. Aku langsung meraih penisnya, kukocok lalu kumasukkan ke mulutku untuk dijilat dan dikulum, selain itu tangan lembutku meremas-remas buah zakarnya, sungguh besar penisnya ini sampai tidak muat seluruhnya di mulutku yang mungil, paling cuma masuk tiga perempatnya. Si tukang ojek mengangkat sedikit pinggulku dan menyelipkan kepalanya di antara kedua belah paha mulusku, dengan kedua jarinya dia sibakkan kemaluanku sehingga terlihatlah vagina pink-ku di antara bulu-bulu hitam.

Lidahnya mulai menyentuh bagian dalam vaginaku, dia juga melakukan jilatan-jilatan dan menyedotnya, tubuhku menggelinjang merasakan birahi yang memuncak, kedua pahaku mengapit kencang kepalanya karena merasa geli dan nikmat di bawah sana. Bapak bersarung menikmati payudaraku sambil penisnya kukocok dengan tanganku dan payudaraku yang satunya diremasi si hansip yang sedang ku-karaoke.

Aku sering melihat sebentar-sebentar Mat nongol di jendela mengintipku diperkosa teman-temannya, nampaknya dia sudah gelisah karena tidak sabaran lagi untuk bisa menikmati tubuhku. Tak lama kemudian aku mencapai orgasme pertamaku melalui permainan mulut si tukang ojek pada kemaluanku, tubuhku mengejang sesaat, dari mulutku terdengar erangan tertahan karena mulutku penuh oleh penis si hansip. Cairanku yang mengalir dengan deras itu dilahap olehnya dengan rakus sampai terdengar bunyi, “Slurrpp.., sluupp..”. Puas menjilati vaginaku, si tukang ojek meneruskannya dengan memasukkan penisnya ke vaginaku, eranganku mengiringi masuknya penis itu, cairan cintaku menyebabkan penis itu lebih leluasa menancap ke dalam.

Aku merasakan nikmatnya setiap gesekannya dengan melipat kakiku menjepit pantatnya agar tusukannya semakin dalam. Bapak bersarung menggeram-geram keenakan saat penisnya kujilati dan kuemut, sedangkan si hansip sekarang sedang meremas-remas payudaraku sambil menjilati leher jenjangku. Aku dibuatnya kegelian nikmat oleh jilatan-jilatannya, selain leher dia jilati juga telingaku lalu turun lagi ke payudaraku yang langsung dia caplok dengan mulutnya

Beberapa saat lamanya si tukang ojek menggenjotku, tiba-tiba genjotannya makin cepat dan pinggulku dipegang makin erat, akhirnya tumpahlah maninya di dalam kemaluanku diiringi dengan erangannya, lalu dia lepaskan penisnya dari vaginaku. Posisinya segera digantikan oleh si hansip yang mengatur tubuhku dengan posisi bertumpu pada kedua tangan dan lututku. Kembali vaginaku dimasuki penis, penis yang besar sampai aku meringis dan mengerang menahan sakit ketika penis itu.

“Wuah.. memek Non ini sempit banget, untung banget gua hari ini bisa ngentot sama anak kuliahan.. emmhh.. ohh..”, komentar si hansip.

Sodokan-sodokannya benar-benar mantap sehingga aku merintih keras setiap penis itu menghujam ke dalam, kegaduhanku diredam oleh Bapak bersarung yang duduk mekangkang di depanku dan menjejali mulutku dengan penisnya, penis itu ditekan-tekankan ke dalam mulutku hingga wajahku hampir terbenam pada bulu-bulu kemaluannya. Aku sangat menikmati menyepong penisnya, kedua buah zakarnya kupijati dengan tanganku, sementara di belakang si hansip mengakangkan pahaku lebih lebar lagi sambil terus menyodokku, si tukang ojek beristirahat sambil memain-mainkan payudaraku yang menggantung. Si Bapak bersarung akhirnya ejakulasi lebih dulu di mulutku, dia melenguh panjang dan meremas-remas rambutku saat aku mengeluarkan teknik mengisapku, kuminum semua air maninya, tapi saking banyaknya ada sedikit yang menetes di bibirku.

“Wah, si Non ini.. cantik-cantik demen nenggak peju!”, komentar si tukang ojek melihatku dengan rakus membersihkan penis si Bapak bersarung dengan jilatanku.

Tiba-tiba pintu terbuka, aku sedikit terkejut, di depan pintu muncul si Mat dan si tukang ojek berkumis tebal yang sudah kembali dari membeli bensin.

“Wah.. ngapain nih, ngentot kok gak ngajak-ngajak”, katanya.

“Iya nih, cepetan dong, masa gua dari tadi cuma disuruh jaga, udah kebelet nih!”, sambung si Mat.

“Ya udah, lu dua-an ngentot dulu sana, gua yang jaga sekarang”, kata si tukang ojek yang satu sambil merapikan lagi celananya.

Segera setelah si tukang ojek keluar dan menutup pintu, mereka berdua langsung melucuti pakaiannya, si Mat juga membuka kaosnya sampai telanjang bulat, tubuhnya agak kurus tapi penisnya lumayan juga, pas si tukang ojek berkumis melepas celananya barulah aku menatapnya takjub karena penisnya ternyata lebih besar daripada punya si hansip, diameternya lebih tebal pula.

“Gile, bisa mati kepuasan gua, keluar satu datang dua, mana kontolnya gede lagi!”, kataku dalam hati.

Si hansip yang masih belum keluar masih menggenjotku dari belakang, kali ini dia memegangi kedua lenganku sehingga posisiku setengah berlutut. Si Mat langsung melumat bibirku sambil meremas-remas dadaku, dan payudaraku yang lain dilumat si tukang ojek itu. Nampak Mat begitu buasnya mencium dan memain-mainkan lidahnya dalam mulutku, pelampiasan dari hajat yang dari tadi ditahan-tahan, aku pun membalas perlakuannya dengan mengadukan lidahku dengannya.

Kumis si tukang ojek yang lebat itu terasa sekali menyapu-nyapu payudaraku memberikan sensasi geli dan nikmat yang luar biasa. Si Bapak bersarung sekarang mengistirahatkan penisnya sambil mencupangi leher jenjangku membuat darahku makin bergolak saja memberi perasaan nikmat ke seluruh tubuhku. Ketika aku merasa sudah mau keluar lagi, sodokan si hansip pun terasa makin keras dan pegangannya pada lenganku juga makin erat. “Aaahh..!”, aku mendesah panjang saat tidak kuasa menahan orgasmeku yang hampir bersamaan dengan si hansip, vaginaku terasa hangat oleh semburan maninya, selangkanganku yang sudah becek semakin banjir saja sampai cairan itu meleleh di salah satu pahaku. Tubuhku sudah basah berkeringat, ditambah lagi cuaca yang cukup gerah.

Setelah mencapai klimaks panjang mereka melepaskanku, lalu si Bapak bersarung berbaring di tikar dan menyuruhku menaiki penisnya. Baru saja aku menduduki dan menancapkan penis itu, si tukang ojek menindihku dari belakang dan kurasakan ada sesuatu yang menyeruak ke dalam anusku. Edan memang si tukang ojek ini, sudah batangnya paling besar minta main sodomi lagi. Untung daerah selanganku sudah penuh lendir sehingga melicinkan jalan bagi benda hitam besar itu untuk menerobosnya, tapi tetap saja sakitnya terasa sekali sampai aku menjerit-jerit kesakitan, kalau saja ada orang lewat dan mendengarku pasti disangkanya sedang terjadi pemerkosaan. Dua penis besar mengaduk-aduk kedua liang senggamaku, si Bapak bersarung asyik menikmati payudaraku yang menggantung tepat di depan wajahnya. Si Mat berlutut di depan wajahku, tanpa disuruh lagi kuraih penisnya dan kukocok dalam mulutku, tidak terlalu besar memang, tapi cukup keras. Kulihat wajahnya merah padam sambil mendesah-desah, sepertinya dia grogi

“Enak gak Mat? Kamu udah pernah ngentot belum?”, tanyaku di tengah desahan.

“Aduh.. enak banget Non, baru pernah saya ngerasain ngentot”, katanya dengan bergetar.

Aku terus mengemut penis si Mat sambil tanganku yang satu lagi mengocok penis supernya si hansip. Si Mat memaju-mundurkan pantatnya di mulutku sampai akhirnya menyemprotkan maninya dengan deras yang langsung kuhisap dan kutelan dengan rakus. Tidak sampai dua menit si tukang ojek menyusul orgasme, dia melepas penisnya dari duburku lalu menyemprotkan spermanya ke punggungku. Si Bapak bersarung juga sepertinya sudah mau orgasme, tampak dari erangannya dan cengkeramannya yang makin erat pada payudaraku. Maka kugoyang pinggulku lebih cepat sampai kurasakan cairan hangat memenuhi vaginaku. Karena aku masih belum klimaks, aku tetap menaik-turunkan tubuhku sampai 3 menit kemudian aku pun mencapainya.

Setelah itu si Bapak bersarung itu keluar dan si tukang ojek yang tadi berjaga itu kembali masuk.

“Aduh, belum puas juga nih orang.. bisa pingsan gua lama-lama nih!”, pikirku

Tubuhku kembali ditelentangkan di atas tikar. Kali ini giliran si Mat, dasar perjaka.. dia masih terlihat agak canggung saat ke mau mulai sehingga harus kubimbing penisnya untuk menusuk vaginaku dan kurangsang dengan kata-kata

“Ayo Mat, kapan lagi lu bisa ngerasain ngentot sama cewek kampus, puasin Mbak dong kalo lu laki-laki!”.

Setelah masuk setengah kusuruh dia gerakkan pinggulnya maju-mundur. Tidak sampai lima menit dia nampak sudah terbiasa dan menikmatinya. Si hansip sekarang naik ke dadaku dan menjepitkan penisnya di antara kedua payudaraku, lalu dia kocok penisnya disitu. Aku melihat jelas sekali kepala penis itu maju mundur di bawah wajahku. Si tukang ojek berkumis menarik wajahku ke samping dan menyodorkan penisnya. Kugenggam dan kujilati kepalanya sehingga pemiliknya mendesah nikmat, mulutku tidak muat menampung penisnya yang paling besar di antara mereka berlima. Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain lagi, tubuhku dikuasai sepenuhnya oleh mereka, aku hanya bisa menggerakkan tangan kiriku, itupun untuk mengocok penis si tukang ojek yang satu lagi. Tubuhku basah kuyup oleh keringat dan juga sperma yang disemburkan oleh mereka yang menggauliku.

Setelah mereka semua kebagian jatah, aku membersihkan tubuhku dengan handuk basah yang diberikan si hansip lalu memakai kembali pakaianku. Mereka berpamitan padaku dengan meneput pantatku atau meremas dadaku. Si tukang ojek berkumis mengantarku ke mobil sambil membawa sejerigen bensin yang tadi dibelinya. Setelah membantuku menuangkan bensin ternyata dia masih belum puas, dengan paksa dilepaskannya celanaku dan menyodokkan penisnya ke vaginaku.

Kami melakukannya dalam posisi berdiri sambil berpegangan pada mobilku selama 10 menit. Untung saja tidak ada orang atau mobil yang lewat disini. Setibanya di rumah aku langsung mengguyur tubuhku yang bau sperma itu di bawah shower lalu tidur dengan perasaan puas.
Read More

Memuaskan Nafsu Keponakanku

Minggu lalu, aku sedang berada di kota Surabaya. Aku datang untuk mengantarkan konsultan ke kantor cabang perusahaan kami di kota itu. Seperti yang telah aku ceritakan sebelumnya, perusahaanku sedang melakukan implementasi software baru. Disamping memperkenalkan sistim dan prosedur kerja yang baru, si konsultan juga mengadakan training kepada karyawan kantor cabang tersebut.

Surabaya masih tetap seperti dulu. Panasnya bukan main. Ditambah dengan lalu lintasnya yang semrawut menambah gerah suasana. Meskipun begitu, suasana kota tampak masih lebih ramah dibandingkan Jakarta.

Pagi itu, si konsultan mengadakan training untuk para karyawan. Setelah memberikan kata sambutan, dan sekadar berbasa-basi dengan pimpinan cabang di sana, akupun kembali ke hotel.
Tidak betah lama-lama aku di kantor itu, karena bosan juga mendengarkan training dari si konsultan. Pak Joko, pimpinan cabang, mengantarku untuk kembali ke hotelku di kawasan Embong Malang.

"Perlu saya antar ke mana lagi Pak Robert?" tanyanya.
"Nggak Pak Joko.. Saya nggak mau keluar kok. Sedang nggak enak badan nih" jawabku.

Memang aku merasa agak sakit hari itu, mungkin terserang flu.

"Perlu saya antar ke dokter Pak?"
"Nggak usah. Saya sudah minum obat kok".
"Baik bener sih.. Kepengin naik gaji ya?" pikirku lebih lanjut dalam hati.

Sesampainya di kamar hotel, akupun minum obat flu yang memang sudah aku siapkan. Rasa kantuk segera menyergap, dan akupun segera terlelap.

Ketika bangun, aku merasa perutku sudah keroncongan, dan kulihat memang sekarang telah jam 2.00 siang. Kuraih menu room service yang berada di meja, tapi kubatalkan niatku untuk memesan. Aku ingin jalan-jalan sambil makan saja ke pusat perbelanjaan yang terletak di samping hotelku ini. Mungkin setelah cuci mata, badanku malah terasa agak baikan.

Saat makan di food court, banyak juga anak ABG yang nongkrong di sana. Nggak kalah juga dengan Jakarta, pikirku. Ada dua anak ABG manis yang sedang makan di meja sebelahku. Mereka tampak tersenyum-senyum menggoda. Nafsukupun mulai timbul, dan akupun berniat untuk mendekati mereka.

Tiba-tiba terdengar suara wanita di sebelahku.

"Hey, Oom Robert. Kok ada di sini? Kapan datang?"

Kulihat ke arah suara itu, dan tampak seorang wanita cantik, berkulit putih tersenyum padaku.

"Ehh.. Lolita, kemarin datangnya. Sendirian aja?"

Ternyata dia adalah Lolita, keponakanku. Dia anak sepupu jauhku. Umurnya 26 tahun dan baru saja dia menikah setahun yang lalu. Dia dan suaminya berprofesi sebagai dokter gigi, dan mereka bertemu saat sama-sama kuliah dulu.

"Iya Oom. Suamiku sedang ke dokter"
"Udah lama ya nggak ketemu, semenjak pesta pernikahanku dulu" lanjutnya.

Kamipun kemudian duduk bersama dan berbincang-bincang. Kulirik meja sebelah, dan kedua ABG tadi tampak kecewa terhadap kedatangan keponakanku. Tak lama merekapun pergi, mungkin mencari mangsa Oom-Oom yang lain, he.. He..

"Oom nginep dimana?" tanya Lolita sambil menyantap sotonya.
"Di sebelah" jawabku.
"Oh.. Lita belum pernah nginep di sana. Bagus nggak Oom kamarnya?"
"Yach lumayan. Kamu pengin lihat? Kalau begitu kita terusin ngobrolnya di hotelku yuk" ajakku.

Setelah selesai menyantap hidangan, kamipun berjalan menuju hotelku.

Terus terang aku tertarik dengan Lolita. Wajahnya yang cantik, kulitnya yang putih bersih, juga dari pembawaannya yang anggun. Hanya saja satu kekurangannya, yaitu buah dadanya yang kecil. Meskipun begitu, aku tidak berani melakukan yang macam-macam dengannya, karena tampak dia adalah wanita yang baik-baik. Berpakaianpun selalu sopan, meskipun hal itu tidak mengurangi pandangan laki-laki di plaza tersebut saat kami berjalan melintas. Tampak mereka mengagumi wajah Lolita yang memang cantik dan anggun itu.

"Mau minum apa Lit?" tanyaku sambil membuka minibar sesampainya di kamarku.
"Coca Cola aja deh Oom" jawabnya. Kuambil sekaleng coke dan kuberikan padanya.
"Kamu gimana.. Sudah hamil belum?" tanyaku.
"Belum Oom.. Suamiku masih ada masalah" jawabnya lirih.
"Lho memang kenapa?" selidikku lebih lanjut.
"Malu ah Oom"
"Jangan malu-malu Lit. Kita khan masih saudara. Terlebih saya pasti akan merahasiakan hal ini kok"

Lolitapun kemudian curhat menceritakan keadaan rumah tangganya. Ternyata suaminya menderita diabetes, dan itu berkomplikasi yang membuatnya menjadi impoten. Saat bercerita tampak bola mata Lolita mulai berkaca-kaca.

"Terus kamunya sendiri bagaimana Lit?" tanyaku penuh perhatian.
"Yah aku mencoba untuk menyembuhkan suamiku" jawabnya lagi lirih.
"Teruskan Lit, ceritamu. Jangan sungkan-singkan. Mungkin Oom bisa kasih saran" kataku.

Dia kemudian bercerita suaminya telah berobat dari modern medicine sampai yang alternatif, tetapi masih juga kemaluannya tak bisa gagah perkasa seperti lelaki normal. Memang ada kemajuan, sudah bisa sedikit ereksi, tetapi tidak bisa terlalu keras. Lolita kemudian bercerita juga bahwa dia sebenarnya sudah tidak tahan dengan keadaan ini, dan sempat berpikir akan menceraikan suaminya. Tapi itu tidak dapat dilakukannya karena cintanya yang sangat besar pada Andi suaminya itu.

"Oom sendiri kok belum menikah sih?"
"Belum dapet yang cocok Lit" jawabku.
"Wah.. Padahal pasti banyak wanita yang pengin jadi istrinya Oom. Soalnya Oom kelihatannya laki-laki banget" kata Lolita sambil tersenyum menggoda.

Nafsuku terus terang mulai naik, melihat Lolita seperti memberikan lampu hijau untukku. Kuraih tangannya yang halus dan mulai kuremas-remas.

"Maksudnya apa Lit?"
"Iya.. Maksud Lita.. Istri Oom nanti pasti puas.." jawabnya lirih sambil wajahnya tampak merona merah.

Tanganku mulai merambat naik dan merengkuh pundaknya. Kuelus-elus pundaknya. Kudengar dengusan napas Lolita memberat. Tak kusia-siakan lagi waktuku. Kuremas rambutnya perlahan sambil kutarik wajahnya. Bibirkupun segera beradu dengan bibir tipisnya yang merekah.

"Hmm.. Hmm." erangan Lolita ketika dengan bernafsu kulumat bibirnya. Tangan halus Lolita telah mulai merabai kemaluanku. Seperti tak sabar dia ingin menikmati kejantanan seorang lelaki tulen.

Tiba-tiba suara HPnya berbunyi.

"Halo.. Oh ya Mas.. Gimana hasilnya?"

Ternyata suaminya yang menelpon.

"Ok Mas.. Aku masih ada urusan. Ketemu di rumah aja ya"

Setelah itu Lolita menutupnya telepon genggamnya. Diraihnya lagi wajahku dan diciuminya bibirku dengan bernafsu. Tangannya kembali mengelus-elus kemaluanku.

"Puaskan Lita Oom.." desahnya.

Tiba-tiba aku sadar, bahwa wanita ini adalah keponakanku sendiri. Terlebih akupun kenal baik dengan Andi, suaminya. Juga dengan ibunya yang sepupuku itu.

"Jangan Lit.. Ini nggak boleh. Nggak enak sama suamimu," kataku sambil beranjak menjauh darinya.

Tampak Lolita kecewa, tapi dia hanya terdiam saja. Akupun kemudian mengajaknya berbincang-bincang lagi untuk mengalihkan perhatiannya. Lolita tampak semakin canggung dan malu, karena tak bisa mengontrol nafsu birahi yang bergolak dalam tubuh mudanya. Tak lama iapun pamit.

*****

Esoknya aku menyempatkan diri untuk melihat training yang masih berlangsung di kantor cabangku. Si konsultan sedang menjelaskan cara-cara input data-data penjualan serta cara membuat report dengan menggunakan wizzard. Bosan mendengarnya, aku menuju ruangan Pak Joko, si kepala cabang.

"Pak Joko sedang ke bank Pak. Silahkan tunggu saja di dalam" sekretarisnya menyapaku.

Akupun masuk dan menunggu di dalam sambil duduk membaca koran. Tak lama si sekretaris kembali masuk.

"Mau minum apa Pak Robert?" tanyanya manis.
"Kopi deh."

Si sekretaris, yang bahkan sampai saat ini tak kuketahui namanya itu, segera berlalu. Dia berwajah manis khas orang Jawa. Yang menarik perhatianku adalah buah dadanya yang membusung dan pantatnya yang besar.

"Silakan Pak.. Ada lagi yang bisa saya bantu Pak Robert?" tanyanya penuh hormat.
"Iya.. Kamu temanin saya ngobrol di sini sambil nunggu Pak Joko ya" kataku.

Diapun tersenyum sambil duduk di kursi.

"Dekat sini.. Masak jauh banget" kataku. Sekretaris Pak Joko inipun kemudian duduk di sebelahku.
"Sudah lama kamu kerja di sini?"
"Baru satu tahun Pak."
"Suami kerja di mana?"
"Di bagian accounting, Pak"
"Oh.. Suamimu kerja di perusahaan ini juga?" tanyaku memperjelas.
"Iya Pak.. Sekarang khan sedang ditraining" jawabnya.

Suasana di kantor itu sedang sepi, karena memang sebagian besar karyawan sedang mengikuti training software baru. Rasa isengku tiba-tiba timbul. Ingin aku mengerjai sekretaris Pak Joko ini.

"Kamu manis ya.. Kamu karyawan yang paling manis lho di kantor ini" kataku sambil memegang tangannya.
"Ihh.. Pak Robert bisa saja" jawabnya tersipu.
"Bener lho.. Kamu manis dan seksi" rayuku lagi sambil mengelus-elus tangannya.
"Pak Robert.. Bener kata orang.. Pak Robert playboy" jawabnya lirih.

Saat itu tanganku sudah merengkuh dan mengelus-elus pundaknya.

"Boleh minta cium ya?" tanyaku sambil menarik wajahnya ke arahku.
"Jangan Pak.. Nanti ketahuan orang" elaknya.
"Nggak kok.. Kalau ada orang datang, kita pasti tahu" jawabku lagi.

Memang ruang tamu kantor Pak Joko ini agak tersembunyi sehingga jika ada orang yang masuk, tidak langsung melihat ruang tamu. Kumulai menciumi bibirnya. Sementara tanganku mulai meraba buah dadanya yang besar.

"Dadamu besar ya.. Pasti suamimu suka minum susumu ya?" tanyaku.
"Pak Robert.. Nakal.." jawabnya mendesah.
"Aku pengin minum susumu juga ya? Boleh khan?" tanyaku sambil membukai kancing bajunya.

Dia tak menjawab, hanya mendesah perlahan ketika kuangkat BHnya dan kuremas buah dadanya yang ranum itu. Kudekatkan wajahku pada bukit kembar yang menantang itu, dan kujilat puting susunya. Erangannya makin terdengar, dan tak sabar kuhisap buah dadanya dengan gemas.

"Sshh.. Sshh" erangnya ketika aku menikmati kekenyalan buah dadanya yang besar. Tanganku yang satu memilin-milin perlahan puting susu buah dadanya yang lain.

Setelah puas mempermainkan buah dadanya, kembali kucium bibirnya.

"Ayo gantian kamu hisap punyaku ya?" kataku setengah memerintah.

Kutarik tubuhnya sehingga dia bersimpuh didepanku yang masih duduk di sofa.

"Pak Robert.. Jangan.. Takut ketahuan suamiku" katanya ketika tangannya kuraih dan kuletakkan di atas kemaluanku.
"Nggak mungkin.. Dia khan sedang training" jawabku.

Diapun kemudian mulai membuka retsleting celanaku. Kubantu dia dengan menarik celana dalamku kebawah.

"Ahh.." jeritnya tertahan ketika melihat kemaluanku yang besar telah tegak di depan wajahnya yang manis.
"Cukup besar khan?" tanyaku
"Besar banget Pak."
"Dibandingkan punya suamimu?"
"Besar punya Pak Robert. Pasti istri bapak puas" jawabnya.
"Ya.. Tapi aku belum punya istri.. Ahh" perkataanku terputus oleh rasa nikmat yang menjalar ketika ia mulai menjilati batang kemaluanku.

Dijilatinya perlahan kemaluanku, dan kemudian sambil matanya menatapku, dimasukkannya secara perlahan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya.

"Hmm.." erangku nikmat. Kuremas-remas kepalanya saat ia mulai menghisapi dan mengulumi kemaluanku. Tampak mulutnya yang mungil penuh sesak dengan kejantananku.

Tiba-tiba terdengar suara pintu ruangan terbuka. Cepat-cepat kukeluarkan kemaluanku dari mulut sekretaris Pak Joko ini, dan kubenahi celanaku. Diapun segera membenahi bajunya yang masih terbuka.

"Ada perlu apa lagi Pak Robert.. Oh ini Pak Jokonya sudah datang" katanya berpura-pura.
"Oh nggak. Cukup. Terimakasih" jawabku.
"Hey Pak Robert sudah lama nunggu?" tanya Pak Joko.
"Nggak kok baru saja. Untung ada sekretaris bapak yang menemani menunggu." jawabku.

Kulirik sekretaris Pak Joko, dia tersenyum manis dan kemudian beranjak keluar ruangan kembali ke mejanya. Siang itu kuhabiskan berbincang-bincang dengan Pak Joko. Makan siangpun dilakukan di ruangan itu bersamanya. Setelah itu, aku minta Pak Joko mengantarku kembali pulang ke hotel.


Sore itu aku sedang menonton TV di kamar hotelku, ketika telepon berbunyi. Kuraih pesawat telepon yang terletak di meja samping ranjangku.

"Hallo Oom Robert. Ini Andi. Apa kabar?"
"Baik. Kamu sendiri bagaimana?"
"Lumayan. Kemarin Lolita cerita kalau ketemu dengan Oom di Tunjungan Plaza ya?"

Kamipun lalu berbasa-basi sejenak. Kuraih remote TV karena suaranya terlalu keras sehingga menggangu pembicaraan kami.

"Oom.. Saya ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Boleh saya mampir?"
"Of course. Ada apa sih?" tanyaku sedikit khawatir. Jangan-jangan Lolita cerita tentang kejadian kemarin.
"Nanti aja deh saya cerita. Jam 5 nanti saya ke hotel ya" jawab Andi di seberang sana.

Sekitar jam 5.15, terdengar bunyi bel pintu di kamarku. Seperti kuduga, ternyata Andi, suami Lolita keponakanku yang datang.

"Masuk Di"
"Makasih Oom".

Kamipun kemudian berbasa-basi menanyakan kabar masing-masing. Tak lama akupun bertanya maksud sebenarnya kedatangan Andi.

"Begini Oom. Mungkin Lolita sudah cerita tentang keadaan saya. Saya datang untuk minta bantuan Oom."
"Bantuan apa Di?" tanyaku walaupun sebenarnya aku sudah bisa menebak arah pembicaraannya.
"Jangan tersinggung ya Oom. Kita minta supaya Oom sewaktu-waktu jadi suami pengganti buat Lolita"
"Maksudmu?"
"Oom kan tahu. Saya tidak bisa memenuhi kebutuhan seks Lolita karena penyakit saya. Mungkin Oom Robert berkenan memenuhinya."

Andipun kemudian bercerita lebih lanjut, bahwa telah beberapa bulan Lolita memintanya untuk mencari lelaki untuk memuaskan birahinya. Karena ia sangat menyayangi istrinya dan takut bila Lolita menuntut cerai, iapun terpaksa menyanggupi. Tetapi sampai saat ini, dia belum mendapatkan yang cocok.. Kemarin setelah bertemu denganku, Lolita meminta suaminya untuk menanyakan kesediaanku untuk menjadi pemuas birahinya.

"Tolong ya Oom. Kasihan istri saya. Dia masih muda. Please ya Oom. Dia mengancam akan panggil gigolo atau bahkan akan menceraikan saya bila saya gagal membujuk Oom" Andi setengah merengek memintaku untuk meniduri istrinya yang cantik itu.

Akupun terdiam. Dalam hati aku heran mengapa selalu saja wanita memandangku sebagai pemuas nafsu mereka. Entah ini berkah atau kutukan bagiku.

"Ok deh. Ini karena saya kasihan saja sama kalian." jawabku
"Terimakasih ya Oom. Nanti malam jam berapa saya ajak Lolita ke sini?"
"Jam 8 deh" sahutku.

Andipun kemudian pamit meninggalkan kamarku.

*****

Jam 7.45 mereka telah tiba di kamarku. Lolita tampak cantik malam itu menggunakan gaun malam terusan yang memamerkan pundaknya yang putih mulus.

"Saya tinggal ya Oom" kata Andi sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Jangan. Kamu tetap di sini saja. Siapa tahu kamu sembuh nanti setelah melihatku menyetubuhi istrimu" perintahku.

Sudah kepalang tanggung, pikirku. Akupun harus menikmati malam ini. Menyetubuhi istri orang di depan suaminya adalah salah satu favoritku. Lolita tampak kaget mendengar permintaanku itu, tetapi dia tetap diam tak menyuarakan penolakannya.

Kuhampiri Lolita yang duduk di tepi ranjang. Akupun kemudian duduk di sampingnya.

"Nggak apa khan sayang.. Kalau suamimu nonton" tanyaku sambil mengelus-elus pundaknya yang halus.
"Ng.. Nggak" jawabnya agak gugup dan wajahnyapun memerah menahan malu.
"Tuh Di, nggak apa kok. Sudah kamu duduk aja yang manis di situ. Oom akan mulai memuaskan istrimu OK?" kataku pada Andi.

Andipun menurut, dan duduk di kursi menatap ke arah dimana istrinya dan aku berada. Kumulai menciumi pundak Lolita yang mulus. Kemudian dengan lidahku kutelusuri lehernya yang jenjang.

Lolita mulai mengerang ketika sambil kujilati lehernya, tanganku mulai merabai buah dadanya. Kuremas rambutnya dan kutarik wajahnya ke arahku sehingga akupun dapat melumat bibirnya dengan penuh gairah. Lolitapun nampak bernafsu sekali menciumiku. Lidahku yang menerobos ke dalam mulutnya, dikulumnya dengan gemas. Sementara tanganku yang mengusap-usap dadanya, merasakan puting buah dada itu mulai mengeras.

"Sekarang aku akan menghisap buah dada istrimu. Kamu perhatikan baik-baik ya" kataku pada Andi yang menatap tak berkedip.

Aku turunkan perlahan tali gaun malam Lolita, sehingga buah dadanya yang kecil tapi padat itu nampak. Langsung kuterkam buah dada itu, kuhisapi dan kujilati putingnya. Erangan Lolita makin keras terdengar memenuhi ruangan kamarku.

"Enak.. Oom.. Ahh.." desah Lolita sambil tangannya semakin menekan kepalaku ke buah dadanya.

Kujilati dan kuhisap buah dada keponakanku yang cantik ini sepuasnya. Sesekali sambil menjilati puting buah dada Lolita, aku melirik ke arah Andi, suaminya.

Setelah puas memainkan buah dadanya, aku membetulkan kembali tali gaun malam Lolita. Kemudian aku bangkit berdiri di depannya. Kulepas dengan segera semua pakaianku sehingga aku telanjang bulat berdiri di depan Lolita, istri Andi yang cantik itu. Tampak mata Lolita sedikit terbelalak melihat ukuran kemaluanku yang mencuat di depan wajahnya.

"Seperti ini yang kamu inginkan Lit?" tanyaku.
"Iya Oom.. Lita suka yang besar dan keras seperti ini.." jawabnya.

Tangannya yang halus mulai mengocok kemaluanku perlahan.

"Kamu dengar Andi? Istrimu suka kontol yang besar dan keras. Kamu harus rajin berobat ya." kataku melantur.
"Sekarang aku akan minta istrimu menghisapi kontolku. Kamu tidak keberatan khan?" tanyaku lagi.
"Gimana keberatan nggak? Kalau keberatan kita sudahi saja" kataku lagi karena Andi belum menjawab.
"Nggak Oom" jawabnya lirih.
"Bagus kalau gitu." kataku sambil tersenyum menatapnya.
"Ayo sayang.. Kamu mulai hisap barang Oom ya" kataku pada Lolita, sambil menaikkan kedua tanganku ke atas pinggang. Rasa hangat mulai kurasakan ketika kemaluanku mulai masuk menyesaki mulut Lolita keponakanku ini.

Kuremas-remas rambutnya dengan sebelah tanganku, sementara tanganku yang lain masih berkacak pinggang.

"Ups.. Sorry suamimu nggak kelihatan tuh" kataku sambil menarik keluar kemaluanku dari mulut Lolita. Akupun memposisikan tubuhku agak menyamping, sehingga Andi dapat melihat dengan jelas adegan kami.

"Gimana Di? Sekarang kelihatan khan? Kamu bisa lihat istrimu dengan jelas?" tanyaku retoris. Kembali kujejalkan kemaluanku dalam mulut Lolita. Lolitapun dengan bernafsu mengulumi dan menjilati kemaluanku.

Aku masih berkacak pinggang sambil sesekali menoleh ke arah Andi. Dia tampak berusaha menahan perasaannya melihat istrinya tercinta sedang menyedoti kemaluan besar lelaki lain. Sementara Lolita masih dengan penuh gairah memainkan kemaluanku dengan mulutnya yang hangat.

"Ehmm.. Ehm.." desah Lolita sambil terus menghisapi kemaluanku.

Jemari tangannya yang lentik dengan perlahan mengocok batang kemaluanku. Memang kasihan keponakanku ini. Sebagai wanita cantik sudah beberapa lama ia tidak bisa menyalurkan hasrat seksualnya.

"Di, aku akan keluar di dalam mulut istrimu. Is it Ok? " tanyaku lagi menggoda Andi.

Dia masih asyik menatap istrinya yang sedang mengulum kemaluanku dengan penuh nafsu. Kupandang kebawah, dan tampak wajah cantik Lolita yang sedang mengulumi kejantananku. Tangannya yang halus sedang mengusap-usap buah zakarku.

"Look at me.." perintahku.

Lolitapun melihat ke atas dan menatapku dengan tatapan nakal menggoda. Tak tahan lagi aku dibuatnya.

"Ahh.." erangku ketika aku berejakulasi di dalam mulut Lolita, keponakanku yang cantik ini. Lolita dengan rakus menelan semua cairan ejakulasiku, dan menjilati sampai bersih yang masih tertinggal di kemaluanku.

"Luar biasa istrimu, Di. Enak sekali hisapannya" kataku sambil tersenyum puas. Kulihat Lolita sedang mengusap bibirnya dengan tisu, dan kemudian beranjak ke toilet.

*****

Akupun kemudian beristirahat sejenak sambil menonton TV di sofa.

"Gimana Di.. Kamu bisa ereksi nggak lihat yang tadi?" tanyaku.
"Sedikit Oom.." jawabnya.
"Ya.. Semoga cepet sembuh deh.. Sayang lho istri cantik nggak dipakai" jawabku.

Lolita kemudian duduk disampingku di sofa. Tak lama kamipun telah kembali berciuman. Tangannya yang halus kembali dengan lembut mengusap-usap barang kesukaannya.

"Lita hisap lagi ya Oom.. Biar cepet naik" pintanya.
"Minta izin dulu dong sama suamimu" jawabku menggoda.
"Iih Oom Robert.. Mas Andi.. Boleh ya aku hisap kontolnya Oom Robert?" tanyanya manja.

Andi yang duduk di sampingku hanya mengangguk pasrah. Lolitapun kemudian berlutut di depanku, dan mulai melingkarkan bibirnya di kepala kemaluanku. Karena kemaluanku belum ereksi, maka hampir semuanya masuk dikulum mulut keponakanku ini.

Tak lama, kemaluankupun semakin membangkak, dan mulut Lolitapun mulai kewalahan menampung besarnya kejantananku ini. Setelah penuh ereksi, hanya sepertiga bagian saja yang bisa dikulumnya, sementara tangannya mulai mengocok sisanya.

"Di... rasanya sekarang waktunya aku menyetubuhi istrimu. Kamu nggak berubah pikiran khan?" tanyaku sambil tersenyum.

Andipun menggelengkan kepalanya. Langsung kutarik tubuh Lolita, dan diapun berdiri untuk kemudian duduk dipangkuanku. Kuciumi lagi bibirnya, dan kemudian kuturunkan tali gaun malamnya.

"Ayo buka saja sayang" kataku.

Lolitapun kemudian membuka gaun malamnya, sehingga hanya celana dalam G-string yang masih dikenakannya. Kembali dia menaiki tubuhku, dan diapun menyibakkan celana dalamnya untuk kemudian mengarahkan liang vaginanya ke kemaluanku.

Rasa nikmat menjalar ketika secara perlahan liang vagina Lolita menjepit ketat kejantananku. Kemudian Lolitapun dengan bernafsu memompa tubuhnya di atas kemaluanku.

"Ohh.. Ohh.. Fuck me.. Fuck me.." racau Lolita menahan nikmat.

Kupegang pinggangnya yang ramping, dan kupompa juga tubuhnya dari bawah. Suara sofa yang bergoyang serta erangan Lolita membuatku makin terangsang. Sesekali kuhisap buah dadanya dan kuremas-remas pantatnya.

"Oohh.. Faster.. Faster.. Ya.. That's right.. Oohh.. Faster.. Faster.." erang Lolita mendaki bukit kepuasan birahi.

Tak lama tubuh Lolitapun mengejang dan iapun menjerit ketika mendapatkan orgasmenya. Akupun semakin cepat memompa tubuhnya yang masih menggelinjang-gelinjang dalam dekapanku, dan akhirnya akupun menyemburkan ejakulasiku dalam vagina keponakan cantikku ini.

*****

"Terimakasih ya Oom" kata Lolita manis. Tampak wajahnya bersinar-sinar setelah melampiaskan nafsunya yang terpendam selama ini.
"Ya.. Sama-sama," jawabku
"Nanti kalau ke Surabaya lagi, mampir tengokin Lita lagi ya"
"OK deh.. Kamu juga kalau ke Jakarta telepon Oom ya".

Lolita kemudian berpaling ke suaminya.

"Thanks ya Mas Andi... mau memenuhi kebutuhan Lita" kata Lolita sambil mencium mesra Andi suaminya.

Merekapun kemudian pamit pulang.

"Permisi ya Oom. Terimakasih atas bantuannya"
"Ok Andi. Semoga cepat sembuh ya. Sorry lho ya, kalau kata-kataku menyinggung kamu. Maksudku sih supaya kamu bisa lebih terangsang dan cepat sembuh"
"Iya Oom. Andi ngerti kok"

Setelah mereka pulang, akupun kemudian menuju kamar mandi untuk mandi air hangat. Enak sekali tubuhku saat itu. Setelah menahan birahiku yang belum tuntas saat bermesraan dengan sekretaris Pak Joko pagi tadi, akhirnya kesampaian juga bersetubuh dengan wanita secantik Lolita. Sayang besok aku sudah harus kembali ke Jakarta karena ada meeting dengan klienku. Tetapi mungkin aku akan sering mengunjungi kantor cabangku di Surabaya ini. Tentu saja ini adalah alasan yang paling baik untuk mengunjungi Lolita, keponakanku yang cantik.

*****

E N D
Read More

Mbak Iin, Kakak Iparku

Sudah lama aku mengagumi Mbak Iin (biasa dipanggil Mbak In), kakak dari Nana istriku, orangnya tidak terlalu tinggi sekitar 160 cm tingginya, dengan wajah cantik alami, kuning langsat dan yang membuatku terpesona adalah buah dadanya yang begitu padat (belakangan baru aku ketahui kalau ternyata ukurannya 38C), ditambah dengan body-nya yang sintal menambah kesan seksi.

Dibandingkan dengan istriku Nana, dia lebih seksi dan dewasa, karena profesi dia sebagai agen *** (edited) yang mengharuskan dia ramah dan mudah bergaul dengan lainnya. Usianya hanya satu tahun lebih tua dari usiaku yang 27 tahun. Selama ini Mbak In sudah kuanggap sebagai kakak sendiri, karena dia memang selalu menjaga jarak dan bersikap anggun, sehingga aku semakin menghormatinya, meskipun di dalam hati ada hasrat liar untuk menikmati kemolekan tubuhnya.
Meskipun sudah menikah dan punya satu anak, tetapi postur tubuhnya masih tidak berubah, bahkan bertambah padat karena terus dilatih dengan olahraga yang teratur.

Hari Sabtu itu di rumahku suasananya sepi, Nana masuk kerja karena tutup buku di kantornya, sedangkan aku sendirian di rumah nonton TV, di luar hujan turun dengan derasnya disertai petir yang menggelegar.
"Ding dong.., Ding dong.." bel rumahku berbunyi.
"Ah, siapa sih hujan-hujan begini ngganggu orang saja..!" pikirku sambil malas mendekati pintu depan.
Ternyata Mbak In di luar pagar kehujanan dengan blazer-nya yang basah kuyup, segera kubuka pintu pagar dan mempersilakan dia segera masuk.
"Sorry Hend, aku mampir kesini, abis Mas Roes (suaminya) belum pulang dari menjemput si Puput (anaknya)." katanya sambil menggigil kedinginan.

Tanpa menunggu jawabanku, Mbak In langsung masuk dan melepas jas luarnya yang basah, sehingga terlihat baju dalamnya yang tipis dan basah, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. BH hitam kelihatan membayang di balik baju putihnya, sementara tonjolan di dadanya seolah menantang, karena baju basah itu begitu menempel di tubuhnya. Sungguh pemandangan yang sangat indah yang tidak disangka-sangka dapat kusaksikan di hari itu.
"Mbak In mandi aja dulu dengan air hangat, biar tidak masuk angin, nanti kuambilkan bajunya si Nana.." kataku setelah tersadar dari ketakjuban.

Ketika Mbak In mandi, kucarikan baju Nana yang kira-kira cukup untuk dia dan terutama yang kelihatan seksi, atau paling tidak dapat menikmati lebih lama keindahan tubuh yang telah lama kuidamkan, apalagi perkiraanku dia pasti tidak akan memakai celana dalam dan BH-nya yang basah, sedikit banyak pasti akan segera melihat sebagaian tubuhnya yang indah.
"Hend.., tolong handuk dong..!" teriak Mbak In dari kamar mandi.
"Ah, begonya aku sampai lupa tidak menyiapkan handuk dulu..!" batinku.
Sambil berlari kuambil handuk dari dalam lemari dan kuberikan ke Mbak In yang sudah menunggu di pintu kamar mandi, tetapi dasar sial (atau keberuntungan), karena terburu-buru aku tidak melihat lantai licin karena tetesan air hujan dari tubuh Mbak In yang basah, sehingga aku terpeleset. Akibatnya dengan tanpa dapat dikontrol lagi, tubuhku terhuyung-huyung menerobos ke pintu kamar mandi dimana Mbak In sudah menunggu dalam keadaan telanjang.

"Brak..!" tubuhku menabrak pintu dan menerobos masuk ke dalam tanpa dapat ditahan lagi oleh Mbak In, langsung aku terduduk di lantai kamar mandi, sementara Mbak In berdiri telanjang di depanku tertegun sampai lupa menutup sebagian tubuhnya yang sensual.
Sesaat kami berdua tertegun tanpa berbuat apa-apa, akhirnya aku sadar dan memberikan handuk itu ke Mbak In.
"Sorry Mbak.." kataku segera menyerahkan handuk yang masih kupegang, terus keluar dari kamar mandi dengan terpincang-pincang.
"Ah nggak apa-apa kok, kan kecelakaan, nggak sengaja.." katanya memaklumi peristiwa tadi.

Setelah mengganti celana pendekku yang basah, di depan TV aku tidak dapat berkonsentrasi. Meskipun mataku tertuju ke layar TV, tetapi bayangan indah tubuh Mbak In sungguh sangat menggoda dan terus membayang di benakku. Kemudian Mbak In keluar dari kamar mandi dengan berbalut handuk yang tidak mampu menutupi seluruh tonjolan bukit di dadanya.
"Ini Mbak bajunya.." kataku masih gemeteran sambil memberikan daster (lebih tepatnya baju tidur) milik Nana, sambil langsung ke dapur mengambil air minum untuk menenangkan diri.
Kulihat pintu kamar belakang (kamar kosong untuk keluarga kalau bermain atau menginap) gelap dan tertutup, "Ah, dia masih ganti baju, atau mungkin langsung tidur.." pikirku.

Aku langsung menuju kamarku yang pintunya setengah terbuka, dan, "Aaahh.." teriak Mbak In.
Ternyata dia berdiri di depan kaca rias tanpa sehelai benang pun melekat di tubuh indahnya, balutan handuknya sudah dilepas, tetapi masih belum memakai daster yang kuberikan tadi. Tangannya berusaha menutupi bagian tubuhnya yang sempat ditutup, tetapi itu tidak berhasil dengan baik, sehingga aku masih dapat melihat tubuh telanjangnya untuk kedua kalinya dengan jelas, apalagi lampu kamar yang begitu terang, jauh lebih terang dari lampu kamar mandi, sehingga sangat jelas terlihat kemolekan dan keseksian tubuhnya.

Sebagai laki-laki normal, langsung saja alat kejantananku bereaksi keras melihat pemandangan indah tersebut.
"Sorry Mbak, aku.. aku.. kira Mbak di kamar belakang.." kataku gugup langsung keluar dan menutup pintu kamar, masih sempat kulihat dia tersenyum yang tidak dapat kuterjemahkan artinya, bingung kenapa dia di kamar utama.
"Hend.., tolongin Mbak dong..!" teriaknya dari dalam kamarku.
Perlahan kubuka pintu kamar, takut kalau kejadian tadi terulang lagi, tetapi ternyata dia duduk di kursi di depan meja rias sambil menyisir rambutnya yang masih basah dan mengenakan baju tidur yang kubawakan tadi.

"Masuk aja Hend, nggak usah malu-malu.." katanya pelan dan tenang.
Agak ragu aku melangkah masuk ke kamarku sendiri. Mbak In berdiri mendekatiku, dan langsung memelukku, kurasakan dadanya menekan tubuhku, terasa hangat dan kenyal.
"Hend.., sudah lama aku menginginkan saat-saat ini, aku tahu kamu selalu berusaha mencuri pandang.." katanya lembut.
Aku tidak tahu harus berbuat apa, karena seolah dia menangkap basah pikiranku. Kupeluk balik dia dan kuusap punggungnya. Akhirnya aku tidak dapat menahan gejolak lagi ketika tangan Mbak In mulai mengusap kejantananku yang sudah menegang sejak kehadirannya dirumahku.

Dengan penuh nafsu, kubuka baju tidur yang belum lama dipakainya dan kusibakkan rambutnya yang basah dan mulai kucium leher jenjangnya, kujilati kulit halusnya, sudah lama aku mendambakan kesempatan indah ini.
"Aaaghh.., ss.. shh..!" desahnya sambil meremas batang kejantananku.
Tidak kusia-siakan kesempatan ini, tanganku mulai mengelus dan meremas payudaranya yang besar dan indah yang sudah lama kuimpikan, begitu kenyal dan padat, meskipun sudah memiliki satu anak. Kuturunkan ciumanku ke pundaknya, terus turun lagi, tetapi tiba-tiba tubuhnya merosot dan berjongkok di depanku, ditariknya celana pendek sekaligus celana dalamku ke bawah, sehingga menyembullah kejantananku yang sudah lama menegang. Sejenak dia tertegun melihat alat vitalku yang 17 cm panjangnya dan melengkung ke bawah.

"Hend, gede banget.., jauh lebih gede dari punya Mas Roes dan lagi bentuknya aneh, pasti enak deh di dalam.." katanya sambil menengadah menatapku, dan tersenyum simpul.
Sedetik kemudian dijilatinya ujungnya dan dimainkannya lidah mungil itu, menari-nari di kepala kemaluanku. Terus dijilati dari ujung hingga pangkal, kemudian turun ke kantong kemaluanku. Kuangkat kaki kananku untuk memberinya jalan supaya lebih mudah menjilati. Kemudian jilatannya naik lagi ke atas hingga akhirnya dengan agak susah dikulumnya kepala kejantananku, perlahan tetapi pasti. Akhirnya, tiga perempat batang kejantananku masuk ke dalam mulut mungilnya. Sambil tangan kirinya mengusap-usap kantong kemaluanku, tangan kanannya memegang dan mengocok batang kemaluanku, sementara kepala batangku masih di dalam mulutnya dengan tidak lupa digoyang-goyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, sungguh sensasi yang luar biasa.

"Aaahh.. oosshh.." erangku sudah hampir tidak tahan.
Kupegang rambutnya dan kudorong-tarik hingga kemaluanku dapat bergerak leluasa keluar masuk di mulut seksinya. Kuangkat tubuhnya dan kutelentangkan di ranjang, mulai kujilati puting di dadanya secara bergantian kiri dan kanan, kurasakan badannya menggelinjang-gelinjang keenakan. Terus jilatanku turun ke perut, lalu sampai ke pusar, dan akhirnya menyentuh rambut bawahnya sambil tanganku bermain di daerah liang kewanitaannya yang sudah basah. Lidahku mulai menjelajahi daerah kemaluannya, sengaja aku tidak langsung ke arah klitoris, tetapi berputar-putar di sekitar kemaluannya, terutama di lipatan pahanya, terus turun sampai ke lubang anus dan naik lagi, diangkatnya pinggulnya turun naik mengimbangi gerakan lidahku.

"Hen.. pleasse.. jangan.. goda.. aku.. begini.." desahnya sambil menarik rambutku, tetapi kata-katanya tidak kupedulikan.
Kuteruskan jilatanku mulai ke arah klitoris sambil kumasukkan tanganku ke lubang kenikmatannya, satu jari.., dua jari.., dan akhirnya tiga jari dapat masuk juga. Kugerakkan jariku keluar masuk sambil menjilat klitorisnya.
"Aaagghh.., sshh.., shh.." desahnya sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya semakin liar, seliar kilatan dan guntur di luar yang mengiri irama permainan kami.

Akhirnya kuposisikan tubuhku di atasnya, kutindih tubuhnya, masih dapat kurasakan tonjolan di dadanya yang montok itu. Sementara tubuhku di atasnya, sedikit kuangkat pantatku untuk memberi jalan tangannya supaya dapat memegang kejantananku dan diusap-usapkannya ke liang senggamanya.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, kudorong pantatku dan, "Bless..!" dan, "Aaauu..!" dia menjerit kesakitan.
Badannya menegang dan tangannya mencengkeram erat lenganku, kudiamkan sejenak. Kulihat dia memejamkan matanya, kubiarkan menikmati saat-saat seperti ini. Meskipun sudah mempunyai satu anak, tetapi liang kemaluannya masih tetap kencang seperti belum pernah melahirkan.

Perlahan ketegangannya mulai mengendur, pelan-pelan kutarik keluar batang kemaluanku, lalu pelan-pelan pula kumasukkan lagi, begitu seterusnya sehingga dia sudah dapat menyesuaikan iramanya, semakin lama semakin cepat kocokan batang keperkasaanku di dalam liang senggamanya, hingga semua masuk ke dalam, terasa menyentuh sesuatu di dalam, tetapi enak.
"Ooosshh.. ss.., yaa.. terus.. terus.. Hend..!" dia mulai mengerang dan menggelinjang semakin lama semakin tidak beraturan.
Kunaikkan badanku hingga posisi jongkok bertumpu pada lutut. Aku dapat melihat ekspresi wajahnya dan goyangan buah dadanya saat kukocok keluar masuk. Kakinya mengimbangi gerakanku dengan dinaikkannya ke pinggulku, lalu terus naik ke pundakku. Sesekali dipegangnya sendiri kedua bukit di dadanya, sehingga lebih menonjol dan kelihatan lebih seksi dari biasanya.

Sementara hujan di luar semakin deras, sederas keringat dan nafsu kami berdua, sampai akhirnya, "Ooogghh.., ya.. ya.. ya.. lebih cepat Hend, aku mau keluar.., ya.. terus.. ya.. begitu.. yaa..!"
Mbak In mencengkeram tanganku dengan kuat, kurasakan denyutan di dalam liang kewanitaannya. Rasanya seperti dipilin-pilin enak, aku tidak menghiraukan itu, masih terus kukocok keluar masuk meskipun dia sudah orgasme, sudah menjadi kebiasaanku kalau cewek keluar akan semakin meningkat tensi dan kocokanku.

Kubalikkan badannya hingga posisi dogie style, selanjutnya kumasukkan kejantananku ke liang senggamanya yang sudah basah itu, masih terasa seperti menyentuh ke dinding rahim, kupegang pantatnya yang padat, kutarik dan kudorong maju mundur. Aku mulai mengocok Mbak In lagi, meskipun sudah kelihatan lemas, tetapi masih menggairahkan. Dari belakang kuraih kedua buah dadanya yang menggelantung dan kugunakan sebagai pegangan untuk menggoyang-goyangkan badannya sambil sesekali kupilin-pilin putingnya yang kian membesar. Dari pantulan kaca rias, terlihat wajahnya yang meregang keenakan, tangannya mencengkeram pinggiran ranjang dengan kuatnya.

"Sss.. terus Hend.., cepaatt.. cepaatt..!" sambil mendorongkan badannya ke arahku untuk mengimbangi gerakanku yang semakin cepat dan keras, sesekali digoyangnya ke kiri dan ke kanan menambah sensual gerakannya yang semakin lama semakin liar.
Sesekali kutarik rambutnya ke belakang, semakin kujambak semakin liar gerakannya.
"Ya.., truss.. Hen.. trus.., Mbak.. ke.. ke.. luar.. laagii..!" desahnya sambil menggigit ujung bantal di depannya.
Kembali terasa dinding kemaluannya berdenyut, tetapi itu tidak kuhiraukan, malah kupercepat irama permainan kami.

Sebenarnya pada saat yang bersamaan aku hampir orgasme, tetapi kutahan sejenak dan pada saat itu dia menghentikan goyangannya, sehingga aku ada waktu untuk menurunkan tegangan di ujung kemaluanku. Perlahan kutarik keluar kemaluanku, dia langsung telungkup, kulihat keringat membasahi punggung dan sprei, kurebahkan diriku di sampingnya.
"Kamu gila Hen.., Mbak udah dua kali keluar, tapi punyamu masih tegang.." komentarnya sambil memegang dan mengocok perlahan kemaluanku yang basah oleh cairan kewanitaannya.
Kemudian dia bangkit dan diarahkannya kepalanya ke kemaluanku, dikulum dan dijilatinya batang kemaluan basah itu.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, kutarik tubuhnya dan kuposisikan dia di atasku.
"Hend.., aku udah nggak kuat, beri aku istirahat sebentar..!" katanya sambil tetap memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulut seksinya.
Kulirik jam di dinding, sudah pukul 14:30, berarti kami sudah bermain lebih dari setengah jam, sebentar lagi Nana datang (biasanya dia datang sekitar pukul 15:00 sore kalau hari Sabtu), jadi tidak ada waktu lagi untuk beristirahat, aku harus menuntaskan permainan, segera sebelum Nana pulang.

"Mbak.., sebentar lagi Nana datang, kita selesaikan aja sekalian, ntar Mbak bisa istirahat setelah ini.." kataku.
Tiba-tiba Mbak In berdiri dan keluar kamar, diambilnya wireless phone dan kudengar dia bicara dengan seseorang.
"Siang.., bisa disambungkan dengan Nana.. Nana, Hendra pesan akan keluar dan kembali jam lima sore.., ada perlu dengan temannya katanya. Telpon kantormu sibuk terus, dia telpon ke rumah.. Telpon dulu, barangkali sudah datang. Atau ke rumahku.. tapi.. aku lagi ada janji sama nasabah. Mas Roes ada kok.. Oke..?" sepotong-sepotong kalimatnya kudengar, tetapi dapat kutebak maknanya.
Kemudian dia masuk ke kamar lagi, langsung memeluk dan menciumi leherku.
"Kita aman sampai jam lima nanti.." katanya sambil tangannya mulai meremas batang kemaluanku lagi.
"Mbak nakal deh..!" kataku membalas ciuman bibirnya.

Tidak lama kemudian, Mbak In sudah menempatkan dirinya di atasku, dengan mudahnya kemaluanku sudah terbenam semuanya ke dalam tubuhnya. Perlahan tetapi pasti, Mbak In sudah mulai menggoyang pinggulnya, maju mundur, kiri kanan, berputar-putar, sementara tangannya meraba kantong kemaluanku, terasa geli dan nikmat. Aku masih diam tidak melakukan gerakan kecuali tanganku yang aktif meraba payudaranya yang kelihatan sempurna. Sesekali kupilin-pilin seperti mencari gelombang radio. Mbak In merubah gerakannya menjadi turun naik, sehingga batang kemaluanku keluar masuk liang senggamanya, terasa sekali jepitan otot kemaluannya di batang kejantananku.
"Sss.., yess.. akh.. sshh..!" desahnya mengiringi gerakan tubuhnya.

Beberapa saat kemudian, kurasakan remasan pada batang kemaluanku, ternyata Mbak In sudah orgasme untuk ketiga kalinya, langsung tubuhnya dijatuhkannya ke tubuhku.
"Sekarang giliranku.." bisikku.
Kupeluk tubuh montok Mbak In dengan erat, lalu pinggulku mulai turun naik melakukan kocokan ke lubang nikmatnya, nafasnya terdengar naik turun dekat telingaku. Aku tidak mempedulikan desahannya, justru menambah rangsangan bagiku, semakin dia mendesah semakin kuat genjotanku ke tubuhnya. Akhirnya ujung kemaluanku semakin menegang, dan dorongan di dalam tubuh semakin kuat untuk menyemburkan cairan panas dari kemaluanku.

Beberapa saat kemudian, kubisikkan ke telinganya, "Mbak aku mau keluar.." tanpa menghentikan gerakanku.
Kurasakan desakan keluar di ujung kemaluanku, dengan cepat kutarik keluar supaya spermaku tidak tumpah di dalam.
Tetapi, "Jangan ditarik Hen.., keluarin di dalam aja..!" katanya sambil merapatkan pinggulnya di atas pinggangku, sehingga aku tidak dapat mengeluarkan kejantananku dari dalam.
Akhirnya aku sudah tidak tahan lagi, dan, "Crot.. crot.. crot.." hingga 12 kali semprotan di dalam liang rahimnya.
"Aaauughh..!" jeritnya ketika kusemprotkan spermaku ke dalam lubang kenikmatannya.
Terasa bibir kemaluannya menyempit dan menjepit batang kejantananku ketika ujung kemaluanku itu berdenyut. Kudiamkan sesaat di dalam hingga kurasakan pijatan halus dari dinding kemaluannya, sungguh nikmat. Lalu kucabut keluar alat kejantananku yang sudah setengah lemas. Kurebahkan Mbak In di ranjang, lalu kujepitkan kemaluanku yang basah di antara buah dadanya yang montok sambil perlahan kugerakkan maju mundur. Terasa geli enak karena sudah berpelumas cairan kami berdua, dan lagi buah dada Mbak In mampu menjepit seluruh lingkaran kemaluanku, sesekali dijilatinya ujungnya dengan nakal.

Kami berdua terkulai lemas, tubuh Mbak In masih terkulai di atas tubuhku. Kami berdua sama-sama bersimbah peluh, dinginnya AC dan suasana hujan tidak mampu menahan gejolak diri kami. Mbak In kemudian meraih dan mengelus-elus kejantananku. Tiba-tiba kepalanya dicondongkan dan kembali alat kejantananku yang sudah agak lemas dan basah oleh spermaku dan cairan kewanitaannya dimasukkan ke dalam mulutnya, dikulumnya, dijilatinya seperti lollypop. Sungguh aku tidak tahan diperlakukan seperti itu. Akhirnya aku menyerah karena kegelian.

Jarum jam sudah menunjukkan 15:15, masih ada waktu beberapa jam sebelum istriku Nana sampai di rumah. Sambil berpelukan di ranjang, pembicaraan mengarah ke hal-hal pribadi yang selama ini tidak pernah dibicarakan, hingga akhirnya, "Kamu sungguh hebat Hend.., belum pernah aku diperlakukan oleh laki-laki seperti itu, apalagi dibandingkan dengan Mas Roes, jauh sekali.." katanya manis.
"Emang sebelumnya pernah dengan laki lain..?" tanyaku iseng, tetapi jawabannya sungguh diluar dugaan.
"Iya sih, just for fun aja.." jawabnya ringan tetapi cukup mengejutkanku, dan aku penasaran seberapa jauh petualang dia dalam melakukan hubungan seks.
Akhirnya dia bercerita tentang petualangan dia sebagai seorang agen eksekutif di sebuah perusahaan *** (edited).

Kami masih sempat main sekali lagi di bath tub kamar mandi sambil membersihkan diri. Setelah itu kami berdua duduk berpelukan sambil nonton TV di ruang tengah seperti layaknya dia istriku sambil melanjutkan cetita petualangannya. Tepat pukul 17:30, Nana istriku datang. Segera Mbak In masuk kamar belakang untuk berganti pakaian yang lebih sopan, supaya tidak mengundang kecurigaan Nana.

Setelah Nana mandi dan berganti pakaian, kami bertiga duduk di ruang tengah sambil mengobrol dan nonton TV, seolah tidak pernah terjadi apa-apa, hingga Mas Roes menjemput Mbak In untuk pulang pada jam 20:00, setelah menjemput Puput dari rumah kakeknya.

Sejak kejadian itu, kami sering melakukannya, baik di rumahnya ataupun di rumahku. Bahkan kalau ada dinas keluar kota, tidak lupa kami menyempatkan diri semalam berdua di hotel. Tanpa bermaksud menyepelekan dan melecehkan para rekan agen *** (edited), tetapi kisah ini memang sebenarnya terjadi.

TAMAT
Read More

Tuesday, May 21, 2013

Pemuas Nafsu Tante Girang

Hari itu aku sedang sibuk menyelesaikan salah satu proyekku untuk sebuah perusahaan tekstil. Iseng-iseng untuk refreshing, aku buka e-mailku, dan membalas e-mail yang masuk. Ada beberapa e-mail ucapan terimakasih dari mereka yang telah sukses mengikuti langkahku menggeluti bisnis wiraswasta ini. Ada juga e-mail dari calon pelanggan meminta proposal. Juga ada beberapa e-mail joke dari teman-temanku.

Sedang asyik-asyiknya membaca dan membalas e-mail, tiba-tiba HPku berbunyi..

“Yang.., sedang apa nih? Aku kangen..” suara Monika pacarku terdengar di ujung sana.
“Hai Mon.., biasa sedang nyelesaiin kerjaan nih. Kamu masih kuliah ya?”

“Iya.. Lagi nunggu kelas berikutnya. Nanti malam jadi khan?”
“Pasti donk.. Aku juga kangen banget sama kamu..” jawabku mesra.
“Iya deh.. Udah dulu ya yang.. Dosennya udah datang.. Bye..”

Aku pun kemudian melanjutkan membalas e-mail. Setelah itu, kututup program e-mailku, dan akupun kembali mengerjakan proyekku. Lagi-lagi HP-ku berbunyi. Kulihat di layar, ternyata tante Sonya menelponku.

“Halo Wan.., apa kabar sayang?”
“Baik tante..”
“Kamu kok udah beberapa hari ini nggak main ke sini? Sedang sibuk ya?”
“Iya tante..”
“Sombong ya.. Mentang-mentang banyak proyek lupa sama tante..”
“Nggak tante.. Kan..”

Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, tante Sonya sudah memotong pembicaraanku..

“Wan.. Tante punya teman.. Dia katanya punya proyek buat kamu. Kamu hubungi dia hari ini ya..”
“Baik tante..”

Tante Sonyapun kemudian memberikan nama dan alamat serta nomor telepon temannya.

“Asal jangan lupa kamu harus ke sini besok. Tante sudah kengen..”
“OK tante.. Terimakasih ya. Besok pasti Wawan ke sana. Kangen juga sama tante yang seksi abis..” jawabku bercanda.
“Ih.. Kamu nakal ya.. Awas ya besok..” jawabnya sambil tertawa kecil.

Memang aku sudah ketagihan berhubungan seks dengan tante Sonya. Semenjak bertemu saat membeli mobilnya dulu, seringkali kami tetap bertemu dan saling memuaskan birahi masing-masing. Sebagai lelaki normal, siapa juga yang akan menolak diajak berselingkuh dengan tante secantik itu.

Sambil memegang secarik kertas berisi nama teman tante Sonya, akupun berpikir apakah aku masih punya waktu untuk menerima proyek baru lagi. Sebab setelah proyek untuk perusahaan tekstil ini masih ada dua proyek lagi yang harus aku selesaikan. Tetapi kupikir aku terima saja, nanti kalau tidak bisa mengerjakannya sendiri, aku bisa minta tolong temanku yang dulu mengenalkanku pada bisnis ini untuk membantu. Alternatif lain, aku bisa minta deadline yang agak panjang dari teman tante Sonya ini.

Singkat cerita, sore itu aku segera bergegas menuju alamat sebuah gallery di kawasan Kemang. Setelah mengutarakan maksud kedatanganku pada satpam yang membuka pintu, akupun memasukkan mobilku ke dalam pekarangan gallery yang luas itu.

“Sore.. Saya ingin bertemu dengan ibu Yulia..”
“Oh.. Ya silakan tunggu dulu ya Mas.. Namanya siapa darimana?” jawab resepsionis di gallery itu.
“Wawan.. Saya sudah punya janji kok”

Resepsionis itupun kemudian menelepon, dan setelah itu berujar..

“Mari Mas, saya antar ke dalam”

Kamipun menuju ruang kantor ibu Yulia sambil melewati ruang gallery. Gallery tersebut indah sekali dengan banyaknya lukisan yang bagus-bagus diterpa lampu sorot sehingga menambah keindahannya.

“Permisi Bu.. Ini Mas Wawan” kata si resepsionis setelah kami memasuki ruangan kantor ibu Yulia.

Kuperhatikan ternyata ibu Yulia ini masih muda, mungkin sekitar 30 tahunan. Wajahnya cantik dan berkulit putih mulus. Saat itu dia memakai gaun dengan tali tipis di pundaknya, serta syal yang melingkar indah di lehernya yang jenjang. Gaun itu tampak tak sanggup menahan payudaranya yang membusung padat. Ditambah dengan gaun mininya yang memperlihatkan kakinya yang mulus, menambah darah mudaku bergejolak melihatnya.

“Hai Wawan.. Saya Yulia”

Kurasakan tangannya yang lentik itu halus menjabat tanganku.

“Ayo silakan duduk..” katanya mempersilakanku duduk di sofa dalam ruangan kantornya.

Ibu Yuliapun kemudian duduk di seberangku. Kamipun berbincang basa-basi sebentar. Ternyata dia adalah teman fitness tante Sonya. Tante Sonya telah bercerita banyak tentangku termasuk bisnisku.

Kamipun kemudian berbincang lebih serius mengenai bisnisku. Untuk melihat penjelasanku yang menggunakan notebook, ibu Yuliapun pindah duduk di sebelahku. Tubuhnya menyebarkan wangi parfum yang lembut, menambah bergejolaknya nafsu kelelakianku. Sambil berbincang, sesekali kulihat belahan payudaranya yang putih mulus tersembul dari gaunnya. Ingin rasanya kuremas payudaranya yang menggemaskan itu, tetapi aku tentu harus bersikap professional.

Singkat kata, ibu Yulia tertarik dan menyetujui harga yang kuminta. Iapun memintaku untuk menyiapkan kontrak kerja untuk disetujui bersama.

“Tapi saya minta sedikit kelonggaran waktu ya Bu.. Soalnya saya masih ada beberapa proyek yang harus diselesaikan” kataku.
“Oh.. Begitu ya.. Berapa lama punya saya selesainya?”
“Kira-kira satu bulan ya Bu..”
“Ok deh.. Nggak apa..” katanya
“Oh ya kamu mau minum apa Wan?”
“Apa aja deh..”

Ibu Yulia pun kemudian menelepon pembantunya dan meminta dua orange juice.

“Kamu masih kuliah ya Wan”
“Masih Bu.. Tahap akhir”
“Oh.. Kamu jangan panggil saya Bu.. Saya masih muda lho.. Panggil saja tante”
“Oh iya tante”

Akupun terenyum dalam hati. Persis pengalamanku dengan tante Sonya dulu yang tidak mau dipanggil ibu. Pembantu tante Yulia kemudian masuk menyajikan minuman.

“Ayo diminum Wan” kata tante Yulia saat si pembantu beranjak pergi.

Tante Yulia lalu bangkit mengikuti pembantunya kemudian menutup pintu ruang kantor dan menguncinya. Kembali tante Yulia duduk di sebelahku sambil meminum orange juicenya. Pahanya yang putih mulus tampak begitu menggoda saat dia menumpangkan kakinya. Akupun tak tahan untuk tidak melihat pemandangan indah itu.

“Sedang lihat apa Wan?” katanya sambil tersenyum manis.
“Oh nggak kok tante..”
“Ayo kamu sedang mikir yang jorok ya..” katanya lagi menggoda.
“Nggak kok tante.. Cuma kagum aja.. Habis tante cantik banget..”
“Ih.. Kamu genit juga ya.. Pinter merayu” godanya lagi.

Tangannya kemudian meraih tanganku dan diletakkannya di atas pahanya.

“Kamu pengin ini kan?” sambil berkata begitu tante Yulia mendekatkan wajahnya dan mencium bibirku.

Tak kuat menahan nafsu yang sedari tadi telah bergolak, kubalas ciuman tante Yulia dengan penuh gairah. Sambil berciuman, kuremas dan kuusap pahanya yang mulus itu, sementara tanganku yang lain mengusap-usap rambutnya.

“Ehh..” erang tante Yulia ketika tanganku menyentuh celana dalamnya yang telah basah.

Erangannya makin menjadi-jadi ketika tanganku menyibakkan celana dalam itu dan menemukan klitorisnya. Kuusap-usap klitoris tante cantik ini, dan cairan vaginanya semakin mengucur deras.

“Ahh.. Enak Wan.. Memang betul kata Sonya kamu hebat.. Terus Wan” erangnya lebih lanjut.

Sementara tanganku masih mengusap-usap vaginanya, akupun menciumi pundak putih tante Yulia. Kemudian kuturunkan tali gaunnya sehingga payudaranya tampak meskipun masih terbungkus BH. Kuturunkan cup BH-nya dan payudaranya yang padat meloncat keluar seperti menantangku untuk menghisapnya. Langsung kuterkam payudara kenyal itu dan kuisap serta kujilati putingnya yang berwarna merah muda.

“Ahh.. Yess.. I like it.. Oh god..” erangan tante Yulia semakin menjadi memenuhi ruangan kantor itu.

Terus kujilati puting yang semakin mengeras itu, dan tanganku yang satu masih terus memberikan kenikmatan pada klitorisnya.

“Oh Wan.. Yes.. Terus wan.. Oh.. God” racau tante Yulia merasakan nikmat yang kuberikan.

Setelah itu aku menghentikan sejenak aktifitasku. Tampak wajah tante menampakkan kekecewaannya

“Wan.. Don’t stop please.. Ayo terusin wan..” pintanya
“Takut ketahuan tante.. Emang nggak ada siapa-siapa nih?” kataku sambil menciumi wajahnya yang cantik.
“Nggak ada.. Cuma pembantu sama satpam aja.. Mereka juga nggak akan tahu.”
“Suami tante?”
“Nggak ada.. Sedang ke luar negeri.. Ayo Wan.. Puasin tante ya sayang..” katanya sambil mendorong kepalaku ke arah payudaranya yang montok itu.

Kuisap dan kukulum puting payudara tante Yulia. Bergantian kuhisap sepasang payudaranya. Tante Yulia kembali mengerang dan badannyapun menggeliat menahan nikmat.

Setelah puas menikmati payudara montok tante Yulia, akupun mengangkat gaunnya sehingga tampak celana dalam mininya yang seksi berenda. Kulepas celana dalam itu, sehingga tampak vaginanya yang bersih tak berbulu sedikitpun. Langsung kujilati dan kuciumi vagina tante Yulia, sehingga tubuhnya agak melonjak dari sofa.

“Ahh.. Wan.. Yes.. Ohh..” erang tante Yulia. Sambil mengerang, tubuhnya tampak sedikit melengkung ke belakang menahan nikmat. Tangannya tampak meremas-remas payudaranya sendiri.

Kubuka lebih lebar paha tante Yulia, dan kujilati dan kadang kugigit perlahan klitorisnya. Sementara tanganku menggantikan tangannya untuk meremas-remas sepasang payudaranya yang kenyal itu. Ruangan semakin dipenuhi oleh erangan tante Yulia, dan juga bunyi sofa karena gerakan tubuhnya yang mengeliat-geliat nikmat.

Tiba-tiba HP tante Yulia berbunyi. Kamipun tak mempedulikannya dan aku terus memberikan kenikmatan oral pada tante yang cantik ini. Tetapi bunyi HP terus berbunyi..

“Shit.!!” maki tante Yulia.
“Sebentar ya Wan.”

Tante Yulia pun bangkit dari sofa dan berjalan ke meja kerjanya. Diraihnya HP dan dijawabnya dengan nada kesal.

“Ya.. Ada apa?”
“Aku baik-baik aja dear.., sedang sibuk untuk pameran minggu depan” jawabnya sambil kembali duduk di sofa.
“Kamu sendiri gimana di Kuala Lumpur?” sambil berkata begitu tangan tante Yulia meraih kepalaku yang masih berjongkok di depan sofa dan mendorong ke arah tubuhnya.

Akupun mengerti kemauannya. Kembali kusibakkan gaunnya dan mulutku kembali menciumi dan menghisapi bibir vaginanya. Kemudian kutelusuri vaginanya dengan lidahku, untuk kemudian kuhisap-hisap kembali klitorisnya.

“Iya dear.. Hmm.. Udah dulu ya.. Aku banyak kerjaan nih.. I love you..” sambil berbicara tangannya mengusap-usap rambutku.

Kulihat tante Yulia menggigit bibirnya sendiri menahan erangannya, agar suaminya di ujung telepon tidak curiga.

“Iya.. Nggak apa.. Aku bisa jaga diri kok.. Ok.. Bye dear..” setelah menutup HP-nya, erangan tante Yulia yang tadi terpaksa ditahannya langsung meledak.
“Oh.. God.. Terus Wan.. Yes..” Semakin cepat kujilati klitoris tante Yulia.
“Ahh.. Wan.. Kamu hebat.. Aku keluar Wan.. Ohh..my godd..”

Tubuh tante Yulia mengelinjang hebat dan cairan vaginanya semakin mengucur banyak. Terus kuhisap dan kuciumi vagina indah tante Yulia yang cantik ini, sampai tubuhnyapun lemas terhempas di atas sofa. Kuraih tisu di atas meja dan kubersihkan mulutku dari cairan nikmat tante Yulia. Kemudian kuhabiskan sisa orange juiceku, dan kuambil dan kuberikan orange juicenya.

“Minum dulu tante” kataku.
“Thank you Wan.., aduh belum pernah tante orgasme kayak tadi.. Kamu benar-benar laki-laki Wan..” Lalu diteguknya orange juicenya sampai habis.
“Sekarang giliran kamu ya..” katanya

Dimintanya aku berdiri di depannya. Tante Yulia yang masih duduk di sofa lalu membuka celana panjangku. Aku pun membuka kemejaku, dan tak lama akupun tinggal bercelana dalam di depannya.

“Kata Sonya punyamu besar ya Wan” katanya sambil tersenyum menggoda.

Tangannya kemudian menanggalkan celana dalamku, dan penisku yang memang lumayan besar itupun mencuat keluar dengan gagahnya sampai hampir mengenai wajahnya yang cantik.

“Oh.. God.., besar banget Wan.., I like it..” katanya sambil mengelus-elus kemaluanku dengan jemari tangannya yang lentik.

Sambil mengocok perlahan penisku, wajah tante Yulia mendekat dan tak lama lidahnya telah menjilati batang penisku.

“Ah.. Tante..” erangku ketika kepala penisku dijilatinya.

Sambil menjilati kepala penisku, tante Yulia meremas-remas buah zakarku sambil matanya menatapku nakal menggoda. Kemudian dibukanya mulut mungilnya dan dikulumnya penisku. Rasa nikmat menjalar ke seluruh tubuhku ketika tante Yulia menggerakkan kepalanya maju mundur menghisapi penisku. Kuremas-remas kepalanya sambil merasakan kehangatan mulut tante muda yang cantik ini.

Tampak tante Yulia begitu menikmati penisku. Dihisap, dijilati dan diremasnya penisku dengan penuh gairah. Sesekali gumaman nikmat terdengar dari mulutnya saat dia mengulum penisku. Sedangkan erangankupun semakin keras terdengar memenuhi ruangan kantor gallery itu.

“Now.. Please fuck me Wan.. Aku pengin ngerasain barangmu yang gede itu.” katanya sambil bangkit berdiri.

Dia pun kemudian berbalik membelakangiku. Kuciumi lagi pundaknya dan kuremas payudaranya. Kemudian tante Yulia memposisikan dirinya sehingga dia menungging di atas sofa tamu. Kusibakkan gaunnya dan kuarahkan penisku ke liang vaginanya.

“Oh.. God..” erangnya ketika kepala penisku mulai masuk menyesaki liang vaginanya yang sempit. Kudorong tubuhku sehingga peniskupun masuk lebih dalam, dan mulai kupompa vagina tante muda ini.
“Ahh.. Yes.. Fuck me.. Fuck me.. Yes.. Yes..” erang tante Yulia setengah menjerit. Payudaranya tampak bergoyang-goyang menggemaskan karena gerakan tubuhnya. Jepitan vagina sempit tante Yulia terasa begitu nikmat di sepanjang penisku. Sambil memompa tubuhnya, sesekali kuremas payudaranya yang menggantung menggemaskan.

Setelah beberapa menit kami bersetubuh dengan doggy-style, akupun kemudian duduk di sofa. Tante Yulia segera menaiki tubuhku dan kami kembali bersetubuh dengan duduk saling berhadapan. Dengan posisi ini, aku leluasa untuk kembali menikmati payudaranya yang montok itu. Tante Yulia menaik-turunkan tubuhnya di pangkuanku, dan tanganku meremas-remas pantatnya yang bulat dan padat.

“Wan.. Wan.. Aku hampir keluar lagi wan.. Oh.. God..” erang tante cantik ini.

Aku lalu kembali menghisapi payudaranya sambil tanganku mendekap erat punggungnya. Sambil tanganku yang lain memegang erat pantatnya, aku lalu menggenjot cepat penisku dalam liang vaginanya.

“Ahh.. Ahh.. God.. God.. Ahh..” jerit tante Yulia mendapatkan orgasmenya yang kedua.

Butir keringat tampak mengalir membasahi wajahnya yang cantik dan sebagian menetes ke payudaranya yang indah. Akupun terus menggenjot tubuhnya dan tak lama akupun merasa akan segera menyemburkan spermaku dalam liang vaginanya.

“Hmmhh..” erangku tertahan saat orgasme, karena mulutku masih menghisapi payudara tante Yulia.

Banyak sekali spermaku yang menyembur ke dalam vagina tante Yulia. Mungkin karena aku begitu terangsang melihat wajahnya yang cantik serta bodynya yang seksi. Setelah itu akupun melepaskan dekapan eratku di tubuh tante cantik pemilik gallery ini. Tubuhnyapun rubuh lemas di samping tubuhku.

“Tante puas banget Wan.. Belum pernah dapat yang seperti tadi dari suami tante”
“Wawan juga puas banget tante. Tante cantik banget sih”
“Ih.. Kamu bisa aja” jawabnya sambil mencubit tanganku.

Kami pun beristirahat beberapa saat, sebelum aku pamit pulang karena ada janji dengan pacarku. Aku pun berjanji akan mengirim draft surat kontraknya lewat e-mail sesegera mungkin.

“Jangan lewat e-mail Wan.. Kamu bawa aja sendiri.. Mumpung suamiku belum pulang.. Aku tunggu ya.” katanya sambil tersenyum manis.

- Tamat -
Read More